[CERPEN] Menanti Tanpa Arti

Penantian lama seorang kekasih yang tiada arti

Gemerlap lampu jalanan berhasil memudarkan pandanganku dari indahnya kemilau bintang yang ada di langit gelap. Gemuruh mesin kendaraan berhasil meriuhkan pendengaranku dari merdunya suara angin malam yang berhembus. Getaran emosi manusia yang sedang depresi berhasil mengganggu perasaanku.

Hanya karena itu, pikiranku menjadi penat dan suram. Tubuhku menjadi tak sekuat biasanya. Kepalaku pusing, punggungku enggan untuk ditegakkan, dan mataku sungguh terasa berat.

Tiba-tiba aku terbangun di sebuah rumah megah dengan perabotan mewah dan lengkap. Sungguh aku kegirangan melihat piano hitam yang terpampang di ruang tengah bersebelahan dengan cello. Tanpa berpikir panjang aku segera duduk dan jemariku menari lincah di atas tuts piano. Aku memainkan lagu "G Minor Bach" yang diciptakan oleh Lou Ni. Entah kenapa lagu dengan tempo cepat ini membuat jemariku tertantang untuk memainkannya dengan sepenuh hati.

Di sebelahku tampak seorang wanita cantik mengenakan dress merah dengan rambutnya yang lurus menghampiri cello coklat itu. Dengan penuh semangat ia mengayunkan tangannya untuk memainkan senar-senar tebal itu. Kami berdua terhanyut dalam lagu itu hingga tak terasa jika keringat sudah membasahi dahi kami.

Hatiku yang semula hampa sontak terisi dengan melodi indah. Aku merasa semua yang ada di sekitarku hanya diam terpaku melihat kami dikelilingi oleh bunga-bunga yang sedang berdansa di atas kepala.

Apakah ini yang disebut dengan hiburan? Apakah ini yang disebut dengan kebahagiaan? Apakah ini yang disebut dengan kepuasan?

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Setelah kami selesai bermain, perempuan itu tersenyum kepadaku dan berjalan menaiki tangga kayu itu. Aku pun segera mengikutinya perlahan sembari memandangi juntaian rambut cokelatnya. Perempuan itu lalu masuk ke sebuah ruangan gelap. Aku pun penasaran apa yang ada di dalam sana.

Perlahan kulangkahkan kaki menuju ruangan itu. Kunyalakan saklar agar lampu menerangi ruangan tersebut. Tapi kenapa tak kutemukan perempuan cantik itu? Mataku malah terbelalak oleh seorang wanita tua yang terkapar dengan buih putih yang keluar dari mulutnya. Kulihat banyak pil berceceran di sekitar tubuhnya. Sepertinya dia sudah tidak bernyawa akibat memakan pil itu.

Aku bingung, siapa dia. Lalu di mana perempuan itu? Kudekati manusia itu, kuletakkan dua jari di lehernya untuk mengecek denyut nadinya. Ah kesal, tak kurasakan sedikitpun denyut itu. Tapi di lehernya malah kutemukan sebuah tato bertuliskan "Melodi". Kemudian kucoba mengangkat tubuhnya untuk kupindahkan di atas kasur. Namun apa daya, aku tak sanggup mengangkatnya. Tubuh itu terasa begitu berat hingga terjatuh ke lantai bersama sepucuk surat yang terselip di lengannya. Kubaca surat itu perlahan.

Untuk Alto kekasihku

Alto bagaimana kabarmu?
Sungguh rindu aku dengan semua omelanmu jika aku salah kunci dalam bermain cello. Semua lagu ciptaanmu kukumpulkan dengan rapi dalam catatan harianmu. Sesekali kumainkan lagumu untuk mengobati rinduku padamu.

Hari ini aku membaca berita bahwa ada 5 pianis Indonesia pengharum nama bangsa, yakni Bubby Chen, Dwiki Dharmawan, Indra Lesmana, Teguh Sukaryo dan Yovie Widianto. Tak usah khawatir jika tak ada namamu di sana. Yang jelas, kamu adalah pianis terbaik di hatiku.

Sudah 40 tahun kau tak lagi duet bermain musik denganku. Aku sangat rindu melihat jemarimu lincah melompat-lompat di atas tuts piano itu. Aku tahu, sebelum kau pergi, kau bilang padaku jika kau merasa muak hidup di dunia ini. Hingga akhirnya kau memutuskan pergi meninggalkanku selamanya. Aku ingin sekali menyusulmu. Tapi aku takut menyusulmu dengan cara yang sama. Aku tak suka dengan pisau. Hingga akhirnya aku coba menanti malaikat itu datang untuk mencabut nyawaku. Tapi kenapa ia tak kunjung datang? Aku lelah menanti. Aku lelah dibayang-bayangi oleh kenangan indah kita setiap melihat piano besar itu. Tapi sekarang aku sudah memutuskan. Aku akan menyusulmu dengan caraku sendiri.

Bali, 23 Oktober 2020

Salam Cinta,
Melodi

Aku baru tersadar jika Melodi adalah kekasihku. Aku juga baru tersadar jika aku adalah Alto yang ditemukan mati dalam keadaan pembuluh nadi sudah tersayat pisau di kamar mandi. (nda)

Baca Juga: [CERPEN] Eksistensi 

Endah Sulistiawati Photo Writer Endah Sulistiawati

Freelancer, Volunteer, Teacher

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya