[PUISI] Demonstrasi Kita
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Ku longok jendela bus kota
Ah' ini sudah waktunya
Turun!, turun!! teriak pria diluar bak kondekturnya
Lagi-lagi penumpang jadi pendestrian seketika
Lain hari aku berjalan ditengah kota
Awas!awas!! jangan lewat sana!, teriak perempuan tua dengan takutnya
Kulongok didepan sana, ribuan massa dengan spanduk warna-warninya
Ah' berputar-putar lagi si roda dua
Lusa kupikir kau tak lagi ada
Tiba-tiba kau bilang," ini momen aspirasi kita", tapi....
itu terlihat bagai ketidak adilan terhadap alam kita
Kau bakar karet-karet hitam bundar hingga membumbung gumpalan asap hitam pekat ke udara
Lalu siapa yang menampung jeritan alam kita?
Haruskan aku hidup di zaman kekeringan juga?
Bukan ku tak perduli rakyat dan pelit bersuara,
Hanya saja ku tak ingin nuraniku tenggelam dalam era perdebatan
Perdebatan yang seolah tak ada ujungnya
Perdebatan tentang kekuasaan, kebesaran dan melulu soal uangnya
Haruskah kebersedian membela kuumbar-umbarkan?
Haruskan keberanian bersuara kuucapkan secara serampangan?
Ayah bilang, "selongsong ketidak percayaan akan selalu menghujami setiap kepemimpinan dan,
perang idealisme adalah yang meruntuhkan"
Tapi, ayah...jangan bertanya kenapa aku masih terdiam
Sebab ini bukanlah diamnya diam
Diamku adalah diskusi sunyi dengan Tuhan
Menutup mata mengingat kejadian
Barikade aparat menghadang anarki sang demonstran
Air menyembur mengguyur amarah jeritan
Dengan dua kata kumulai diskusi mendalam,
Berbisik tentang gaduh frasa demonstrasi kita
Editor’s picks
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.