[Cerpen] T-Time

Satu kesempatan untuk mengubah masa depan

Sepasang kekasih senja itu duduk di beranda rumah, kepulan uap yang berasal dari dua cangkir kopi menemani kata demi kata yang mereka renda sepanjang obrolan di malam dengan guyuran hujan deras, yang tak mengendur sedikitpun derasnya sejak siang tadi. Sepasang kekasih senja itu adalah kedua orang tuaku.

Hari ini, 1 Oktober 2025 adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke-58. Itulah sebabnya mengapa saat ini aku dan adikku sedang mengendap-endap di belakang mereka, tanganku menggenggam baki kue tart dengan lilin berbentuk angka 58, bermaksud untuk memberi mereka kejutan. Tetapi sebelum langkah kami tiba ke tempat di mana Ibu dan Ayahku berada, terdengar suara gemuruh seperti bangunan runtuh dari belakang rumah, hingga menyebabkan lantai yang kupijak bergetar.

Rumah kami berada di dekat sungai besar, kupastikan suara itu bukan berasal dari dalam rumah kami melainkan dari sungai yang berada di belakang rumah kami.

Sejurus kemudian, terdengar teriakan histeris dari warga, "Tanggul sungai runtuh!"

Seketika suasana berubah menjadi mencekam, kue tart itu terlepas dari tangan dan berhamburan ke lantai, air-air menyeruak memaksa masuk pada jendela-jendela rumah hingga membuat kacanya pecah, aku berusaha menggenggam lengan adikku tetapi terlepas saat air bah itu menghantam ku berkali-kali tanpa jeda, tubuhku berkali-kali menabrak benda-benda keras yang tak lagi bisa kukenali benda apakah itu, gelombang air bah itu seakan tiada hentinya menyerang, hujan semakin deras dengan halilintar menggelegar.

Aku berusaha mencari Ibu, Ayah dan adikku dari kilatan cahaya saat halilintar menyambar. Hingga akhirnya sebuah pohon tumbang menimpaku dan membuat ingatanku menghilang.

Aku terbangun setelah kaget sendiri karena kaki kiriku menghentak tempat tidur. Keringat dingin kurasa mengalir di pelipisku, dengan tangan yang masih gemetar kuraih ponsel di meja samping tempat tidurku. Mataku terbelalak ketika melihat tulisan, "Selasa, 1 Oktober 2018 pukul 07.30" di layar ponselku. Aku menghela napas panjang seakan baru saja menyelesaikan sebuah masalah besar.

"Mimpi mengerikan!" gumamku, bergidik.

"Itu bukan mimpi, itu kejadian nyata yang kamu alami 7 tahun dari sekarang," sahut seorang dengan suara berat, bola mataku bergerak-gerak mencari asal suara, tetapi tidak kutemukan.

"Siapa kamu?"

"Kamu diberi kesempatan untuk mengubah masa depan, ajak semua warga membangun bendungan besar di sungai agar kalian tidak celaka pada 7 tahun yang akan datang nanti."

"Bagaimana mungkin? Lagipula aku yakin mereka tidak akan begitu saja percaya padaku."

"Temui orang bernama T-time dia akan membantumu."

"T-time? Siapa dia? Dimana aku bisa menemuinya?"

"Waktumu tidak banyak! Kau hanya diberi waktu sebelum tanggal 1 berganti menjadi tanggal 2."

"Hei, itu terlalu singkat!" ucapku berteriak, tetapi dia tak menjawab lagi. "Bisakah aku meminta foto orang yang bernama T-time itu?" seruku lagi, tapi suara itu tak lagi terdengar, raib bak wujudnya.

"Sial! T-time, nama macam apa itu? Mana ada orang yang bernama T-time di dunia ini." gerutuku.

"Kamu mengingau lagi?" Suara seorang wanita terdengar sedikit berteriak dari luar kamar.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Tidak, Bu," jawabku lalu bergegas keluar. "Aku pergi dulu Bu," lanjutku.

"Mau ke mana?"

"Ke rumah Pak Lurah."

"Hah? Mau apa? Sarapan dulu!"

"Nanti saja," kujawab sambil berlari.

Di beranda rumah yang terbuat dari kayu Merbau dengan model desain Jawa kuno itu, terlihat Pak Lurah tengah berdiri di halaman rumahnya, segera aku bergegas menghampiri.

"Mau apa kamu?" tanyanya.

"Saya datang dari masa depan, kita harus membangun bendungan di sungai. 7 tahun dari sekarang akan ada banjir bandang serupa tsunami yang memporak-porandakan kota."

"Sungai kecil seperti itu mau dibangunkan bendungan? Bendungan gundulmu! Lagi pula membangun bendungan itu butuh biaya besar, pergi ke Walikota saja sana! Siapa orang tuamu? Dasar edan!" Setelah puas memaki dia lalu mengusirku.

Dengan sisa waktu yang ada, aku menemui Walikota, ini sangat gila memang, tapi kau harus percaya aku melakukannya. Di luar dugaan sang walikota menurutiku, berkali-kali terimakasih kuucapkan kepadanya.

"Kenapa bapak percaya pada saya?" tanyaku.

"Karena aku adalah seorang penjelajah waktu, sama sepertimu."

"T-time?"

"Sssttt.."

Waktu yang diberikan padaku kian sempit, seluruh warga dikerahkan untuk bekerja membangun bendungan. Namun, saat waktuku telah habis bendungan itu baru rampung setengah, aku dikirim kembali ke tanggal 1 Oktober di tahun 2025.

Aku menghela napas panjang, lega rasanya saat kulihat semua masih baik-baik saja, kutengok dari jendela dapur, bendungan itu memang hanya setengah tetapi bisa menahan deras air sungai.

"Kak sini, kuenya sudah siap!" Ucap adikku, menyodorkan baki kue tart padaku, aku menyambutnya.

Kami berdua berjalan ke arah Ibu dan Ayahku. Lalu tiba-tiba suara bangunan runtuh itu terdengar dan air bah menghantamku dari belakang.

"Sial, aku gagal!" dengusku sesaat sebelum air bah itu menelanku.

Fatimah Ridwan Photo Verified Writer Fatimah Ridwan

75% Introvert

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya