[CERPEN] Mari Kita Berkisah Malam Ini di Dalam Selimut

Menyelundup di antara yang hidup

Jeritan itu kembali terdengar seperti malam-malam sebelumnya. Aku duduk di tepi ranjang, mataku bergantian menatap ke jendela dan pintu bercat hijau lumut. Tak ada sesiapa pun yang tiba atau menembus pintu apalagi dinding kuning telur. Tak ada kudapati sosok itu datang sempoyongan serupa orang mabuk.

Aku terdiam sejenak, berpikir untuk beranjak dari ruang yang hanya berisikan ranjang kayu lapuk, lemari satu pintu, dan sebuah meja kecil yang terdapat vas bunga tanpa isi juga asbak plastik. Dua buah kursi dengan cat cokelat yang terkelupas menghimpit meja kecil itu. Biasanya, saat kau tiba di setiap malamnya, kau akan duduk di sana dan mengeluarkan sebungkus Sampoerna dari salah satu saku celanamu. Kemudian mengambil pemantik dari laci meja dan menghidupkan sebatang rokok. Aku masih bisa melihatmu yang sudah tak bisa melakukan hal itu, Sayang.

Hening. Mungkin malam ini kau tak pulang, sibuk berkeliaran mencari tubuhmu yang hilang bagian kepalanya dan terkubur separuh badan. Kau masih tak tenang. Kau masih bertanya-tanya padaku siapa yang dengan keji membunuhmu. Jika kukatakan, mana aku tahu, tentu kau akan marah besar. Membanting pintu dan mengacak-acak kamar hingga patah kaki ranjang dan kursi, dan mungkin nanti menyusul juga kaki meja.

Aku memutuskan berbaring, menarik selimut lebih tinggi hingga menutupi kepala. Aku rindu. Ya, sangat-sangat rindu.

"Kau belum tidur?" tanyamu yang tiba-tiba sudah berbaring di sampingku. Kau terlihat sangat tenang, tak seperti biasanya.

"Sudah kau temukan kepalamu?"

Kau tak bisa menggeleng sebab kini kau tanpa kepala. Tak bisa lagi kulihat senyummu, marahmu, atau hidungmu yang mengembang kala kau tengah gusar. Aku tak bisa menatap lekat pada bola matamu yang indah.

"Tidak ada," jawabmu.

Aku menghela napas. Ingin kutanyakan sampai kapan kau akan begini. Pulanglah, Sayang. Pergilah ke pelukan Tuhan malam ini tanpa beban. Orang-orang bisa menjerit jika kau terus menampakkan dirimu di hadapan mereka. Orang-orang akan kebingungan jika mereka sadar suaramu muncul padahal kau tiada mulut untuk berucap. Orang-orang akan terpogoh-pogoh hanya dengan berbalik badan dan menyadari kau yang menepuk pundaknya.

"Aku ingin bercerita padamu," ucapmu tiba-tiba.

"Berceritalah."

"Aku ingat kejadian malam itu..."

"Malam saat kau tiada?" tanyaku setelah memandangimu yang terdiam cukup lama.

"Bukan," jawabmu singkat.

"Lalu kejadian di malam yang mana?"

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Malam saat aku melamarmu."

Deg! Aku terkesiap.

"Apa itu yang membuatmu setenang ini?"

"Benar."

"Ah..." Aku mengangguk. Ternyata hantu bisa bernostalgia, bahkan ingatannya mampu menggapai hari-hari bahagia di tengah kebingungan dan dendam yang berkecamuk mesra. Bersetubuh di dalam benak yang tidak menghasilkan apa-apa selain membuatnya menjadi hantu penasaran yang terus bergentayangan.

"Aku rasa aku akan pulang," ucapmu yang terkesan menutup cerita yang bahkan belum kau mulai sedikit pun.

"Pulang?"

"Iya."

"Ke mana?"

"Menembus langit dan berusaha mengetuk pintu-pintu surga yang bersedia kusinggahi."

Aku agak tercengang mendengar penjelasanmu. Kau benar-benar tenang bahkan berada di alam sadar. Kau bahkan tahu mana-mana manusia yang pantas untuk menginjakkan dirinya di surga, tapi meski begitu kau juga tetap ingin ke tempat itu.

"Bagaimana jika tak ada yang pantas untuk kau singgahi?"

"Aku akan pulang daripada ditawari berendam dalam neraka."

Aku mengangguk. Memang lebih baik begitu. Kau cukup berada di sisiku saja daripada pergi ke tempat mengerikan itu meski orang-orang tentu sudah menghakimimu lebih dahulu sebelum Tuhan mengambil keputusan. Kau bisa berada di sini lebih lama, menunggu aku berpulang ke tanah agar sama-sama kita pulang kepada-Nya. (*)

Baca Juga: [Cerpen] Mengintip Orang Bercinta

Lily Rosella Photo Verified Writer Lily Rosella

Penulis kumcer "Iblis Pembisik" (2019)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya