[CERPEN] Siapa pun Bisa Mengurai Jalinan Itu dengan Mudahnya

Alam pikiranmu membayangkan pertemuan rahasiamu dengan Seth

Kamu sangat menyukai saat-saat seperti ini. Melewatkan akhir pekan bersama cowokmu, Textra. Biasanya, Textra akan menjemputmu dari tempat indekos atau sekolah.

Meskipun di rumah Textra kalian sibuk dengan kegiatan masing-masing, Textra dengan gitar atau game di ponselnya dan kamu dengan novel favoritmu, rutinitas seperti ini telah berlangsung dua tahun hubungan kalian. Sesekali, Textra pun menemanimu menonton film animasi Studio Ghibli kesayanganmu.

Adakalanya Textra bersikap manja minta dibuatkan susu cokelat panas atau nasi goreng. Kamu selalu melakukannya dengan senang hati. Hal biasa yang kerap kamu lakukan di tempat indekosmu. Sesekali Mama Textra ikut mengobrol. Namun, Textra lebih sering mengusir mamanya secara halus. Textra tidak terlalu suka kamu dekat dan akrab dengan mamanya.

“Aku enggak suka dua orang yang aku sayangi bersekutu mengekang kebebasanku, kelak,” ucapnya dengan mimik serius.

“Kamu juga sering melarang aku bertemu dan berkumpul dengan teman-temanku. Bukankah yang kamu lakukan itu bentuk pengekangan juga?”

“Itu karena aku sayang kamu. Aku enggak suka gadisku terlalu dekat dengan orang lain tanpa sepengetahuanku. Apalagi sampai menyita waktu bersama kita.”

Untuk alasan itu, kamu kerap kehilangan kata-kata. Bagi Textra, kamu adalah pusat semestanya. Tentu saja, menjadi satu-satunya gadis yang Textra cintai membuatmu senang dan bangga. Setidaknya, cowok yang cemburuan dan protektif cenderung tidak punya waktu untuk melirik gadis lain. Kecenderungan untuk selingkuh sangat kecil.

Kamu tidak mau berdebat dan selalu menurut apa pun keinginan Textra. Kamu enggan bersitegang karena persoalan yang sama, yang akan menguras tenaga dan pikiranmu. Sikap Textra, semata didorong oleh perasaan cemburu karena takut kehilangan dirimu.

Dulu, awal hubungan kalian terjalin, Textra kerap bersikap sangat protektif. Ke mana dan di mana kamu berada, Textra harus tahu. Harus izin dan lapor  dulu. Bila perlu Textra akan menguntit ke mana pun kamu pergi. Untuk hal-hal kecil seperti ini kamu dan Textra selalu bersitegang. Saat-saat itu sangat melelahkan dan tak jarang menguras perasaan dan air matamu.

“Kamu pasti memiliki saat-saat yang sulit karena Textra. Maafkan anak Tante, ya?” Tante Luan diam-diam selalu membujuk dan menguatkan hatimu menghadapi sikap Textra yang manja dan anak tunggal. Kamu berusaha memahaminya. Bagi Textra, kamu adalah cewek pertama yag membuatnya berdebar dan cemburu.

“Aku enggak akan memaafkanmu bila suatu waktu kamu ketahuan mengkhianatiku,” ujar Textra selalu bila melihatmu bersikap akrab atau sedikit genit saat bersama teman-temanmu.

Kamu cuma diam, mulai bisa memahami sikap protektif Textra. Selama sikap Textra masih bisa kamu terima dengan akal sehat, kamu bisa menahan diri. Meski terkadang, kamu pun dibuat menitikkan air mata karenanya.

