[Prosa] Seperti Sirius

Hidup ini tentang kebermanfaatan

Malam ini, kita kembali berdiri berdampingan. Rooftop salah satu gedung tertinggi di kota pelajar menjadi saksi kebisuan malam ini. Mungkin kita sedang sama-sama saling mengenang kenangan belasan tahun silam. Ketika dua orang anak kecil saling bertemu tanpa sengaja dan tanpa rasa. Sejak hari itu, kita memutuskan berteman karena ternyata lokasi rumah berdampingan.

Belasan tahun berlalu, dua anak manusia itu kini telah tumbuh menjadi remaja yang mulai paham apa arti cinta. Terbiasa bersama sedari kecil tanpa sadar menghadirkan rasa di relung hati kita. Sayangnya, semesta hanya mengizinkan kita untuk saling berdampingan, bukan untuk saling memiliki.

Kita adalah salah satu bentuk nyata sepasang luka dalam balutan tawa, sepasang amin yang ternyata tidak seiman. Sebesar apapun cinta di antara kita, sebesar itu juga perbedaan yang ada. Kita dipaksa untuk saling melempar senyum, padahal dalam hati rasanya remuk redam tak karuan.

Hari semakin larut. Rupanya kita semakin tenggelam dalam kenangan tentang masa kecil. Tak ayal, dinginnya udara malam menusuk hingga ke tulang. Namun tak juga mampu membuat kita untuk saling beranjak pergi.

Sepertinya penduduk antariksa sedang berbahagia, karena sejauh mata memandang, megahnya antariksa dengan gemerlap jutaan bintangnya terus memanjakan mata. Memberikan rasa bahagia yang membuncah di dalam dada ketika memandangnya. Tapi, lagi dan lagi kita terjebak dalam keheningan.

"Aku ingin menjadi seperti Sirius," ucapku memecah keheningan kala itu.

"Kenapa Sirius?" tanyanya dengan penasaran.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Entahlah...mungkin karena Sirius adalah bintang paling terang yang dapat terlihat dari belahan bumi manapun."

Dia terdiam, menungguku memberi penjelasan.

"Sejak mengenal antariksa, aku memang jatuh hati padanya. Setitik cahaya di luasnya langit malam. Meski memiliki jarak 8,6 tahun cahaya dari bumi, Sirius tetap memesona. Aku selalu ingin menjadi seperti Sirius, menjadi yang paling terang untuk duniaku. Meski pada akhirnya Sirius akan redup dan menyerah pada semesta, Sirius tetap akan dikenang sebagai bintang paling terang yang dimiliki Galaksi Bimasakti."

"Lantas, bagaimana caranya menjadi seperti Sirius? Apa harus pergi ke bulan?" tanyanya menoleh ke arahku.

Sepintas aku terkekeh. "Itu kan hanya perumpamaan. Hidup ini tentang kebermanfaatan. Meski hanya orang-orang di sekitarmu yang merasakan, jadilah bermanfaat bagi sekelilingmu. Menebar banyak tawa untuk bahagia. Sama seperti Sirius, cahayanya mampu membahagiakan banyak penduduk bumi yang mengaguminya, sebelum semesta menjadikannya tiada."

Aku menoleh ke arahnya yang nampak termenung mendengar inginku. Mungkin sedikit aneh kedengarannya. Namun, begitulah adanya.

Menurutku, hidup ini adalah tentang bagaimana kita mencari bekal untuk kembali pulang, untuk tumbuh menjadi sebaik-baiknya manusia. Agar kelak ketika takdir membawamu pergi, namamu akan tetap abadi.

Baca Juga: [PROSA] Teman yang Menghilang

DESTANIA ANGGRAINIl Photo Writer DESTANIA ANGGRAINIl

Mengagumi Antariksa beserta gugusan bintang-bintang di dalamnya 💫 mari berteman lebih dekat di instagram @destaniaagr_

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Chalimatus Sa'diyah

Berita Terkini Lainnya