[CERPEN] Dalam Tegukan Segelas Susu Coklat

Susu coklat, mengakrabkan persahabatanku dengan mereka

Sore itu udara terasa begitu dingin. Sudah satu jam lamanya hujan mengguyur kota ini. Kala itu aku berada di sebuah cafe yang menyediakan menu-menu menarik untuk dinikmati. Aku sengaja untuk tidak memesan menu itu, nafsu makanku hilang ketika aku duduk di sebelah jendela untuk mengamati hujan yang turun.

“Mau pesan apa, Mbak?” tanya seorang pelayan yang mengagetkanku.

“Pesan segelas susu cokeelat panas saja, Mbak.”

Ya, akhir-akhir ini aku memang menyukai susu cokelat entah mengapa. Apakah ini sebuah pelampiasan? Mungkin saja. Kembali aku melihat keluar jendela untuk mengamati hujan yang tak kunjung henti. Kuteguk susu coklat yang sudah aku pesan sembari menanti hujan reda. Sendiri dan sepi menggelayut di dalam pikiranku.

“Kalau aku menjadi hujan, aku akan membasahi bumi ini dengan kesejukanku. Aku akan mengalirkan airku dengan tenang menuju hilir untuk meraih kebebasan. Kalau aku menjadi hujan, aku akan membawakan pesan damai untuk menghilangkan rasa sedih mereka.”

Cafe ini kini menjadi tempat favoritku. Sekadar untuk menyantap makan siang ataupun berkumpul bersama para sahabatku, Re dan Fafa. Kini tempat itu terasa begitu sepi setelah kepergian Re. Sebuah nama yang begitu akrab dalam benakku. Kami bertiga sudah bersahabat sejak di bangku taman kanak-kanak.

Di tempat itulah aku, Re, dan Fafa sering berkumpul untuk bercengkerama membayangkan hari esok dan menyelesaikan berbagai macam masalah. Susu cokelat adalah minuman kesukaan Re. Ia sering menawarkannya padaku dan Fafa namun kami sering menolak karena kami tidak menyukai susu. Sejenak aku teringat, kalau esok pagi aku akan berwisata ke Kopeng, Jawa Tengah. Itu berarti aku akan melewati tempat di mana Re melanjutkan studinya.

***

Bis pariwisata ini menghantarkanku menikmati indahnya suasana menuju Kopeng, Jawa Tengah. Melihat ramainya jalan raya dengan suara bebek besi dan mobil yang bergerak cepat dan gedung-gedung tinggi yang menjulang memecah kota Magelang. Kulihat dari sisi jendela bus yang aku tumpangi untuk sekadar menghilangkan kepenatan yang ada di dalam bis. Aku melihat beraneka macam bentuk awan putih yang bergerak, mungkin tertiup angin yang kemudian berubah menjadi formasi yang baru yang berbeda dari sebelumnya. Sejenak aku berpikir.

“Kalau aku menjadi awan, aku akan membumbung tinggi ke angkasa membuat berbagai formasi untuk menunjukkan pada manusia bahwa aku memiliki beraneka ragam bentuk yang bisa dinikmati keindahannya.”

Lamunanku terpecah ketika ada suara yang memanggilku, ternyata salah, mungkin itu suara angin. Aku pun kembali terhanyut dalam lamunan.

“Kalau aku menjadi angin, aku akan menyampaikan pesan yang ingin mereka sampaikan untuk orang yang mereka kasihi. Aku juga ingin membawakan kesejukan bagi para penikmatnya yang sedang dilanda emosi.”

Kulihat jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Kini sudah memasuki wilayah tempat wisata itu. Kurang lebih satu jam dan sampailah aku di sana. Udara dingin dan kabut menyambut kehadiranku. Kuambil telepon genggamku dan menelepon Fafa.

“Hai Fa, aku sudah sampai di Kopeng. Kamu tadi mau pesan apa?”

“Apa sajalah Ri.”

“Okelah, akan aku bawakan oleh-oleh spesial untukmu.”

“Terima kasih Ri.”

Percakapan selesai. Aku mengambil botol minum dari tasku. Lagi-lagi susu cokelat yang mendampingiku hingga sampai di tempat ini. Kehangatannya menjalar dalam tubuhku. Petualanganpun dimulai. Menyusuri kebun sayur yang segar dan hijau menjulang bagaikan permadani. Kuteringat kembali akan satu hal yang kembali hadir dalam benakku.

“Kalau aku menjadi embun, aku akan memberikan kesegaran di pagi hari. Memberikan kesegaran untuk menyambut hari yang baru di esok pagi.”

Mendung pagi pun tak menghalangi langkahku menuju ke sebuah petualangan baru. Akhirnya aku pun membeli berbagai macam tanaman untuk Fafa, salah satunya tanaman mawar berwarna oranye. Ya, oranye adalah warna kesukaannya. Semoga saja tanaman tersebut akan terus subur ketika rajin dirawat, seperti persahabatanku dengan Re dan Fafa.

Kuteguk kembali susu cokelat yang masih tersisa. Tegukan terakhir yang meninggalkan endapan-endapan, menandakan bahwa persahabatan kami terus mengendap dalam hati kami.

Bis pariwisata kembali membelah Kota Magelang. Menyusuri jalan yang tadi telah dilewatinya. Mengingatkanku akan hal yang tadi aku ucapkan. Kembali menyatukan pikiran untuk mengingat semuanya. Esok pagi aku akan memberikan hadiah ini untuk Fafa di tempat favorit kami.

***

Esok hari datang dengan senyuman. Tepat di awal bulan Desember. Matahari tak begitu cerah, namun semangat pagi ini membuatku terbangun akan kehidupan yang sudah berlalu. Tiba-tiba telepon genggamku berbunyi. Kulihat ada sebuah nama dilayarnya, Fafa. Ada apa gerangan pagi-pagi dia sudah menelponku? Tanpa pikir panjang aku pun menjawab teleponnya.

“Hallo?”

“Hallo Ri. Cepat ke tempat favorit kita. Aku punya kabar baik.”

“Ada apa memang?”

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Sudahlah cepat kemari.”

“Yap. Aku segera ke sana.”

Tak seperti biasanya ia bersemangat. Sama sepertiku, semenjak Re pergi ke kota lain ia juga larut dalam kesedihannya.

Sesampainya di tempat itu, aku langsung mencari di manakah Fafa berada. Aku melihat Fafa sudah memesankan segelas susu coklat panas dan lebih tepat lagi ia duduk di sebelah jendela yang sama ketika sore itu aku mengamati hujan yang turun.

“Ada apa Fa?”

“Ada tamu spesial untuk kita di awal bulan Desember ini Ri.”

“Siapa? Ini oleh-oleh yang aku beli untukmu. Tanaman bunga mawar berwarna oranye sesuai warna favoritmu.”

“Aaa… Terima kasih Ri. Ini minum dulu susu coklatmu sembari menunggu tamu spesial itu. Aku sudah minum satu gelas tadi.”

“Hahaha. Semenjak kepergian Re, kamu juga suka susu cokelat, Fa?”

“Iya. Pelampiasan saja Ri, ternyata rasanya tidak buruk seperti yang kita bayangkan. Pantas saja dia suka. Nah itu dia tamu spesial kita hari ini.”

Secara langsung aku menoleh ke arah pintu masuk yang berbunyi sewaktu dibuka. Aku terkejut akan tamu yang hadir pagi itu. Air mataku mengalir deras ketika mengetahui ia datang tanpa memberi kabar. Fafa sepertinya sengaja tidak memberitahuku kalau ia akan datang.

“Reeee…..” teriakku.

Spontan aku pun berlari, tanpa mempedulikan pengunjung yang lain. Begitu juga dengan Fafa. Kami bertiga berhambur dalam sebuah pelukan persahabatan.

“Selamat ulang tahun Ri.”

“Kamu masih ingat? Terima kasih Re. Kamu merencanakan ini dengan Fafa ya?”

“Masa aku tidak ingat Ri. Hahahaha. Ah tidak, ini memang rencanaku. Aku mendapat jatah liburan akhir tahun. Sudah 4 bulan di sana dan sangat berbeda rasanya ketika harus kembali hidup di sekolah yang berisi para pria dewasa. Akhirnya bisa menikmati liburan Natal tahun ini bersama kalian. Kalian menangis?”

“Kami terharu Re, kamu bisa datang di awal bulan Desember ini,” jawab Fafa.

Aku, Re, dan Fafa pun segera kembali menuju tempat duduk favorit kami dan seketika Re memanggil pelayan untuk memesan minuman di pagi hari yang mendung kala itu.

“Pasti susu cokelat tiga kan?” tanya pelayan café itu.

“Iya mbakkkk….” jawabku, Fafa, dan Re dengan kompak.

“Oke. Tiga susu cokelat panas spesial untuk kalian di awal bulan Desember ini.”

Pelayan itu hanya tersenyum, sedangkan Re menoleh heran karena aku dan Fafa kini menyukai minuman kesukaannya.

“Kalian akhirnya suka juga dengan minuman kesukaanku. Hahaha. Enak kan?”

“Hahahaha… Iya Re. Karena segelas susu cokelat bisa membuat hati kami tenang.” jawabku singkat.

“Terima kasih Re… Hahaha,” jawab Fafa sembari menyaksikan rintik hujan dari jendela.

Akhirnya dalam canda aku, Fafa, dan Re berbagi cerita diiringi gerimis yang mulai turun dan  menyejukkan pagi hari itu. Susu cokelat yang sudah menyatukan persahabatan kami karena di setiap tegukannya mengandung makna terdalam. Dan tak lupa, Fafa juga berjanji untuk merawat oranyenya agar tumbuh subur seperti persahabatan kami.

 

Maria Ardianti Kurnia Sari Photo Writer Maria Ardianti Kurnia Sari

My personality is 75% the last book I read.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya