[PUISI] Kita Memang Pernah

Yang jelas aku sadari dan jelas kau pungkiri

Nyatanya aku kembali di halaman awal lembar ini
Di mana kukira, semuanya akan jadi catatan baru di lembaran putih halaman pertama 
Rasanya malu untuk kembali ke sini,
Dimana semua air mata pernah terbuang untuk menulis sebuah rima

Kalau memang kamu ingin memungkiri, 
Coba jangan selesaikan akhir bait ini
Tapi, memang apa yang aku ungkapkan memang bukan karangan diri
Semua benar terjadi, sekiranya saat kamu masih berbaik hati

Kita memang pernah tak sabar menunggu balasan pesan
Kita memang pernah meluangkan waktu untuk sekadar tertawa ringan
Kita memang pernah tersiksa saat kamu menghilang tanpa pesan
Kita memang pernah saling melepas rindu di akhir pekan
Kita memang pernah terbangun di ranjang dengan impian di atas angan
Kita memang pernah berjanji untuk tak lagi mencari nafsu khayalan
Kita memang pernah setidaknya membuka diri untuk memaafkan
Kita memang pernah menjadikan diri masing-masing jadi kebanggaan
Kita memang pernah, dan pernah...

Tak perlu dia atau semua orang tahu, 
Cukup hatimu dan hatiku yang kini menahan pilu
Sejak dirimu berlagak lupa dan bisu
Semua pernah itu jadi terasa tabu 
Semua rindu yang dulu terucap terasa seperti kalbu 
Setidaknya memang pernah kamu bisa menjadi pertamaku 
Sampai akhirnya aku kembali ke dalam tulisan ayat paling syahdu
Tak perlu mengaku, 
Cukup tahu bahwa aku nyata sebagai peran pembantu 

Baca Juga: [PUISI] Puisi Titik

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Laurensius Aldiron Photo Verified Writer Laurensius Aldiron

Seorang pegawai kantoran pada umumnya, yang memilih menulis untuk mengeluarkan opini yang tak bisa disampaikan secara langsung..

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indiana Malia

Berita Terkini Lainnya