[NOVEL] Just You and Me-BAB 3

Penulis: Titi Sanaria

Tiga

 

KEYRA

Kepalaku terasa mendidih ketika keluar dari hotel. Kurasa kepalaku bahkan cukup panas untuk mematangkan sebutir telur. Laki-laki yang baru saja kutemui tadi penyebabnya. Ya Tuhan, seumur hidup, aku belum pernah bertemu orang sesombong itu.

Caranya berbicara dan menatapku sangat meremehkan. Dia bisa saja salah paham dan menganggap akulah penari striptease yang mereka pesan, tetapi dia tidak perlu memandang rendah seperti itu.

Saat sudah berada di dalam taksi yang membawaku ke kontrakan Yanti, aku mencoba mengingat-ingat peristiwa semalam. Tidak banyak yang bisa kuingat. Hanya beberapa wajah yang mengajakku bicara lalu mengulurkan soda. Kemudian kabur. Para lelaki kurang ajar itu pasti mencampurkan sesuatu dalam minumanku. Aku yakin itu. 

Aku sama sekali tidak bisa mengingat potongan wajah lelaki tadi dalam peristiwa semalam. Apakah dia datang belakangan saat aku sudah tertidur?

Aku mendesah kesal mengingat rasa malu yang harus kutanggung saat meminta ongkos pulang pada lelaki menyebalkan tadi. Akan tetapi, aku tidak punya pilihan. Kemarin aku diseret begitu saja oleh Yanti tanpa sempat membawa apa pun.

Yanti, aku mendadak teringat sahabatku itu. Ponselnya tidak bisa kuhubungi tadi. Bagaimana nasibnya? Dia tidak muncul semalam. Apakah dia berhasil ditangkap? Semoga saja tidak, karena aku yakin para lelaki bengis itu tidak punya belas kasihan kepada Yanti, meskipun dia perempuan.

Aku tidak bisa mencemaskan Yanti lebih lama karena ternyata aku harus mulai mencemaskan diriku.      Kontrakan Yanti terbuka lebar tapi aku tak bisa lantas masuk. Dari jalan setapak di depan rumah, aku melihat beberapa orang lelaki duduk dan mondar-mandir di teras. Aku langsung tahu tidak akan bisa kembali ke sana lagi!

Aku berbalik kembali ke jalan raya. Satu-satunya tempat yang bisa kutuju sekarang adalah klinik tempatku bekerja. Hebat, sekarang aku bahkan tidak memiliki apa pun selain pakaian yang kini melekat di badanku. Apa bedanya aku dan gelandangan sekarang? Tidak ada!

Mataku terasa panas, tetapi aku berusaha menahan tangis. Penumpang bus yang sekarang kutumpangi pasti akan menganggapku tidak waras kalau melihatku meraung-raung.

Ya Tuhan, apakah ini hukuman karena tidak patuh pada Papa? Apakah keputusanku yang hanya didasarkan kekerasan hati ternyata salah?

Empat bulan lalu aku dan Papa bertengkar hebat. Semua berawal dari keputusan Papa menikah dengan sekretarisnya. Umur perempuan itu bahkan hanya beberapa tahun lebih tua dariku. Dia lebih pantas kupanggil dengan sebutan nama karena "tante" atau "ibu" akan terdengar menggelikan karena kami terlihat sebaya. 

Meskipun tidak setuju, aku tahu jika aku tidak bisa melarang Papa menikah. Aku mengerti jika Papa adalah lelaki yang perlu diurus oleh seorang perempuan dewasa selain aku, anaknya. Ada kebutuhan Papa yang tidak mungkin bisa aku penuhi. Aku paham itu dengan baik dan kemudian menelan keberatanku atas pilihan Papa itu. Bukan keputusan menikah yang tidak aku setujui, tetapi orang yang dinikahi Papa. Seandainya Papa menikah dengan seseorang yang setidaknya 10 tahun lebih tua dariku, aku sama sekali tidak akan mempermasalahkannya.

Aku merasa terganggu karena istri baru Papa tidak bisa menempatkan diri sesuai kedudukannya. Dia tidak menganggapku sebagai anak Papa. Dia lebih melihatku sebagai saingan mendapatkan perhatian Papa.

Aku tidak pernah percaya mitos tentang ibu tiri yang jahat itu sampai bertemu dengannya. Belum seminggu setelah menikah dengan Papa, dia menurunkan semua foto almarhumah Mama dari tembok. Meskipun tidak suka, aku mencoba mengerti. Dia mungkin tidak ingin Papa terus teringat mendiang istrinya. Dia juga mungkin perlu menegaskan eksistensinya dengan menempelkan berbagai pose seksinya di setiap sudut rumah.

Akan tetapi, aku tidak tahan ketika dia mulai mengurusiku. Semua tindakanku tidak pernah terlihat benar di matanya. Aku tidak suka caranya membicarakan semua cacatku di depan Papa. Hanya saja, aku masih memilih diam.

Kekesalanku mencapai puncak saat melihatnya mengenakan perhiasan mama. Padahal aku tahu semua perhiasan itu aku simpan di dalam laciku dan menganggapnya sebagai benda keramat. Itu perhiasan yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi di keluarga Mama. Luar biasa mahal, memang iya, tapi nilai historis dan emosionalnya jauh lebih penting untukku.

Aku meradang. Aku memintanya membuka semua perhiasan milikku yang dikenakannya, tetapi dia menolak. Katanya dia berhak atas semua yang ada di rumah karena dia adalah nyonya rumah sekarang.

Aku terlalu marah untuk berpikir jernih. Kalung mutiara yang dipakainya kutarik ketika berada dalam jangkauanku. Akibatnya fatal. Kalung itu lepas dan butirannya berhamburan ke lantai. Aku gelap mata dan menamparnya. Itu untuk yang pertama aku melakukan kekerasan pada seseorang. Aku tidak menyesal. Dia pantas menerimanya.

Hanya saja, aku melakukannya di waktu yang salah. Papa yang baru saja pulang kantor melihat peristiwa itu.

"Minta maaf padanya, Key," Wajah Papa tampak gelap. "Papa nggak pernah ngajarin kamu kasar kayak gitu. Dia ibu kamu sekarang!"

Ibuku? Yang benar saja! "Tidak, Pa." Aku berusaha menguasai tubuhku yang bergetar karena menahan emosi. "Aku nggak akan pernah minta maaf padanya. Aku mau Papa memilih dia atau aku yang tinggal di rumah ini karena kami jelas nggak bisa tinggal bersama. Kami-"

"Tidak ada yang akan pergi dari rumah!" seru Papa marah. "Kita keluarga dan keluarga tinggal bersama."

Itu terdengar seperti penolakan Papa untukku. "Kalau begitu, aku yang pergi."

"Kamu nggak akan ke mana-mana, Key!" Suara Papa menggelegar. Dia belum pernah berteriak seperti itu kepadaku.

"Papa sudah memilih dia." Aku menoleh kepada istri papa yang pura-pura menunduk sedih. "Kamu menang. Kamu berhasil mendapatkan Papa. Sekarang lepaskan semua perhiasan mamaku dari badan kamu!"

"Jangan harap kamu bisa keluar dari pintu depan, Key," ancam Papa. "Karena sekali kamu melakukannya, kamu nggak akan bisa kembali."

Aku adalah kesayangan Papa. Anak tunggal keluarga Hasto Purnomo yang tidak pernah dimarahi sekalipun. Jadi kata-kata Papa seperti merobek hatiku. Lukanya parah. Berdarah-darah.

"Aku bisa melakukannya, Pa. Dan aku akan melakukannya sekarang," Aku balas mengancam. Aku tidak pernah bertengkar dengan Papa. Ini yang pertama kalinya, dan ledakannya langsung hebat.

"Kalau kamu mau melakukannya, jangan bawa apa pun dari rumah, Key. Apa kamu pikir hidup di luar itu gampang? Apa yang bisa kamu kerjakan di luar sana?"

Kata-kata Papa terdengar seperti tantangan untuk harga diriku yang terluka. "Jangan takut, Pa. Aku nggak akan membawa apa pun milik Papa. Papa bisa kasih semuanya untuk perempuan itu. Aku hanya minta perhiasan Mama yang dia ambil tanpa izin. Itu milikku."

