[CERPEN] Violeti

Hadirmu dalam mimpiku sama sekali tak aku harapkan

Malam memang tak pernah mengecewakanku. Hari yang melelahkan berakhir dalam tidur yang lelap. Kemudian, mimpi indah menyambut bersamaan dengan selimut yang membalur tubuhku. Aku tak tahu apakah aku harus menyombongkan ini, tapi aku belum pernah merasakan mimpi buruk. Sekalipun belum pernah.

Anehnya lagi, aku bisa bermimpi apa saja sesuka hatiku. Di saat diriku ingin terbang di udara, maka tubuh ini pun mengangkasa. Apabila ingin bertarung dengan seekor naga, maka hadirlah reptil raksasa tersebut. Bahkan, kalau aku ingin menjadi presiden Wakanda, aku pun juga bisa.

Seolah diriku memiliki kekuatan super layaknya cerita fiksi di komik dan webtoon. Namun, di saat aku ingin menemui dalam mimpiku, mengapa kau tak pernah muncul?

Masih menjadi sebuah misteri, tapi apa yang bisa ku perbuat? Melihatmu dan juga menyukaimu dari jauh saja sudah cukup bagi gadis udik sepertiku. Lagi pula, aku takut bakal berbuat yang aneh-aneh kalau ada dirimu di mimpiku.

Memang, mimpi buruk sangat anti untuk menghampiri. Akan tetapi, malam itu menjadi sebuah sejarah, di mana sangat bisa kurasakan kengerian di sekujur tubuhku. Namun, bukan hanya itu saja. Malam itu juga menjadi sejarah antara kau dan aku yang berjumpa dalam tidurku.

***

"Salam jumpa, Putri Wionna. Atau, haruskah aku memanggilmu sebagai Rosalina?"

Seorang pria tua berjubah hitam jatuh dalam pandanganku, sesaat 'ku membuka mata. Wajahnya keriput dengan bekas luka membujur di tengah mata kirinya. Aku tak mau menduga-duga, tapi nampaknya, mimpi menjebakku dalam salah satu adegan dari komik yang ku baca. Violeti judulnya.

Berkisah tentang seorang gadis desa bernama Rosalina yang tiba-tiba dibawa ke Kerajaan Canina. Sebab penangkapannya lantaran ia dikira putri mahkota pertama yang telah lama menghilang, yakni Putri Wionna. Keduanya memiliki wajah dan perawakan yang begitu mirip.

Mengetahui dirinya bukanlah sang putri yang dicari, para penjaga kerajaan yang sudah mencari selama kurang lebih 2 dekade berujung frustrasi dan memaksa Rosalina untuk berpura-pura menjadi Wionna. Sewaktu ditangkap itu pula, ia bertemu dengan salah satu penjaga bernama Arthur yang dikisahkan akan menyelamatkannya ketika diculik oleh seorang mantan menteri kerajaan.

Aku memang belum selesai membaca, tapi alur kisahnya sangat mudah ditebak. Pertemuan awal antara Arthur dan Rosalina memang kurang baik, tapi aku yakin, mereka akan bersama dan akhirnya menikah. Sangat klise dan membosankan. Itu sebabnya aku tak lanjut membacanya lagi. Namun sekarang, aku malah menjadi Rosalina yang disekap oleh si menteri kerajaan, Zalozba. 

"Namamu sama sekali tak terdengar seperti keturunan kerajaan. Oh, ya, kau, kan, memang bukan putri mahkota," ucap Zalozba, kemudian tertawa terbahak-bahak.

Pria tua yang telah mengabdi seumur hidupnya kepada Kerajaan Canina ini memang sungguh jelek, mulai dari tampang sampai dengan sifatnya. Manipulatif dan pandai bersilat lidah. Dirinya semakin menjadi-jadi setelah dibuang oleh Raja Maxime akibat sebuah insiden. Aku selalu geram setiap kali namanya muncul dalam cerita.

Meskipun demikian, dirinya terbilang cemerlang. Kecurigaan dan rasa selalu ingin tahu membawa Zalozba menjadi satu-satunya yang mengetahui latar belakang Rosalina. Tentu, ini ia manfaatkan untuk melancarkan rencananya, yaitu kembali mendapatkan kepercayaan sang raja dengan membongkar kebohongan Arthur dan penjaga lainnya.

"Bagaimana tidurmu, gadis muda? Ku harap, kursi yang kusediakan memberimu kenyamanan," kata Zalozba seraya menyeruput secangkir teh yang baru saja dibuatnya.

Aku baru sadar kalau tubuhku terikat kuat dengan tali tambang ke kursi. Wajahku juga entah kenapa terasa perih. Meskipun ini mimpi, sakit yang ku alami terasa begitu nyata.

"Jangan anggap ini sebagai sebuah penyiksaan. Aku hanya takut dirimu bakal jatuh dari kursi sehingga aku harus mengikat tubuhmu," jelas Zalozba.

"Cantikmu juga tak akan hilang akibat luka dan lebam yang ada di wajahmu. Sebab, kau juga memang tak pernah cantik sejak awal," sambungnya dan kembali tertawa kencang. 

"Berisik."

Ucapanku tadi seketika membuat Zalozba hening. Aku yakin, dirinya terkejut lantaran Rosalina yang asli tak akan pernah berani melawan.

"Wah, wah. Sebuah perkembangan dari seorang Rosalina. Ku pikir, kau hanyalah perempuan yang tahu manggut-manggut saja." Zalozba lalu menepuk tangannya. "Bravo, Rosalina. Bravo."

Tanpa ada isyarat, Zalozba mengeluarkan sebuah tongkat yang memancarkan sebuah sinar. Cahaya tersebut datang menuju diriku dan menghantam tubuhku. Seketika sekujur badanku terasa terbakar. Mulut ini sangat ingin berteriak sekuat-kuatnya. Namun, rasa sakit yang luar biasa ini menahan suaraku.

Zalozba kemudian berkata, "Mendengar seorang gadis desa kotor berbicara benar-benar membuatku ingin muntah."

Aku sedikit menyesal karena tak selesai membaca Violeti. Pasalnya, aku tak tahu apa yang bakal terjadi pada Rosalina selain diselamatkan oleh Arthur nantinya. Kalau ternyata ia akan terus disiksa, aku harus cari cara untuk segera bangun. Dalam rundungan sakit, aku pun berimprovisasi.

"Ramsus," ucapku. "Sama sekali tak bersalah."

Zalozba berbalik badan.

"Apel yang ia sediakan untuk perayaan ulang tahun Putri Wionna yang kesepuluh tidak ada yang beracun. Kebetulan saja ada yang meracuni salah satu buah dan mengenai target yang salah. Namun, kau menghasut Raja sehingga Ramsus pun dieksekusi."

Zalozba bergeming.

Aku lanjut berbicara, "Kas kerajaan sebenarnya juga tak pernah dicuri orang luar. Yang sebenarnya terjadi, kau mengambilnya untuk dinikmati bersama antek-antekmu."

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Dan yang paling menyedihkan, jubah, rumah, dan tongkat sihir yang kau pegang itu bukanlah milikmu. Kau merampasnya dari seorang penyihir yang telah kau bunuh sesaat setelah Raja mencabut jabatan dan mengusirmu dari kerajaan," imbuhku.

Tampak jelas bola mata Zalozba geletar. Tubuhnya seketika gemetar. Dirinya pasti bertanya-tanya bagaimana bisa ada seseorang mengetahui dosa-dosa yang selama ini berhasil ia sembunyikan. Syukurlah sang penulis membeberkan kisah Zalozba di awal-awal. Kalau tidak, aku pasti sudah tak sempat membacanya.

Meskipun sempat merasa menang, aku sejenak lupa kalau pria tua ini adalah antagonisnya. Tentu saja, kabut hitam tetiba bersimbah di sekitar tubuhnya. Barang-barang yang ada mulai bergetaran. Seisi ruangan seolah disusupi oleh amarahnya.

"Kau ternyata lebih menjengkelkan dari yang kukira," kata Zalozba.

Tongkat sihirnya kembali bercahaya. Namun, warnanya sekarang begitu merah dengan sesekali memancarkan kilat.

"Sial. Aku belum siap mati," batinku. "Ayolah, Arthur. Cepat datang!" harapku.

"Musnahlah!!"

Aku sama sekali tak tahu apa yang bakal terjadi apabila sinar tersebut mengenaiku. Besar harap, aku terbangun dan kembali ke realita. Sayangnya, itu tidak terjadi. Sebab, Arthur sudah datang to the rescue.

Arthur yang jatuh dari angkasa membuat atap ruangan hancur. Dengan tamengnya, dirinya gesit menangkis serangan Zalozba. 

"Putri Wionna! Kau tidak apa-apa?"

Kemunculan Arthur memang sudah ku perkirakan. Hanya saja, kehadiranmu sebagai seorang Arthur dalam mimpiku tak pernah sekalipun ku harapkan.

"Ini aku lagi mimpi, kan?" batinku.

Bagaikan mimpi dalam mimpi, aku tak tahu apakah mataku mengelabui. Ada kamu, berambut putih lengkap dengan baju zirah, terengah-engah seraya melindungiku dari bahaya. Masih begitu mustahil melihat dirimu karena selama ini, aku tak pernah bisa memunculkanmu dalam tiap bunga tidurku.

"Sialan kau, Arthur!" pekik Zalozba yang bangkit kembali setelah tersungkur sewaktu Arthur menangkis serangannya.

"Selama ini, aku mungkin selalu sabar menghadapimu, Zalozba. Namun, aku takut, hari ini adalah hari terakhirmu memijakkan kaki di negeri ini," ucap Arthur.

Zalozba lantas membalas, "Jangan harap!"

Tameng yang Arthur bawa seketika memancarkan cahaya putih. Menyeruak begitu terang sehingga tak ada satupun sudut ruangan yang tak terkena pancarannya.

"Sebaiknya, kau menutup matamu, Putri Wionna," suruh Arthur.

Bahkan di saat ku tutup kedua mata, terangnya cahaya masih tampak. Jantungku berdegup kencangnya bersamaan dengan erangan Zalozba di udara. Masih terus ku pejamkan mata hingga akhirnya hening berbicara.

Aku tak mendengar lagi suara pertarungan ataupun teriakan Zalozba. Dentingan jam yang mengisi gendang telingaku sekarang.Ternyata, aku sudah kembali di dunia nyata. Sebenarnya, masih ingin mengingat-ingat mimpi barusan, tapi jam sudah menunjuk ke angka 6 dan aku harus bergegas ke sekolah.

"Kenapa dia bisa muncul, ya?"

Kata orang, memimpikan orang lain ada hubungannya dengan rindu. Aku memang menyukaimu, tapi aku tak begitu rindu. Soalnya, aku bisa terus melihatmu dari Senin sampai Sabtu. Atau jangan-jangan, kaulah yang rindu sehingga mengambil alih fantasi dan dunia mimpiku.

Aku terus bertanya-tanya bahkan setibaku di kelas dan melihatmu langsung. Masih tergurat jelas betapa gagahnya dirimu dalam baju besi dan berambut putih layaknya Arthur.

Kalau ku lihat-lihat, kau dan Arthur sepertinya tidak jauh beda. Sama-sama dingin dan tampak angkuh. Wajahmu pun kelihatan misterius, tapi tetap hangat. Memang selalu kepincut, sering juga buatku gemay tiap memandangmu. 

Tak tersadar, kau menangkap basah diriku yang tak sudah-sudah memandangimu dari belakang. Sepertinya, kau bisa merasakan sengatan dari tatapanku itu.

Dengan muka jutek, kau bertanya, "Kenapa?"

"Eng-engak kenapa-kenapa, kok. Hehe..." jawabku begitu lugu.

Violeti memang bukanlah cerita favoritku. Namun, setelah kemunculanmu yang hiasi alur ceritanya, buatku tertarik untuk membuka kisah Rosalina kembali. Mungkin sebaiknya, aku harus membacanya lagi dari awal.

Baca Juga: [CERPEN] Sang Nakhoda

E N C E K U B I N A Photo Verified Writer E N C E K U B I N A

Mau cari kerja yang bisa rebahan terus~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya