[PUISI] Kau

Kau yang tak pernah menetap

Dalam hinggapan rasa
Kau membujukku untuk pergi bersama
Kau berkata, ayo beranjak lupakan dia
Atas nama ragu, kugenggam erat jemarinya

Dia tertawa, mataku menelisik bertanya
"Kita hendak ke mana?"
Dia tak kunjung menjawab jua

Kita berjalan melewati arus deras itu
Terombang-ambing pada sekoci
Terbentur, tempiasnya pada seluruh raga
Namun jemarimu makin deras, makin terlepas
Aku kacau denganmu yang makin terbahak

Lepas
Tempias sekali lagi

Aku mulai menangis, ini apa?
"Hey, sekocinya terbalik!" kubilang
Aku terbentur terbawa arus
Sedang kau bersandar di atas bebatuan sembari menutup mata

Bodohnya,
Aku terbawa arusnya
Bodohnya,
Ringkas kata, aku merata
Dengan tanah yang kupijak
Dengan harapan yang dirisak
Dengan sakit hati yang sejak dulu memang enggan tuk bijak

Dengan luka yang kau jahit
Rupanya kau hanya melilit
Luka lama dengan luka yang lebih sulit
Sampai akhirnya aku harus menelan lagi obat pahit
Dari awalan yang begitu legit

Apakah pantas aku jatuh lebih sakit?

Yang tak aku sadari
Sejak awal kau sudah menjangkiti
Rasa manis yang hanya menutupi
Aku hampir saja mati
Bila saja aku tak segera menarik diri

Baca Juga: [PUISI] Hanya Seminggu

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya