[CERPEN] Analogi Minum Kopi: Seperti Mencintaimu

Katanya minum kopi harus pelan-pelan, seperti mencintaimu

Menyukaimu itu seperti minum kopi. Harus perlahan, sedikit demi sedikit agar rasa cinta itu semakin terasa, agar pahit-pahit rasa itu mampu menyesuaikan diri hingga hati ini menjadi terbiasa.

Berjuang itu seperti minum kopi. Tak perlu buru-buru, tetap tenang dan gegabah. Kau tahu sendiri bagaimana kopi panas itu. Sakit rasanya di lidah, sampai bikin mati rasa. Makanya, berjuang harus berhati-hati agar tak sakit tak terperi. Agar rasa pahit itu lama-lama menjadi manis. Perlu ada proses kesabaran di sana.

Kata para ahli peminum kopi, minum kopi punya cara sendiri, tidak asal seperti kamu minum air putih. Mereka bilang, minum kopi itu harus diseruput dan harus ada bunyinya. Konon, dengan cara ini kopi terasa lebih nikmat. Cita rasa kopi akan tepat di tengah lidah dan otak akan mendefinisikan dengan cepat bagaimana rasa kopi itu.

Kupikir sama dengan jatuh cinta kepadamu, ada caranya sendiri. Nyatanya memang begitu, kamu unik. Kamu tidak seperti laki-laki lain yang mudah tertarik pada perempuan. Otakmu begitu cerdas, sangat tahu bagaimana menstimulasi godaan dan bagaimana meresponnya. Makanya, aku juga harus cerdas mencari cara lain agar kamu bisa jatuh cinta kepadaku.

Minum kopi itu jangan cepat-cepat. Setiap sesapannya, kau tahu, menyimpan banyak cerita, banyak gagasan, banyak nostalgia. Dan kamu sendiri yang mengajariku bagaimana menikmati kopi.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Apa yang kamu rasakan kalau minum kopi cepat-cepat? Kalau aku, biasanya perutku mual. Bahkan aku bisa sampai bersendawa berkali-kali. Hueek... hueek... begitu, tidak enak rasanya. Kasihan orang-orang yang sedang bersamaku, kenyamanannya agak terganggu dengan sendawaku itu. Makanya, kalau ngopi bersamamu aku tidak ingin lekas-lekas beranjak.

Tapi ada satu ketentuan minum kopi yang tidak bisa kuanalogikan seperti jatuh cinta kepadamu. Menurut beberapa penelitian, minum kopi itu ada waktunya sendiri, maksudnya waktu terbaik. Kata mereka, waktu yang dimaksud adalah mulai pukul 9-11 pagi atau setelah pukul 6 sore. Aku tidak setuju. Aku tidak bisa mengatur rasa cintaku padamu seperti waktu minum kopi.

Kau tahu, setiap detik aku jatuh cinta kepadamu. Setiap hari aku jatuh cinta kepadamu. Maka, aku tidak punya waktu khusus untuk itu. Bukan parasmu yang membuatku bisa jatuh cinta, sama sekali bukan. Jujur saja, kamu tidak tampan. Tatapanmu pekat seperti kopi Toraja, ucapanmu dingin seperti frapuccino, tapi lakumu kepada perempuan begitu lembut seperti cappuccino. Kamu tahu, kan aku suka cappuccino? Ya, itu juga karena aku suka padamu, hehe.

Dan seperti yang sering kamu keluhkan, setelah minum kopi kamu jadi tidak bisa tidur malam. Begitulah mencintaimu. Aku sampai tak berani menghitung sudah berapa malam aku tidak bisa tidur gara-gara memikirkanmu, bukan karena aku selalu minum kopi di warkop setiap selepas kerja. Semuanya gara-gara kamu, aku jadi sering bangun kesiangan. Tapi tidak apa-apa, aku suka.

Ah, rasanya harus kusudahi membincangkanmu dengan kopi, kalau tidak halaman ini bisa meledak gara-gara dipenuhi rasa cintaku padamu. Sudah dulu, ya. Sekarang sudah pukul 6 sore, aku mau minum kopi dulu sembari mencari cara lagi agar kamu jatuh cinta kepadaku.***

Gendhis Arimbi Photo Verified Writer Gendhis Arimbi

Storyteller

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya