[CERPEN] Elegi Ramadan

Ketika bulan yang suci dihantui dengan kabar buruk

Bulan Ramadan kini telah tiba. Keluarga kami merayakannya dengan penuh sukacita seperti biasa. Kami menyiapkan hidangan lezat untuk berbuka puasa dan berdoa bersama-sama di malam-malam terakhir. Tapi, pada suatu malam yang sangat istimewa, terjadi sebuah kejadian yang mengguncang seluruh keluarga kami.

Aku masih ingat betul saat itu, kami sedang duduk di meja makan yang dihiasi dengan hidangan lezat untuk berbuka puasa. Ayah memimpin doa bersama, sementara ibu dan Aisyah duduk di sampingku. Namun, suasana yang riang tiba-tiba berubah ketika tiba-tiba ponsel ibu berdering.

"Siapa yang meneleponmu, Bu?" tanyaku penasaran.

"Aisyah, tolong sambungkan dengan ayahmu," jawab ibu sambil memberikan ponselnya pada Aisyah.

Aku melihat wajah Aisyah memucat ketika ia mendengar suara di seberang telepon. Ia berbicara dengan serius dan terlihat sangat khawatir.

"Apa yang terjadi, Aisyah?" tanyaku tak sabar.

Aisyah menatapku dengan wajah yang suram dan ia tidak menjawab pertanyaanku. Ayah menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Putriku, kita harus segera pergi ke rumah sakit. Aisyah, kau bisa mengendarai mobil?"

Aku melihat kening Aisyah berkeringat dan ia tampak ragu-ragu. Namun, ia tidak berbicara dan hanya mengangguk lemah.

Kami segera meninggalkan rumah dan menuju ke rumah sakit. Perjalanan terasa panjang dan hening. Aku merasakan ketegangan dan kecemasan di udara. Kami akhirnya tiba di rumah sakit dan segera menuju ruang tunggu. Ada beberapa orang di sana yang juga menunggu, tetapi aku merasa mereka tidak penting.

Waktu berlalu lambat dan ketidakpastian membuat hati kami semakin gelisah. Beberapa jam kemudian, seorang dokter keluar dari ruang operasi dan menuju ke arah kami.

"Siapa yang keluarganya pasien bernama Ahmad?" tanyanya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Kami berdiri dan menghampirinya. Ayah menjawab dengan suara gemetar, "Kami keluarga Ahmad."

"Dia meninggal dunia saat dalam operasi," ujar dokter dengan nada yang suram.

Kami tidak percaya dengan apa yang kami dengar. Hati kami hancur dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa Ahmad telah pergi untuk selamanya.

Beberapa hari setelah kejadian itu, kami merasakan penderitaan yang begitu mendalam. Rumah kami terasa sepi dan gelap tanpa kehadiran Ahmad. Ayah yang sebelumnya tegar dan kuat, sekarang menjadi lemah dan selalu menangis di kamarnya. Ibu mencoba untuk tetap kuat dan memelukku dengan erat setiap kali aku menangis. Namun, setiap kali aku menutup mataku, aku merasa seperti aku sedang terbang ke sebuah dunia yang penuh kegelapan dan kehampaan.

Saat kami berbuka puasa setelah kepergian Ahmad, kami tidak lagi merayakannya dengan sukacita seperti sebelumnya. Setiap kali aku menatap hidangan yang telah disiapkan ibu, aku merasa tidak nafsu dan tidak bernyawa. Tak ada lagi suara riang yang memenuhi ruangan, tak ada lagi canda tawa yang mengisi hati kami. Hanya kesedihan dan kekosongan yang kini menemani kami.

"Sudah lama kita tidak berbuka puasa bersama-sama seperti ini," kata ayah dengan suara serak.

"Ya, kami merindukanmu, Ahmad," tambah ibu dengan suara tercekat.

Aku hanya bisa menangis dan terus meneteskan air mata. Aku merasa bahwa dunia ini tidak adil, dan aku merasa sedih untuk keluarga kami yang harus merasakan penderitaan di bulan suci ini.

Begitulah, kehidupan kami berubah sejak kepergian Ahmad. Kami merasakan kekosongan yang tidak bisa diisi oleh siapa pun. Namun, kami juga belajar untuk menjadi lebih sabar dan kuat. Kami belajar untuk menerima kenyataan bahwa kehidupan ini tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan.

Dan seiring berjalannya waktu, kami tetap menjaga kenangan Ahmad dalam hati kami. Kami belajar untuk melanjutkan hidup meskipun rasa kehilangan masih ada di dalam hati. Kita harus selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dan menghargai setiap momen yang kita miliki. Karena, siapa tahu, mungkin ini adalah momen terakhir yang kita miliki bersama orang-orang yang kita cintai.

Baca Juga: [CERPEN] Layaknya Rel Kereta Api

Kazu Zuha Photo Verified Writer Kazu Zuha

Hanya seorang anak SMK yang menyukai pelajaran SMA. Cenderung seperti bunglon, bisa menjadi Kpopers, Wibu, Agamis, Anak Sosiologi, Anak Politik, dan lain lain sesuai situasi dan kondisi hehe

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indiana Malia

Berita Terkini Lainnya