[CERPEN] Pilihan Seorang Wanita

Sebuah pertemuan yang menjadi kenangan, dan membawa sebongkah hati yang entah kapan kembali.

 

 

Di luar sana, banyak  wanita yang mengalami hal serupa denganku. Tumbuh dewasa lalu dijodohkan oleh orang tua mereka. Seakan-akan orang tua itu yang paling tahu siapa pria terbaik untuk putri mereka.

Tapi apakah mereka tahu? Umumnya wanita pernah jatuh cinta beberapa kali dalam hidup mereka. Tepat saat ini. Tanyakanlah pada siapapun wanita di dunia ini, adakah seseorang yang sudah mengisi relung hatinya. Jawabannya adalah ya.

Lalu ketika orang tua menyeretnya masuk dalam sebuah pernikahan, apa yang bisa dia lakukan? Dia terpaksa menerima itu. Mereka tidak berdaya melawan. Tidak sanggup menentang, mengingat tindakan mereka bisa dicap sebagai anak durhaka.

Ah. Setidaknya dengan pengalaman itu, mereka telah puas merasakan bagaimana rasanya dicintai dan mencintai. Atau mungkin sudah merasakan pengalaman tidak terduga. Semisal diam-diam melewatkan satu malam untuk merasakan nikmatnya surga. Lalu bagaimana denganku?

Aku terkurung di mansion besar ini setiap harinya, sejak dulu. Di dalam kamar yang luas dan indah, namun begitu suram. Tak mampu membuat hatiku betah. Jiwaku melayang ke tempat lain. Di mana dia pernah merasa begitu hidup.

Beberapa kali dalam sehari biasanya aku turun dari kamarku untuk bertemu ayah dan ibu. Seperti sekarang. Kami berkumpul di ruang keluarga, Ayah memperlihatkan padaku selembar foto lelaki yang akan dinikahkan denganku.

“Namanya Rian Adi Purnama. Putra Paman Haris teman ayah,” kata ayah menjelaskan.

Tanganku mengambil foto itu. Memperhatikan bagaimana sosok pria itu.

“Bagaimana menurut kamu?” tanya Ayah padaku.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Aku ingin sekali meringis. Apapun pendapatku, bukankah keputusan kepala keluarga tidak dapat diganggu gugat?

“Aku belum mengenalnya secara pribadi. Airin belum tahu harus berkomentar apa,” jawabku. Aku kenal Paman Haris. Dia teman baik ayah. Orangnya baik. Tapi jujur aku tidak tahu apapun mengenai putranya.

Kening ayahku berkerut. Aku tahu bukan itu jawaban yang ingin beliau dengar. Seharusnya aku mengatakan kalau sosok Rian Adi purnama adalah pria yang gagah dan tampan. Tapi apa gunanya? Hatiku tidaklah merasakan getaran apapun ketika melihat pria itu. Apalagi hanya lewat selembar foto.

“Nanti malam Rian akan datang kemari bersama Paman Haris,” ujar ayah. “Jika kamu keberatan atau punya lelaki yang kamu pilih sendiri ceritakan pada Ayah sama Ibu,” sambung ibu. Diikuti oleh anggukan ayah.

Aku menggeleng. “Lakukan saja sesuai keinginan Ayah dan Ibu,” jawabku lemah. Bahkan bila aku bercerita sekalipun, tidak akan berguna. Pria itu tidak akan diterima oleh akal sehat mereka.

“Airin mau ke kamar dulu.” Aku berdiri lalu kembali ke kamarku. Aku tesenyum sedih. Menatap ke kekejauhan dari balik jendela.

Bahkan sampai hari ini aku masih ingat perasaanku yang berdebar kala itu. Suatu hari, ketika masih remaja, aku bertemu seorang pria. Waktu itu aku pergi tanpa ijin orang tuaku ke acara pameran di lapangan kota.

Pria itu berdiri di kelilingi oleh keramaian yang melingkar. Begitu berbeda dari yang lainnya. Raut wajahnya begitu tenang, menikmati alunan suara alat musik yang dia mainkan. Jari-jarinya yang panjang dan lentik memainkan harpa. Tangannya tampak lembut dan mulus meskipun besar. Seumur hidup aku baru kali ini melihat pria seperti dia.

Aku menghela napas. Cinta ini terlalu tidak masuk akal bagi orang tuaku. Dan semakin tidak masuk akal, karena sampai hari ini, aku belum tahu siapa nama pria itu. Karena hari itu, satu-satunya hari di mana aku melihat pria itu. Dia menghilang. Tanpa meninggalkan satu pun petunjuk tentangnya.

Biarlah kisah ini hanya aku simpan di lubuk hatiku yang paling dalam. Menjadi kenangan yang hanya diketahui oleh diriku sendiri. Ah. Mungkin sebenarnya pilihan orang tuaku benar. Sebab dibanding pria itu, pilihan orang tuaku jauh lebih jelas keberadaannya.

 

Ale Namiski Photo Writer Ale Namiski

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya