[CERPEN] Layaknya Rel Kereta Api

Kita harus terus maju, mencari arti hidup masing-masing

Matahari sedang bersinar terang saat bel pulang sekolah berbunyi—menandakan waktu pulang. Aku dan Naka berjalan bersama menuju stasiun kereta. Langit terlihat biru dan awan putih mengambang di sana-sini. Kami berdua mengobrol ringan sambil menikmati pemandangan sekitar.

Saat tiba di stasiun, kami berdua duduk di bangku kayu yang sudah usang. Di depan kami, rel kereta api terlihat panjang dan sepi. Aku menghela nafas panjang, merasa sedih karena besok kami harus berpisah. Aku akan berkuliah di kota ini, sedangkan Naka akan pergi ke kota lain yang jauh.

"Naka, aku nggak mau kita berpisah," ucapku dengan suara pelan. "Kita kan udah janji mau tetap berteman dan bersama-sama."

Naka tersenyum kecil.

"Aku juga nggak mau, tapi kita harus menerima kenyataan," katanya dengan suara lembut.

"Tapi, jangan khawatir. Kita masih bisa saling menghubungi dan berkunjung ke tempat masing-masing."

Aku mengangguk, merasa sedikit lega. Tapi, di dalam hatiku, aku merasa cemas. Apa jadinya kalau kami tidak bisa bertemu lagi? Apa jadinya kalau perpisahan ini benar-benar mengakhiri persahabatan kami?

Saat itu, ada sebuah kereta api yang melintas di depan kami. Aku merasa sedih karena kami tidak bisa naik ke kereta itu dan pergi ke suatu tempat jauh bersama-sama. Di saat-saat seperti ini, aku merasa seperti rel kereta api yang panjang dan sepi di depan kami, terlihat menakutkan dan sepi.

Namun, saat itulah Naka berkata, "Tahu gak, rel kereta api ini mirip dengan hidup kita."

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Aku menatap Naka dengan heran. Apa maksudnya?

"Rel ini panjang dan sepi. Tapi, kita harus tetap berjalan di atasnya, meski kadang-kadang kita merasa takut dan sendirian. Kita harus terus maju, mencari arti hidup kita masing-masing," ujarnya dengan suara lembut.

Aku merenungkan kata-kata Naka. Ya, memang hidup ini seperti rel kereta api yang panjang dan sepi. Kita harus terus berjalan di atasnya, menghadapi rintangan dan tantangan, meski kadang-kadang kita merasa takut dan sendirian. Kita harus terus maju, mencari arti hidup kita masing-masing.

Saat itu, kami berdua merasa seperti kami bisa menghadapi masa depan yang tak terduga dengan lebih tenang. Kami masih bisa berteman dan bersama-sama, meski berada di tempat yang berbeda.

Namun, kenyataannya tak seindah itu. Setelah kami berpisah, kami mulai sibuk dengan kuliah dan kehidupan masing-masing. Kami jarang sekali bertemu atau menghubungi satu sama lain. Satu-satunya waktu adalah saat ulang tahun kami masing-masing, di mana kami akan mengirim pesan singkat atau menelepon satu sama lain.

Sampai suatu hari, aku mendapat kabar bahwa Naka mengalami kecelakaan mobil dan meninggal dunia. Aku terdiam, merasa seperti dunia ini tiba-tiba menjadi rel kereta api yang panjang dan sepi lagi. Aku merasa kehilangan teman yang begitu berarti bagiku.

Kami tidak pernah bisa bertemu lagi atau mengobrol seperti dulu. Aku menangis di malam hari, merenungkan semua kenangan indah yang kami lewati bersama-sama.

Aku menyadari bahwa hidup ini seperti rel kereta api yang panjang dan sepi. Kita harus terus maju, mencari arti hidup kita masing-masing, tetapi kita juga harus menghargai setiap detik kebersamaan dengan orang-orang yang kita cintai. Kita tidak pernah tahu kapan waktu akan berhenti dan kita harus berpisah.

Sekarang, aku masih sering pergi ke stasiun kereta api. Duduk di bangku kayu yang sudah usang dan merenungkan kenangan bersama Naka. Rel kereta api yang panjang dan sepi masih terlihat di depanku, namun, aku tahu bahwa Naka akan selalu berjalan di atasnya bersamaku meski secara fisik dia tidak ada di sampingku. Dan meski aku merasa sedih dan sepi, aku tahu bahwa rel itu masih terus berjalan, mengantarku ke tempat yang baru dan membuka jalan bagi petualangan hidupku yang tak terduga.

Baca Juga: [CERPEN] Sejumlah Alasan untuk Hidup 

Kazu Zuha Photo Verified Writer Kazu Zuha

Hanya seorang anak SMK yang menyukai pelajaran SMA. Cenderung seperti bunglon, bisa menjadi Kpopers, Wibu, Agamis, Anak Sosiologi, Anak Politik, dan lain lain sesuai situasi dan kondisi hehe

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya