[PUISI] Menunggu Narendra
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Langit kelam terdiam
memilih menyimpan luka dalam
enggan menumpahkan sedu sedan
meluapkan air mata, sungkan
Suasana sepi senyap walau senja sejatinya masih cukup indah
untuk sejenak santai bercanda dengan tetangga dan bocah-bocah
tidak ada lagi bising suara blender dari warung sebelah
begitupun tiada dering kelinthing penjual rambut nenek, aroma kue rangin, ataupun bakaran jadah
Seorang Emak gelisah
memandang dengan pipi basah
suaminya sudah beberapa bulan di rumah
membuka periuk nasi tiada isi walau sebulir
bersusah payah meredam tangis anaknya dengan ASI yang tak lagi mengalir
Mata Emak redup, berusaha tegar walau begitu rumit dipikir
berusaha sabar walau hidup seakan tak dapat dianulir
Jika lisan mampu sedikit menurunkan harga diri mengungkapkan perih
Jika saja memandang diri tetap terhormat walau tangan tengadah
Mungkin, dia biasa saja menghadapi zaman pandemi yang susah
Mungkin, dia tidak perlu lagi menahan sedih pedih
Dia dan mereka menunggu para narendra berjiwa kesatria
ulurkan tangan dan hati untuk peduli pada kaum nestapa
Baca Juga: [PUISI] Kala Matahari Itu Pergi
Editor’s picks
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.