Textra yang menyadari sikap protektif dan rasa cemburunya yang kelewat batas, tidak pernah membiarkan situasi tidak nyaman itu berlarut. Tak butuh waktu lama bagi kalian untuk berbaikan. Ia akan meminta maaf, lalu memelukmu dengan hangat. Tak jarang membawakan puluhan episode drama Korea yang ia unduh ke ponselnya atau menghadiahimu novel Agatha Christie favoritmu. Semua itu selalu berhasil meluluhkan hatimu, mengembalikan pijar di matamu yang sempat redup. Sesungguhnya, kamu memang mencintai Textra. Sangat mencintainya.

Satu hal yang kerap memicu pertengkaran kecil di antara kalian dan membuatmu tidak mengerti dan kesal, Textra selalu membawa-bawa mantanmu setiap kali bertengkar. Mantan yang kamu tinggalkan karena tergoda oleh segala bentuk perhatian yang Textra berikan di awal perkenalan kalian. Belakangan, kamu sadar kalau sikap Textra itu tidak beda jauh dengan pengekangan.

“Besok aku enggak bisa jemput kamu. Ada tugas sekolah yang harus aku cari referensinya di perpustakaan kota,” suara Textra menyeruak keheningan, tanpa mengalihkan pandangannya sekilas pun dari game di depannya.

“Sekarang kamu selalu sibuk,” cetusmu  dengan nada merajuk.

Textra menghentikan permainannya dan menatapmu dengan mimik penuh penyesalan. Sebuah sandiwara untuk menutupi kebohongan yang ia buat untuk kesekian kalinya agar kamu tidak curiga.

“Aku akan menghubungimu bila selesai,” janji Textra.

“Baru persiapan untuk kuliah saja kamu sudah enggak punya waktu, Textra.  Apa kita masih bisa sering bersama kalau kamu kuliah nanti?” keluhmu, berlagak murung. Kamu tidak mau Textra melihat perasaan lega yang terpancar dari wajah dan matamu karena tidak perlu pusing lagi mengarang alasan agar Textra tidak menguntitmu. Besok, ada janji kencan rahasia dengan Seth, mantan yang kamu tinggalkan dulu demi Textra. Dua minggu ini kalian saling bertukar kabar dan cerita di WhatsApp, setelah sebelumnya, tanpa sengaja bertemu di Gramedia.

“Karena itu kita harus masuk kampus yang sama,” Textra berujar lembut.

“Apa tahun depan kita masih tetap bersama?”

Textra membeliak tidak senang.

“Jangan bilang kalau kamu berniat meninggalkan aku? Apa ada cowok lain?” cecar Textra, galak.

“Bukan begitu. Hari esok, mana kita tahu, Textra?” kamu berkilah sebelum Textra tambah sewot.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Kamu harus janji, Itamar, kamu enggak akan ninggalin aku. Kita akan selalu bersama.”

“Kalau Tuhan berkehendak.”

Textra merengut kesal.

“Sudahlah, aku enggak mau ngomongin takdir dan hari esok,” tukas Textra tambah sewot. Textra tidak suka berbantahan. Sikapmu yang mengeyel kerap membuatnya kesal.

Sementara kamu tidak peduli lagi dengan sikap Textra. Kamu biarkan keheningan yang mengambil alih waktu. Sementara alam pikiranmu sibuk membayangkan rencana pertemuan rahasiamu dengan Seth besok. Kamu merindukan saat-saat kebersamaanmu dengan Seth dulu yang tidak menguras pikiran dan air matamu. Seth yang selalu memberikan kebebasan untuk melakukan apa pun yang kamu sukai asal tidak menyita waktu kebersamaan kalian.

**

Lantai paling atas pusat pertokoan itu selalu ramai saat akhir pekan. Seperti juga siang ini. Kamu duduk di sudut sebuah restoran cepat saji. Ada Noami yang duduk manis di hadapanmu. Sesekali tatapan kalian bertemu dan kamu bisa melihat pijar di mata Noami yang lembut dan penuh cinta. Kamu tidak dapat memungkiri perasaanmu yang bahagia dan berdebar setiap kali kalian bersama. Untuk semua itu, kamu harus menyiapkan kebohongan demi kebohongan agar dapat jalan berdua dengan Noami, cewek rupawan yang mulai dekat denganmu dua bulan ini.

Kamu tidak suka main api. Kamu baru belajar bermain api. Namun, kamu tidak menyangka akan terbakar. Noami terlalu elok untuk kamu abaikan. Kamu lupa dengan komitmenmu sendiri yang meletakkan kesetiaan dalam daftar  teratas  sebuah hubungan kasih. Penilaianmu tentang selingkuh itu perbuatan hina dan tak termaafkan hanya tinggal sebaris kalimat usang tanpa makna.

“Textra, apa kamu bahagia saat bersamaku? Jujur saja, aku merasa nyaman bersamamu,” ujar Noami dengan mata berbinar.

Perasaanmu meruah. Semenjak mengenal Noami, kamu merasa bukan  dirimu lagi. Meski Itamar tetap menjadi prioritas utama di hatimu, tapi kamu tidak rela kehilangan saat-saat manis dan memabukkan bersama Noami.

“Aku pun merasakan hal yang sama. Hidupku terasa lengkap dan berwarna sejak ada kamu,” gombalmu. Kalian saling melempar senyum mesra.

Saat bersama Noami, kamu mendadak abai telah membangun cinta di atas bangunan cinta lain. Setiap pertemuan rahasiamu dengan Noami membuat perasaanmu terasa mengawang sehingga tanpa sadar sering membuatmu tersenyum sendiri seperti saat ini, hingga matamu yang berbinar itu mendadak beku tatkala pandanganmu menembus kaca pemisah tempat kamu berada  dengan  loket antrean tiket bioskop  di seberangmu.  Dengan mulut setengah  terbuka, kamu merasa seluruh udara seakan ditarik paksa dari paru-parumu.

“Itamar ...,” desismu. Sesuatu menohok dadamu. Raut wajahmu seketika mengeras.

“Siapa, Textra?” Noami merasa kemesraannya terusik. Matanya menatapmu  penuh selidik dan mengikuti arah pandangamu.

“Jangan bilang kalau kamu kepergok selingkuhanmu, Textra,” timpal Noami dengan nada penuh tekanan.

“Aku melihat adik  kelasku yang  sedang  jalan dengan mantannya. Setahuku, dia belum putus dengan cowoknya.”

“O, ya?! Yang cewek atau cowok?”

“Yang cewek, tapi aku kenal baik dengan cowoknya.”

“Parah banget tuh cewek enggak bisa ngejaga kesetiaan! Yang paling kasihan cowok resminya, bisa-bisanya dimainin dan dikibulin. Cowoknya pasti nerd dan membosankan.”

Kamu tergugu. Ucapan Noami melukai harga dirimu.

“Kuharap kamu bukan tipe cowok tidak setia, Textra. Aku pernah merasakan sakitnya dikhianati mantanku dulu,” Noami berujar lirih, namun penuh tekanan sembari menatapmu dengan pijar cinta.

Kamu masih terpaku. Meski sosok yang meresahkan pikiranmu sudah tidak ada, tapi separuh jiwamu serasa melayang. Masih lekat di matamu bagaimana Itamar bergelayut manja di lengan Seth dan melenggang mesra memasuki gedung bioskop. Pasangan itu terlihat bahagia dengan senyum lepas di bibir mereka.

Kamu merasakan lututmu gemetar, lemas. Wajah rupawan Noami dengan matanya yang penuh pijar cinta tidak mampu mencairkan perasaanmu yang mendadak beku. Jalinan cinta yang kamu rajut bersama Itamar ternyata tidak terikat kuat seperti yang kamu bayangkan. Siapa pun bisa mengurai jalinan itu dengan mudahnya.***

Baca Juga: [PUISI] Padamu Aku Punya Tempat Pulang

Ana Lydia Photo Verified Writer Ana Lydia

God's plan is always more beautiful than our desire

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya