[CERPEN] Koma

Perjalanan kita merangkai cerita masih terhenti pada tanda koma.

 

Tetes keran bocor menggema hingga ke ruang tidur. Ritmenya yang teratur seolah menjadi latar suara tayangan fenomena kehidupan di cakupan lensa mataku. Kutatap lekat wajah lelapmu. Jantungku bertalu menghitung waktu. Kulirik sekilas jam dinding satu-satunya di kamar ini. Aku tak bisa membunuh waktu. Seolah roda berputar, jarumnya terus bergerak melingkar tepat 360 derajat.

Kurebahkan perlahan kepalaku di atas lenganmu yang terjulur bebas. Kau tepuk pelan tepian lenganku.

"Jam?" tanyamu singkat tanpa membuka mata. Kau lebih suka mendengar fakta dari orang lain ketimbang melihat langsung kenyataan pahit sore itu.

"Empat tepat," jawabku lirih dengan nada yang kentara gusar. Matamu seketika membelalak.

"Secepat itu? Aku masih rindu," katamu dengan gamang. Responku tak lain hanya berusaha menenggelamkankan kepalaku ke dalam dadamu. Seolah berharap bisa menyimpan rapat diriku jauh di lubuk hatimu.

Sekian menit kita bisu. Memilih mendengarkan detak jantung masing-masing dan gema suara tetes air. Tak ada kata. Dinding dan udara sudah tahu apa-apa yang tak tersampaikan.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Mata basah kita bertemu. Kugigit rapat bibitku dalam usaha menahan air mata tertumpah. Satu usapan lembut di puncak kepalaku rupanya cukup untuk meruntuhkan pertahananku. Pipiku basah air mata.

Kau diam menunggu tenang. Kutundukkan kepalaku. Kualihkan pikiranku dari manik bola mata sendumu. Aku tau kau pun merasa sama beratnya dan aku tau bahwa kau meneguhkan dirimu untukku. Aku bayi besarmu yang seolah hanya mengenal air mata.

Kau siapkan aku mengantarmu berangkat. Kau bawa langkah kakiku ke terminal keberangkatan. Melewati gelombang pengunjung di sepanjang lorong. Aku masih termenung. Diam mematung.

"Sabar," katamu. "Aku pasti menunggumu disana. Kita sudah sejauh ini selama ini, bersabarlah sedikit lagi. Kita akan temukan cara. Bersabarlah sedikit lagi." Kujawab pernyataanmu dengan anggukan kepala dan satu pelukan singkat. Kulambaikan permukaan dalam tanganku ke arahmu yang bergerak menjauh dariku. Mendekati pintu keberangkatan yang menelanmu ke balik pintu mesin pindai.

Aku masih berdiri. Menunggu deru mesin terbang dari arah landasan sebelum berbalik badan. Pulang kembali ke pemberhentian sementaraku. Titik cengkrama kita dalam keterbatasan waktu.

Perjalanan kita merangkai cerita masih terhenti pada tanda koma. Koma yang memang masih berkawan karib dengan keseluruhan tiket penerbanganmu. Suatu saat, seperti roda yang menggelinding perlahan. Kata mengalir menjadi kalimat-kalimat cerita. Memutus rantai jarak. Bergerak ke arah tujuan bersama. Satu titik.

End of the story.

 

Dian Lestari Wilianingtyas Photo Verified Writer Dian Lestari Wilianingtyas

Numpang nulis buat lepas penat.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya