[CERPEN] Ketika Hujan Berpaling 

Tak ada yang abadi

Hari ini awan mendung sudah berlalu, seperti Hujan yang sudah berpaling meninggalkanku. Bukan, bukan hujan tetesan air dari langit, tapi Hujan lelaki yang selama ini mengisi kekosongan hidupku.

Dulu aku pikir awan mendung dan malam akan sangat serasi menghadapi gelap, tapi nyatanya hari ini aku si Bulan penghuni malam tak lagi bersama Hujan.

Ya, namaku Bulan, sama seperti bulan yang menutupi banyak lubang dengan cahaya indahnya, aku pun demikian. Tersenyum dan bercahaya menutup banyak luka akibat kecewa dan kesedihan.

Tentu sebuah perpisahan bukan hal yang direncanakan dua insan, tapi bisa saja rencana itu datang dari salah satu pihak ketika cinta telah terhenti.

Dengan segala kesakitan aku menerima perpisahan, aku tak masalah jika hujan berpaling. Apa dayaku jika memang sudah tak bersama? Hujan punya hak untuk bahagia  walaupun tanpa aku. 

Tak ada masalah, aku pun sanggup untuk berterima kasih. Aku tak menghapus semua jejak, karena aku pikir biarkan ini terhenti sebagai kisah yang indah. 

Ternyata aku salah, kamu yang pernah aku cintai dengan begitu besar, memilih untuk berbicara kejam. Seolah semua yang terjadi di antara kita tak pernah ada. Bahkan tak segan mengumbar sisi burukku. 

Tak berhenti di situ kau membakar kecewa yang lebih besar, kepergianmu tak hanya sendiri. Kau membawa Matahari, kamu berpaling padanya. 

Matahari yang dulu menjadi temanku kala senja pun mengaku tak mengenalku dengan baik. Tak mengapa, mungkin ini cara Tuhan mendewasakanku. 

Kebersamaan kalian pun sudah menjadi ketetapannya tak ada yang bisa mengubahnya. 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Hujan, mengapa harus selama ini bertahan? Jika kamu sudah tahu tak mungkin bisa bersamaku?" Ingin rasanya aku menanyakan itu padanya. 

Kesakitanku bukan karena kebersamaan mereka, tapi tak bisakah sedikit saja beri aku jeda waktu untuk menata diri? 

Melepaskan kenangan pasti tak mudah untuk sebuah kisah yang telah lama berjalan, mengikhlaskannya pada orang lain saja sulit,  apalagi bersama teman sendiri ? 

Mungkin matahari dan bulan tak pernah bersinar bersama, seperti aku dan Matahari. Tapi setidaknya kami pernah menghiasi langit menjadi jingga untuk sebuah perpisahan yang indah. 

Setidaknya dari mereka aku belajar arti teman dan di dunia ini tak ada yang abadi. Dia yang dulu begitu mencintaiku, kini seolah membenciku. Mengabaikan semua kebaikanku hanya untuk mengibarkan keburukanku. 

Selamat tinggal Hujan, selamat menikmati hidup di bawah teriknya matahari. ***

 

© Chesamstory 

3 Maret 2019

Baca Juga: [CERPEN] Ketetapan di Jalan

Caroline Sambuaga Photo Verified Writer Caroline Sambuaga

I am a creative director of my dream(s) Twitter & Instagram : @che_sam Wattpad : @chesamstory Blog : www.chesamstory.wordpress.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya