[PROSA] Farak

Mengapa aku berbeda dari lainnya?

Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Jarum jam terus berdenting. Tak terasa sudah akhir tahun saja. Pagi, siang, sore, dan malam yang kulalui tampak begitu saja. Sama halnya dengan tubuhku yang tampak di depan kaca. Baik dulu maupun sekarang, tak banyak yang berubah.

Teman-temanku sering ngedumel tentang jerawat yang muncul di wajah. Ada di mana-mana, bahkan ada yang batu juga. Aku hampir tak pernah mengalaminya, paling hanya muncul satu-dua saja. Di saat teman-temanku gencar-gencarnya diet untuk menurunkan timbangan, ada aku yang selalu makan porsi kuli–tapi tetap kurus jua.

Sejujurnya, aku tak pernah mengindahkan bagaimana bentukan fisikku. Sebab, aku yakin, ini adalah my best feature, karunia dari Tuhanku. Aku lahir dengan tubuh yang sempurna, tanpa ada cacat sekalipun. Namun, semua itu mulai berubah di saat the inner me mulai berulah.

"Lu bilang dia biasa aja? Hampir semua cowok di sekolah naksir dia, lho," kata si A. 

"Atau jangan-jangan, lu homo, ya?" sambar si B. 

"Bener juga. Gua gak pernah denger lu punya cewek. Ihh, kok, gua jadi geli, ya?" sahut si C.

"Anj*r, lu kira gua suka batang? Kebetulan aja dia gak menarik buat gua," jawab si D.

Di saat teman-temanku membicarakan tentang perempuan yang mereka taksir, ada aku yang memandang jalur lain. Entah mengapa, setiap hari-setiap detik berganti, kedua mata ini kian terpaku pada si R, seorang adik kelas laki-laki. Tubuhnya tinggi dan kulitnya putih bersih.

Tiap kali kulihat wajahnya, jantung ini tak karuan berdegupnya. Sebuah sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya, tapi aku tak membencinya. Malahan, sensasi tersebut semakin buatku bersemangat menjalani hari. 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Waktu itu, aku tak tahu apakah ini cinta atau kagum semata. Namun yang pasti, aku betah memandangnya lama-lama. Akan tetapi, nampaknya aku terlalu naif kalau menganggap diriku ini tak menyimpang. Karena sepertinya, di balik 'kekaguman' tersebut, terselip perasaan lain yang tak ku mengerti.

Di suatu sore, selepas pulang sekolah, aku menemukan si R berjalan dengan seorang perempuan. Entah mengapa, aku merasa sedih saja. Padahal, aku sangat yakin kalau aku hanya menyukai wajahnya saja. Namun, sewaktu si R mulai menggengam erat tangan perempuan itu, terasa sesak di dada. 

Kukira, rasa 'suka' tersebut hanya berlaku untuk si R saja. Kenyataannya tidak. Setiap kali diriku menjumpai seseorang yang mirip dengan adik kelasku itu, pasti aku selalu terpikat. Awalnya, enjoy-enjoy saja memandangi satu per satu wajah mereka. Namun, seolah diriku dihantam oleh realita: mana ada laki-laki yang mau menerima rasa dari laki-laki lain.

Pada detik itulah aku baru menyadari kalau diriku ini benar-benar berbeda. Segala hal tentang diriku, baik luar maupun dalam, sangatlah bertolak belakang dari orang-orang pada umumnya. Tak ada orang yang suka dengan sejenisnya, hanya aku sendiri yang begitu. 

Aku yang awalnya don't mind dengan kondisiku akhirnya jadi terus kepikiran. Kalau saja aku setinggi dan setampan si R, aku tak perlu takut soal cinta–karena pasti banyak yang bakal suka. Kalau aku se-manly cowok lainnya, mungkin saja aku tak berakhir menjadi penyuka pria. Dan kalau saja aku terlahir sebagai seorang wanita, pasti aku tak perlu mengkhawatirkan hal yang kurasakan sekarang.

Hari-hari kupandangi wajah ini, aku semakin benci saja. 

"Kenapa, sih, aku berbeda?" tanyaku.

Kalau memang benar semua yang ada pada diriku adalah yang terbaik diberikan Tuhan, mengapa aku malah sengsara dibuat olehnya?

Baca Juga: [PROSA] Pria Pengunjung Mimpi

E N C E K U B I N A Photo Verified Writer E N C E K U B I N A

Mau cari kerja yang bisa rebahan terus~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Atqo

Berita Terkini Lainnya