[PUISI] Tanda Baca Pada Kisah Kita

Kita adalah aku dan kamu yang bertemu di tengah-tengah koma

Aku selalu melayangkan cap hitam pada film-film superhero. Mereka terbang, hilang, menggulung tirai-tirai kota yang tinggi. Tetap rupawan dan menawan walau sudah compang-camping. Aku tidak merasa jalan manusia seperti itu.

Khayalan-khayalan akan hidup wah seperti mereka sudah kubuang ke bawah. Baik dari notes kecilku atau angan-angan pada tangan. Aku bilang 'jangan' pada diriku sendiri. Sekarang padamu.

Mungkin kau jadi melihat diriku kwalitet dua karena aku benci mereka. Tapi kuingatkan kau jika tinta yang sering kita gunakan itu hitam. Sesekali memang kita pakai merah, atau warna-warna lain yang tak ingin kusebut. Kucabut itu.

Ketahuilah...

Hidupmu itu seperti kertas remuk, sederhana. Seperti gerhana yang sebentar saja sudah fana. Seperti jam yang berputar dua puluh empat pukul kemudian mengulang. Seperti itu.

Kubisikkan kabar pada burung-burung berkicau. Terkadang, sebagai insan kecil, dihargai lewat hal-hal kecil justru lebih mengembangkan sudut bibirmu. Karpet jalan manusia adalah rangkaian serta untaian kisah-kisah kecil di tiap lembarnya. Alas dari dasar beralasan.

Kita adalah kumpulan aku dan kamu yang bertemu di tengah-tengah koma. Kita juga bukan titik yang berpaku dan berhenti pada suatu momen. Selalu ada jumpa di gang hampa, selalu ada pisah di balik kisah. Kita adalah awalan kalimat-kalimat di cibiran tetangga sebelah.

Sekecil itulah kita, para tanda baca. Kita cuma aksentuasi dalam rupa-rupa yang cukup berbeda. Misal aku koma, kamu mungkin tanda petik. Tapi kita tak pernah titik.

Walau sering diabaikan, ceritera tidak akan pernah lengkap tanpa kita. Tidak usah berkhayal kamu itu alfabet layaknya superhero. Pergi menyelamatkan dunia dan kisahnya. Belum tentu juga aku bakal tahu kau siapa.

Tapi ceritera-ceritera tidak akan lengkap tanpa kita. Bisa jadi kau adalah manusia yang signifikan di kamusku. Jika kau titik koma untuk menjelaskan, maka lengkap sudah jatah hidupmu. Utuh.

Mungkin jika senang, peta akan memberimu warna biru atau hijau. Atau mungkin bisa kau sebut warna favoritmu apa, terserah lah. Bubuhan tanda baca itu penting pada kisah kecil yang misterius. Memberi kita kesempatan untuk menghela nafas.

Tapi, kita tidak pernah bisa menebak bagaimana tamat dari ceritera sekarat kita. Entah itu penuh tetes air mata sendu atau air mata gembira. Toh sama-sama menangis. Kita tidak tahu pada lembar ke berapa sebenarnya penulis sudah mati ide.

Kita tidak akan pernah tahu sampai nanti tutup buku. Kemudian kita jadi kesimpulan di ujung bibir kawan. Pun kita tidak akan pernah tahu jika simpul ujung bibir itu jujur atau tidak. Hati-hati dengan hati.

Lagi pula, kita cuma seonggok tanda baca yang membuat ceritera misterius makin penuh misteri. Kecil, sederhana. Tapi ada signifikansinya. Maka dari itu aku mulai dengan hal-hal kecil.

Berhenti memaksamu. Memaksa membaca puisi ini misalnya. Tutup buku. Titik.

Baca Juga: [PUISI] Kisah Hidup Manusia

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Kelvin Antonius Photo Writer Kelvin Antonius

The man who will breath heavily when see and munch good food, coffees & teas, books, good musics, sceneries, and British accent!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Tania Stephanie

Berita Terkini Lainnya