"Tidak ada barang dari rumah ini yang bisa keluar bersamamu kalau kamu pergi."

Aku berlari ke kamarku. Mengambil dompet dan kunci mobilku. Aku melemparnya dengan kasar di depan Papa. "Semua kartu yang Papa kasih, aku kembalikan. Terima kasih sudah membesarkan aku, Pa. Maaf karena aku sudah mengecewakan Papa." Aku berjalan menuju pintu depan. Hatiku sakit. Papa lebih memilih perempuan yang baru dikenalnya beberapa tahun, daripada aku, darah dagingnya sendiri.

"Kamu nggak boleh pulang ke rumah lagi kalau berani melewati pintu itu, Key!" Papa berteriak lebih keras.

Aku berhenti tanpa berbalik. "Tadi Papa sudah bilang. Aku belum lupa."

"Jangan coba-coba, Key!"

"Dia hanya sedang marah, Sayang," kata istri Papa. "Dia akan kembali. Mau ke mana dia tanpa uang? Dia hanya punya baju di badan dia itu saja. Dia nggak bodoh."

Aku berjalan cepat, tidak menoleh lagi.

Tujuanku yang pertama adalah Wisnu, salah seorang manajer Papa yang sudah dua bulan terakhir menjadi pacarku. Papa yang terpesona dengan naluri bisnisnya yang mempertemukan kami.

"Dia adalah calon  pengganti Papa yang cocok,Key," kata Papa mempromosikannya kepadaku. "Kamu kan dokter, nggak mungkin mengurusi perusahaan."

Aku tak keberatan karena Wisnu kelihatan baik, dan aku belum punya pacar. Aku bisa belajar mencintainya.     Tetapi tanggapannya yang dingin setelah aku menceritakan pertengkaranku dengan Papa membuatku tahu dia tidak berniat membantuku. Alih-alih menenangkanku, dia malah ribut menyuruhku minta maaf kepada Papa. Dia mengatakan bahwa keputusanku keluar dari rumah bisa jadi berpengaruh pada hak warisku di keluarga. Katanya, ibu tiriku bisa saja mendapatkan lebih banyak harta Papa daripada aku. Wisnu jelas lebih tertarik pada harta daripada diriku.

Aku kemudian ke rumah Nia, sahabatku. Meskipun tidak setuju dengan keputusanku, dia mengerti. Dia bahkan mau menyelinap ke rumahku dengan alasan mencariku untuk mengambilkan fphotocopy ijazah dan STR dokterku. Aku belum tahu apa yang akan kulakukan, tetapi aku merasa akan membutuhkan surat-surat itu kelak untuk mencari makan. Aku hanya membawa salinannya supaya Papa yakin aku tidak membawa apa-apa dari rumah, juga tidak surat-surat penting yang memungkinkan dia bisa melacak keberadaanku. Aku yakin Papa akan melakukannya.

Aku tahu kami hanya sedang sama-sama marah. Papa tidak mungkin akan memutuskan hubungan denganku begitu saja. Tetapi aku juga tidak ingin pulang. Tidak sekarang. Aku akan membuktikan kepada Papa bahwa aku bisa hidup dengan mengandalkan kedua tangan dan kakiku sendiri. Aku bukan lagi Keyra yang manja dan terbiasa dengan kemewahan.

"Kamu butuh suasana lain," kata Nia setelah beberapa hari aku menginap di rumahnya. "Kenapa kamu nggak jalan-jalan ke Jakarta dan menengok Yanti? Keadaannya nggak terlalu baik setelah papanya bangkrut. Kamu bisa menghiburnya." Nia menyelipkan sebuah kartu di tanganku. "Isinya nggak terlalu banyak, jadi nggak usah nolak. Kalau merasa nggak enak, nanti kamu ganti. Kamu nggak mungkin berkeliaran tanpa uang. Jangan lupa mengabariku. Kita akan sulit bertemu karena minggu depan aku sudah ke Papua. Penempatan Nusantara Sehat sudah keluar. Aku kebagian di sana."

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Just You and Me-BAB 4

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya