[CERPEN] Jurang Pemisah

Takdir atau kita sendiri yang memisahkan kita?

Kini mereka tengah berdiri saling berhadapan. Jarak antara mereka tak lebih dari 3 langkah, namun kenyataannya 3 langkah itu tak pernah menyatukan mereka. Malam kini mulai menjelma. Sayup-sayup sepi semilir angin serta cahaya matahari yang mulai redup membuat sunyi di antara mereka semakin hanyut dalam rasa gamang. Jurang perbatasan di ujung kerajaan selalu menjadi saksi pertemuan mereka. Dan juga menjadi saksi untuk akhir dari takdir yang tak mereka inginkan.

Seorang gadis biasa yang sudah mengabdikan 12 tahun hidupnya menjadi seorang pelayan itu bergeming. Ia mengatupkan rahangnya dan berusaha untuk tetap tenang seperti pembawaannya yang biasa. Sedangkan laki-laki yang berdiri di hadapannya dengan gagah itu tak bisa menyembunyikan perasaannya di balik parasnya yang berkharisma bahwa ia benar-benar putus asa.

"Menikahlah denganku," pintanya dengan nada bicara yang tenang.

"Menikah?" tanya gadis itu sambil mencoba meredam emosinya. "Pernikahan mana yang Anda pilihkan untukku? Menjadi istrimu seutuhnya atau hanya menjadi seorang selir?"

"Jika aku tak menanggung beban ini tentu aku akan menjadikanmu satu-satunya istriku."

"Tapi kenyataannya tidak. Anda tidak punya kuasa untuk memilihku atas keputusan itu."

"Kalau begitu jadilah selirku. Aku akan tetap menjadikanmu satu-satunya wanita yang paling kucintai."

"Tidak ada seorang perempuan pun di dunia ini yang ingin menjadi yang kedua atau diduakan. Tidak. Bahkan untukku yang hanya seorang hamba yang mengabdi pada calon raja," ucap gadis itu lirih.

"Kalau begitu pilihan mana lagi yang bisa kita ambil?!" Amarahnya kini tak bisa lagi ia bendung. Tatapan mata putus asa yang sedang memandang dalam-dalam gadis yang ia cintai. "Jika aku bisa sekarang pun kita bisa lari melintasi perbatasan ini dan cukup hanya kau dan aku. Tapi aku tahu aku tidak bisa!"

"Jangan berbuat bodoh hanya demi seorang pelayan. Tentu Anda punya pilihan. Menikah besok dengan puteri yang telah raja pilihkan. Anda akan menjadi raja, menjadi suami dan menjadi ayah. Seperti yang selalu Anda cita-citakan."

"Tapi tidak dengan perempuan yang ingin kuperistri."

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Suatu saat Anda akan mencintainya."

"Bagaimana jika tidak?"

"Waktu akan menyembuhkan luka Anda pangeran."

Sunyi, hanya sunyi setelah itu. Mereka berdua masih memegang teguh harapan atas perasaan mereka, tapi jurang pemisah atas nama cinta calon pangeran dengan pelayan itu tak bisa mereka hindarkan

....

"Lalu apa yang terjadi setelahnya?" tanya seorang pemuda yang dengan serius mendengarkan kisah itu.

"Entahlah, aku juga tidak tahu kelanjutannya," jawab seorang gadis sambil mengunyah pancake yang dipesannya. "Benar-benar..."

"Seperti kita sekarang," timpal pemuda itu melanjutkan.

"Jika aku menjadi pelayan itu mungkin aku akan mendorong pengeran ke dasar jurang. Bukan karena aku tidak mencintainya. Tapi kemungkinan terbaik dari situasi itu adalah pangeran itu harus bisa melupakan dan mengubur cintanya kepada si pelayan, dan begitu pun sebaliknya.

"Jadi kau bermaksud untuk mendorongku juga ke jurang pemisah itu?"

"Mungkin ya. Hanya saja ke jurang nuraniku."

Baca Juga: [CERPEN] Memoar Kematian

Kartika Dewi Photo Verified Writer Kartika Dewi

find me on @fromkeydee!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya