[CERPEN] Hello, Yesterday (Bagian 3)

Nostlagia mantan-mantan Amelia

"... Gak ada yang namanya cowok sempurna. Kalaupun iya, palingan dia ada di dua situasi. Pertama, udah ada yang punya. Kedua, dia suka cowok."

Amelia merasa dirinya tak pernah hoki dalam masalah asmara. Sebab, semua mantannya tak ada yang mencapai garis 'kenormalan'. Heri, mantan pertama, suka mengupil. Juna, mantan kedua, punya kebiasaan mengorek telinga. Reza, mantan ketiga, ganteng-ganteng tapi suka kentut sembaranga.

Namun, yang paling parah adalah Andar. Dia gak pernah keramas. Amelia baru menemukan sisi 'gelap' mantan keempatnya itu ketika mereka sedang nge-date di sebuah kafe.

Flashback dalam flashback on

“Makasih, ya, mau traktir aku minum,” ucap Amelia malu-malu.

“Santuy. Lagian, memang tugasku supaya terus loyal sama kamu,” balas Andar sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Di sela-sela momen 'bahagia' tersebut, hidung Amelia mendeteksi bau yang sangat menyengat. Wajah perempuan tersebut berubah menjadi jelek sekali.

“Demi sempak kuda, bau apa ini?” tanyanya dalam hati. Ia lalu melirik ke kanan dan ke kiri, mencari sumber bau. “Perasaan, tadi gak ada, deh.”

Sikap Amelia itu lantas membuat Andar penasaran. “Amel, kamu cari apa? Dari tadi aku lihat kamu celingak-celinguk terus.”

"G-gak papa, kok. Tadi ada lalat. Pergi kau, lalat sialan!” Ia berpura-pura mengusir lalat khayalan.

Tiba-tiba, sebuah benda putih mendarat di Iced Moccachino yang dipesan Amelia. Tidak lain dan tidak bukan, itu berasal dari pacarnya sendiri. Terlihat, 'salju' beterbangan dari kepala Andar yang sedang digaruknya. Tentu saja, ‘salju-salju’ itu akhirnya mengontaminasi udara dan minuman mereka.

“Ya, Dewa. Mimpi apa hamba kemarin?” ucap Amelia pada dirinya, masih shock berat.

Karena tidak tahan lagi, Amelia melancarkan aksi ngibul-nya.

“Andar, ibuku tiba-tiba nyuruh pulang. Aku pergi sekarang."

“Aku antar, ya?” tawar Andar.

“Gak usah! Rumah aku dekat-”

Karena berbicara sambil berjalan, Amelia tidak memerhatikan langkahnya. Ia pun tersandung. Akan tetapi, berkat kesigapan Andar, Amelia terselamatkan dan jatuh dalam pelukan pacarnya itu. Malangnya, perempuan tersebut malah semakin merana.

Pasalnya, ia akhirnya menemukan sumber bau menyengat tadi, yakni rambut Andar. Seolah Amelia keracunan gas, dirinya pun mimisan, menangis, dan mual.

“Kamu gak papa, Mel? Lho, kamu kenapa nangis?”

Tanpa salam perpisahan atau apapun, Amelia langsung meninggalkan Andar. Sejak saat itu pula, dirinya memutuskan untuk tidak berurusan lagi dengan laki-laki beserta 'salju-salju'-nya itu.

Flashback dalam flashback off

Sekarang, Amelia kembali dihadapkan dengan situasi yang tak jauh berbeda. Sebenarnya bukan masalah besar, tapi sengaja ia besar-besarkan. Mungkin, ini ada hubungannya dengan sikap Amelia yang begitu mudah jatuh cinta. Namun, di saat yang bersamaan, dirinya juga begitu mudah melupakan.

Elisa kemudian menyikut Amelia. “Gak mau coba sama dia, Mel?”

"Apaan, sih? Siapa juga yang suka sama dia?"

"Ipiin, sih? Siipi jigi ying siki simi dii?" ejek Lilis.

"Dengar, ya, kalian bertiga. Gak ada yang namanya cowok sempurna. Kalaupun iya, palingan dia ada di dua situasi. Pertama, sudah ada yang punya. Kedua, dia suka cowok."

Mendengar itu, 'Trio FELis' terbelalak. Kelihatannya, mereka baru sadar tentang hal itu sekarang.

"Jadi... Kakak ganteng yang aku taksir itu... gay?" Lilis mendadak berada dalam existential crisis.

"Gak! Gak bisa begini!!" Felisa kembali berteriak dan membuat retak tembok seisi sekolah.

Amelia berkata seperti sebenarnya supaya ia tak terlalu berharap lagi. Udah capek, pikirnya. Awalnya, dicobanya untuk membohongi perasaan hati. Lama-kelamaan, rasa itu tak dapat disembunyikan dan malah meluap ke penjuru tubuhnya.

Alhasil, Amelia selalu berusaha untuk curi-curi pandang dengan laki-laki tersebut, yakni the one and only Raka. Saat di kantin, ia menilik Raka. Saat berjalan di koridor, ia menilik Raka.

Dan yang paling ia senangi adalah sewaktu pulang sekolah. Sebab, Raka sering terlihat bermain basket. Saat kaki berjalan menuju gerbang, kedua mata Amelia kembali beraksi.

“Bahkan, wajahnya tetap glowing walaupun berkeringat, Gusti," Amelia membatin.

Terlihat, Raka mengibaskan rambutnya setelah mencetak skor.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

So badass!” lanjut Amelia dalam hati.

Tanpa disadari, Raka menoleh ke arah Amelia. Secara refleks, perempuan itu langsung memalingkan wajah. Kalau harus bertatapan, Amelia belum sanggup sepertinya.

Namun, ada kejadian lain yang lebih memalukan. Yup, di hari itu, ketika pelajaran olahraga. Bisa dibilang, semua ini terjadi akibat kecerobohan Felisa.

“Kita hari ini main apa?” tanya Felisa kepada Widi, bendahara kelas Amelia.

“Main bola lagi,” jawab Widi.

Semua siswi tampak kecewa. Bagaimana tidak, di pertemuan sebelumnya, mereka sudah bermain sepak bola. Di samping itu, Felisa pasti akan menguasai bolanya; tak mau berbagi.

"Sudah, jangan protes! Mending, langsung kita bagi jadi dua tim-"

Bola yang ada di tangan Widi sudah berpindah tangan pada Felisa. 

“Tangkap, Lis!”

Dirinya kemudian melakukan sebuah tendangan super. Berharap Lilis akan menangkapnya adalah sebuah kemustahilan. Alhasil, bola yang melesat begitu kencangnya tersebut mendarat di sebuah kelas.

“Gawat!” Felisa kabur.

“Woi! Ambil bolanya!” teriak Widi, mengejar Felisa.

Anehnya, Elisa dan Lilis malah mengejar Felisa. Malangnya, di saat ingin kabur, tangan Amelia telah berada dalam genggaman Lilis.

“Kamu juga harus kena getahnya!” kata Lilis, menyeret Amelia.

***

“Kemana... Bola… Nya?” ucap Felisa masih ngos-ngosan.

“Kupikir kamu mau kabur.” Widi juga terengah-engah.

“Teman-teman..." kata Elisa. "Tamatlah riwayat kita."

Ternyata, kelas yang kacanya pecah adalah kelas 2-IPA 1. Dan pada saat itu, guru ter-killer seantero sekolah mereka sedang mengajar kelas tersebut. 'Trio FELis' dan Widi langsung berlari ke belakang Amelia.

“Eh? Kalian ini kenapa?”

“Mel... Raka, kan, kelas 2-IPA 1…” kata Elisa.

“Dalam rangka PDKT, kamu duluan yang masuk, ya?” sambung Lilis.

“Siapa bilang aku PDKT-"

“Udah buruan!”

Widi pun mendorong Amelia. Perlahan, ia melangkah menuju depan kelas 2-IPA 1. Mengingat Raka dan guru killer tersebut berada di kelas yang sama, Amelia jadi semakin gemetar tak karuan. Namun, Dewi Fortuna sepertinya berpihak kepada mereka. Kelas 2-IPA 1 sedang dalam pelajaran kosong.

"Guys! Bapak itu gak ada!"

Di saat Amelia berbalik, teman-temannya pun sudah tidak ada. Ingin memaki sebenarnya, tapi ia harus mengambil bola itu terlebih dahulu.

"Hei."

Amelia sudah banyak menonton drakor dalam kehidupannya. Jadi, dia yakin suara tersebut bukanlah orang yang ia sukai. Maksudnya, kehidupan nyata tak mungkin seperti drama. Akan tetapi, tebakannya sangat meleset.

"Jadi, kalian yang mecahkan jendela kelas kami, ya?!"

Di hadapannya, sudah ada Raka dengan muka masamnya. Wajah Amelia benar-benar merah. Kalau bisa menangis, dia akan menangis saat itu juga. Tanpa pikir panjang, dirinya langsung merampas bola dari Raka dan berlari secepat-cepatnya seraya berteriak.

“Hei!!”

Amelia bisa mendengar jelas teriakan Raka. Tak peduli apakah laki-laki itu mengejarnya, dirinya hanya terus berlari karena saking malunya. Meskipun begitu, Amelia sama sekali tidak jerah dalam jalan untuk tetap menikmati paras Raka yang membahana. Benar, kan? Gadis itu memang bar-bar.

- Bersambung ke "Bagian 4: Pendekatan dan Pertemuan Pertama"

Baca Juga: [CERPEN] Hello, Yesterday (Bagian 2)

E N C E K U B I N A Photo Verified Writer E N C E K U B I N A

Mau cari kerja yang bisa rebahan terus~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Atqo

Berita Terkini Lainnya