Selamat Hari Ibu, Ayah

“Aku sayang Ayah, selamat Hari Ibu, Ayah.”

Aku membuka pintu rumah, aku melihat sosok yang kukenal dari sejak kecil, sosok yang selalu menjagaku hingga saat ini, yang karena kehadirannya aku merasa berarti, yang karena kehadirannya aku ingin menjadi seseorang suatu saat nanti, dan karena kehadirannya aku berada di dunia ini sehingga menjadi diriku saat ini.

 Ayah, sosok yang tanpa kenal lelah mencucurkan keringat dan tenaganya demi menghidupi keluarga, sosok yang tak pernah mengatakan cinta dan sayang namun kerja kerasnya merupakan bukti bahwa cintanya merupakan sesuatu hal yang begitu besar untuk diungkapkan. Kerutan-kerutan halus mulai nampak pada wajahnya, namun ketampanan ayahku seolah tak pernah termakan waktu.

Sepertinya ayah tertidur di sofa karena menungguku, ya, aku, putri bungsunya yang kini telah beranjak dewasa. Aku bukan lagi gadis kecil yang akan bisa menghabiskan waktuku bersamanya, aku bukan lagi gadis kecil yang akan menangis ingin ditemani tidur olehnya. Waktu merubah keadaan dan kenyataan, kedewasaan tak dapat ku hindari. Tetapi aku, sampai kapanpun aku adalah putrinya, putrinya yang sangat ia sayangi. Ayah adalah sosok yang akan menjagaku tanpa diminta, sosok yang akan memberiku tanpa mengharapkan balasan.

Kasih sayang Ayah adalah sebuah ketulusan dan cinta yang abadi, sekalipun kelak raganya tak akan bersamaku, namun cinta dan kasih sayang ayah selalu hidup dalam jiwa dan sanubari. Ibuku pergi karena pengorbanannya demi melahirkanku. Sejak saat itu ayah merawatku dan kakak laki-lakiku yang berjarak 2 tahun denganku sendirian. Bisa kubayangkan betapa sulitnya merawat dua orang anak seorang diri. Namun Ayah tak pernah mengeluh sedikitpun.

Tanpa ku sadari mataku berkaca-kaca menatapnya, aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa kehadirannya. Perlahan Ayah membuka matanya, “Anak ayah sudah pulang?”  Ia terlihat terkejut dengan kehadiranku, dengan cepat aku mengusap pipiku yang basah karena airmata, “seharusnya Ayah tidur saja, Nadin kan sudah bilang, Nadin banyak tugas jadi pulang malam.”

“Maunya begitu, tapi ayah gak tenang kalau belum lihat wajah anak ayah yang cantik ini,” kata Ayah sembari mengusap kepalaku.

Aku tertawa kecil, “tapi ayah tadi tidur lho.”

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Ayah gak tidur, cuman pura-pura tidur.  Tadi anak ayah kenapa menangis?” Ayah mulai duduk lebih dekat. Mendapatkan pertanyaan seperti itu oleh Ayah aku sampai tak dapat membendung air mataku. Aku langsung memeluk Ayah. Aku ingat, terakhir kali aku menangis di depan ayah adalah ketika aku berusia 5 tahun dan saat itu aku terjatuh saat belajar naik sepeda. Aku mendapatkan luka pada lutut mungilku, ayah dengan cepat berlari dan menolongku, saat aku menangis, Ayah berkata “jangan nangis ya sayang, kalau anak ayah nangis, nanti ayah juga sedih.”

Sejak saat itu, aku tak pernah menangis di depan Ayah, aku tak mau Ayah menjadi sedih, karena bagiku, kebahagiaan Ayah adalah hal penting. Ayah kembali bertanya kepadaku kenapa aku menangis. Namun semakin ia bertanya semakin tak dapat ku jawab. Bagaimana aku menjawabnya ketika alasanku menangis adalah Ayah?

Ayah, ada banyak hal yang ingin kuutarakan, meskipun, bibirku terlalu kelu untuk mengatakannya, tapi Ayah, cinta dan sayangku kepadamu adalah hal yang nyata, sekalipun aku tak pernah mengatakannya. Ayah, meskipun aku memberikan seluruh isi yang ada di dunia ini kepadamu, tak akan pernah bisa membalas segala hal yang telah engkau berikan kepadaku.

Aku putrimu, yang selalu menuntut ini dan itu sehingga membebanimu, maafkan aku ayah, jika kehadiranku adalah merepotkan, tetapi aku tak pernah menyesal. Aku bersyukur, karena aku sadar akan hadirku di dunia ini, aku bagaikan harta yang tak ternilai untukmu bukan?

Ayah, rasa terima kasih aku ucapkan kepadamu, untuk segala pengorbanan dan cinta yang tak dapat kubalas dengan apapun, hanya melalui do’aku kepada Sang Pencipta Ayah, aku percaya do’a adalah hadiah yang tak ternilai dan paling tulus.

Melalui do’a yang setiap hari ku panjatkan untukmu, aku berharap segala hal yang terbaik untukmu Ayah. Ayah, maafkan aku jika aku belum bisa memenuhi semua keinginanmu terhadapku, tapi satu hal yang dapat aku lakukan untukmu Ayah, aku akan ada untukmu, saat tangan dan kakimu tak mampu lagi bekerja, saat tubuhmu mulai mudah lelah dan renta, aku berjanji ayah, aku akan menjaga dan merawatmu sebagaimana engkau telah menjaga dan merawatku.

“Aku sayang Ayah, selamat Hari Ibu, Ayah.”

Saydiansa Photo Writer Saydiansa

even though life keeps giving us lemons, we can still make perfect lemonade😺

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya