[CERPEN] Akan Kumulai Cerita yang Melelahkan

Tapi, bisakah aku mencintaimu dengan santun?

2022, aku kembali lagi ke kota ini, kota yang sudah menjadi tujuan utamaku akhir-akhir ini. Setelah dua tahun tidak menginjakkan kaki, akhirnya aku sadar aku bisa merindukannya. Ya, karena terakhir kali aku belum merasa nyaman bersamanya.

Aku mencoba merakit senyum ketika naik ke bus dan meninggalkan rumah. Bagaimana bisa aku tersenyum ikhlas meninggalkan tempat paling nyaman di seluruh dunia itu? Aku bahkan nyaris tidak bisa tersenyum lagi.

Namun, hal itu begitu saja terlupakan oleh diriku. Aku teringat suatu hal yang bisa membuatku tersenyum. Hal itu sungguh-sungguh bisa membuat aku bersyukur tak habisnya. Biar kuceritakan hal itu. Cerita yang tidak ada habisnya. Ada satu pertanyaan yang ingin sekali kulontarkan kepada ia yang membuatku tersenyum itu. Bisakah aku mencintaimu dengan santun? Bagiku, pertanyaan itu tak sulit. Tapi, biarlah kau tidak menjawabnya sama sekali dan aku pun tidak ingin tahu jawabannya.

Cerita ini bermula dari 2019 lalu. Aku bertemu dengan seseorang bernama Raka di kota ini. Raka tidak mengenalku sama sekali. Bahkan, dia tak tahu aku ada atau tidak. Namun, tanpa disadari aku ingin menerka berulang-ulang alasan aku menyukai kota ini adalah karena keberadaannya. Biar kumulai cerita panjang yang melelahkan.

Aku sesekali mengecek layar sosial media di sela waktu kosongku. Jangan sampai ada yang mengetahuinya. Waktu sibuk sekali pun kusempatkan mengecek sosial media hanya untuk memastikan dia baik-baik saja. Raka, aku hanya dapat melihatnya di layar ponselku dan tak pernah kuberanikan diri untuk sekadar menyapa, "bagaimana kabarmu?" Karena pada akhirnya, dia hanya bisa kugenggam di dunia maya berulang kali. Mari kita masuk ke dalam ruang halusinasiku.

Di suatu kesempatan aku menyaksikan tubuh seorang yang kukagumi memanggil namaku. "Jeje?" ucapnya dengan lembut. "Kenapa diam?" tanyanya sambil meraba tanganku, kemudian menggenggamnya dengan erat di atas motor matic miliknya. Aku hanya bisa tersenyum bersyukur karena tak menyangka Raka berada di hadapanku. Aku hanya tidak bisa berkata-kata. 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Kami mengelilingi kota ini. Sesekali berhenti untuk membeli jajanan yang namanya aneh dan jarang ditemukan. Tau hal apa yang menyenangkan? Raka membawaku ke rumahnya untuk mencicipi jajanan yang sudah kami persiapkan tadi. Seingatku, tempat manapun akan selalu menyenangkan jika bersama Raka. Uniknya, Raka seringkali tiba-tiba terdiam untuk menatap mataku dan mengelus kepalaku. Kemudian, setelahnya aku berpikir dengan sungguh-sungguh, "bagaimana bisa aku tidak bersyukur?"

Ada suatu momen yang acapkali ditandai untuk menyimpan kenangan; hujan. Ketika Raka ingin mengantarku pulang tepat pada pukul enam sore itu, hujan datang sederas-derasnya. Kami berhenti di halte bus terdekat agar tidak basah. Raka memegang tanganku lagi dan lagi. Tubuhnya jelas kedinginan, namun, memberikan suatu perlindungan pada tubuhku.

Matanya jelas mengantuk. Namun, Raka tetap tersenyum. "Kamu mau, kan?" ucap Raka padaku tanpa aba-aba. Aku tak pernah melihat tatapannya itu meski sudah ribuan kali ia menatap mataku. "Maksudnya?" ucapku lantang. "Kamu mau jadi orang yang menemaniku di kursi roda nanti?" ucapnya lagi. Aku tertawa dan menghela nafas panjang. Aku hanya bisa tersenyum berulang-ulang. Hal ini lucu; seperti tidak nyata.

Aku menatap wajahku di cermin yang sudah dua jam terdiam. Aku hanya bisa meresapi rinduku pada dirinya. Menggenggam wajahnya tanpa harus menyentuhnya. Aku jarang sadar bahwa Raka hanya ada di dalam anganku. Aku hanya berharap suatu saat Raka benar-benar ada di hadapanku dan menggenggam erat tanganku. Aku hanya bisa berdoa suatu saat Raka mengelus kepalaku dengan lembut dan memanggil namaku ketika aku terdiam dan mencuekinya. Aku ingin menebus tiap-tiap momen yang telah kurangkai di kepala labil ini. Aku juga ingin menagihnya suatu waktu, mungkin.

Dan cerita itu hanya ada dalam ruang halusinasiku. Ruang yang menceritakan masa depanku dengan Raka. Ruang yang menyimpan cerita panjang yang melelahkan sekali-kali. Aku hanya sangat puas dapat memastikan keadaannya di layar ponsel tanpa menyapa, "bagaimana kabarmu?". Karena yang aku ingin hanya mencintainya dengan santun tanpa membuatnya mengenalku. Aku hanya percaya pada doa-doa yang kupanjatkan pada Tuhanku untuk menggenapi rinduku padanya.

Teruntuk Raka. Aku akan selalu merangkai kisah kita dan membuatnya menjadi kenangan. Ceritanya menyenangkan; hanya saja melelahkan. Cerita itu mungkin akan berujung ketika aku tahu kau sudah memiliki cinta sepenuhnya dalam hidupmu. Tapi, bisakah kau berjanji? Bisakah kau menemukan perempuan yang mencintaimu seperti aku mencintaimu?

Baca Juga: [CERPEN] Belajar Mencintai Monster

Jesika Nadeak Photo Writer Jesika Nadeak

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya