[CERPEN] Sekadar Ekspektasi

Tiada perubahan berarti, sebanyak apa pun berekspektasi 

Haruka tak benar-benar fokus belakangan ini. Hanya saja, semua orang percaya dia baik-baik saja karena senyumannya yang selalu tampak. Padahal Haruka kerap menyempatkan diri ke toilet untuk sekadar menangis tanpa suara. Rasa bersalah sekaligus hasratnya yang besar membuatnya terusik. Setiap malam pun, Haruka mengunci kamarnya dan termenung menyelami seluruh kenangan yang ada.

"Ka, udah, biar gue aja yang beresin ini. Sini, gue nulis buat lo. Singkat kok ini."

Haruka menggeleng, mengusap kepalanya dengan frustrasi. Kembali, perkataan Jagad menghantuinya. Ia ingat saat di mana Jagad mencatat di bukunya walau lelaki itu bukan tipe orang yang senang menulis. Haruka menarik napas panjang, memutuskan berbaring dan menyelimuti dirinya sendiri seraya mencengkram seprainya.

"Wajar kali, Ka, kalau gue nganter lo tiap hari. Ini namanya bentuk perhatian. Masa, lo yang tiap hari baca novel nggak paham?"

Sekali lagi, Haruka merasa dadanya sesak. Setiap perkataan Jagad selalu lekat di ingatannya, apalagi, Jagad termasuk tipe lelaki yang tak ragu memberikan pujian disertai perhatian. Sosok Jagad terlalu sulit dihilangkan dari ingatan.

Hanya saja, sosok Jagad yang romantis lenyap begitu saja. Yang terbayang pada akhirnya yakni saat Jagad membuat berbagai kekacauan. Berjanji berubah, namun tak pernah jadi kenyataan. Lebih parahnya, Haruka menjadi bergidik ngeri saat terbayang ekspresi Jagad. Tak hanya suka rusuh, Jagad hampir memukuli Rina yang pernah asal memaki Haruka. Haruka ingat jelas saat Jagad menarik tangan Rina dengan kasar. Untunglah, Haruka bisa mengikuti Jagad secepatnya sebelum hal terburuk terjadi saat itu. Saat itu juga, hubungannya dengan Jagad berakhir.

Haruka tak paham. Ia begitu merindukan Jagad, namun juga ketakutan dan merasa bersalah mengingat Rina begitu trauma. Perasaan itu melingkupinya setiap malam, membuatnya susah merasa tenang seperti sekarang dan berujung mengumpat pada dirinya sendiri sampai akhirnya lelah dan tertidur. Siklusnya selalu sama sejak berpisah dari Jagad.

***

Walau punya banyak teman, Haruka juga selalu butuh waktu sendiri. Ia kerap berkunjung ke kafe untuk sekadar menyantap hidangan manis serta menyesap secangkir teh kesukaannya. Seperti pada siang itu, Haruka memutuskan mengunjungi kafe langganannya, mendengarkan lagu yang menenangkan di kafe itu sambil membaca.

Lelah membaca, Haruka menutup bukunya sejenak. Ia menyantap hidangan kuenya, hingga habis. Lantas, memilih mengalihkan pandangan ke arah lain. Haruka menahan napas saat menemukan sosok Jagad yang masih amat dikenalinya duduk di bagian pojok kafe. Lelaki itu masih punya gaya maskulin yang sama, membuat dada Haruka berdegup tak karuan.

"Jagad...." Tanpa sadar, Haruka bergumam. Pandangannya tak bisa beralih, seluruh memorinya bersama Jagad kembali berputar di benak.

Haruka terus memandangi Jagad. Lelaki itu sepertinya tak menyadari keberadaan Haruka, sebab ia fokus menyesap minumannya sambil memainkan ponsel pintarnya.

Jagad baru berhenti memainkan ponsel usai seorang lelaki culun datang dan duduk di hadapannya. Haruka yang masih fokus memandangi tak mengenal jelas siapa lelaki culun yang duduk di hadapan Jagad. Hanya saja, Haruka dibuat terkejut saat si lelaki culun memberikan uang yang jumlahnya cukup banyak pada Jagad lantas pergi meninggalkan kafe.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Jagad tampak puas, walau Haruka tak benar-benar yakin dengan apa yang dilihatnya. Tak disangka, Jagad menoleh pada Haruka dan memberikan senyuman hangatnya. Haruka mengernyit, tak paham maksud senyuman itu. Tak sampai situ, Jagad berdiri dan menghampiri Haruka.

"Lama nggak ketemu, ya, Ka," sapa Jagad. "Apa kabar, Ka? Lo baik-baik aja, kan? Nggak ada yang ganggu juga, kan, ya?"

Haruka menggeleng, memaksanya seulas senyuman. Usai rasa rindu melanda, rasa takut mengikuti. Senyuman Jagad yang dulu selalu menghangatkan perasaan Haruka kini tampak menyeramkan dilihat dari dekat, sebab Haruka kembali teringat perbuatan Jagad pada Rina.

"Mau seneng-seneng, gak, Ka? Gue punya duit, ini. Ada orang goblok yang ngasih, sih."

"Buat... apa?" tanya Haruka dengan suaranya yang lirih. Jagad tidak berubah, masih punya sisi buruk tak tertolong. "Kita kan, udah mantan."

"Yah, buat senang-senang aja. Gue... nggak akan ngelakuin sesuatu yang buruk ke elo, kok," kata Jagad. Sorot matanya meyakinkan. "Gue cuma, berterima kasih... karena pernah begitu bahagia pas bareng elo."

"Terus, apa? Lo mau, narik-narik cewek tangan lain lagi di hadapan gue, gitu?" kata Haruka dengan berani, walau jelas tatapannya tampak ketakutan. "Satu-satunya janji yang lo tepatin cuma nggak nyakitin gue. Tapi, lo nyakitin orang lain."

"Maaf...." Jagad terdiam sejenak, cukup merasa buruk saat menyadari Haruka ketakutan memandanginya. "Maaf, Ka. Gue... salah. Tapi, emang, gue nggak baik buat lo. Gue nggak akan cari-cari pembenaran juga, mengingat gue emang salah. Maaf... ya. Gue nggak akan nampakkin diri gue lagi di depan lo, kalau gitu."

"Padahal ya, gue sempat mengharapkan lo berubah, Jagad," kata Haruka lagi.

"Mustahil, Ka." Jagad tersenyum miris. "Gue nggak tertolong."

"Ya udah, itu urusan lo." Haruka menarik napas. Perasaannya sakit, memandangi Jagad yang tampak putus asa. "Gue... nggak peduli."

"Gue pamit, ya, Ka." Terakhir kalinya, Jagad mengusap kepala Haruka sebagai tanda perpisahan yang sebenarnya. "Cari cowok baik-baik, jangan lupa."

Haruka terdiam di tempatnya. Ia menenggak secangkir teh pesanannya hingga habis. Terbersit pikiran untuk mengubah Jagad, tetapi, mustahil. Lelaki itu sebetulnya bisa berubah dan lebih bisa mengendalikan diri, asalkan atas keinginan sendiri. Namun, Jagad tak pernah mau berusaha. Haruka sadar betapa Jagad selalu mengulangi perbuatannya tanpa niat memperbaiki diri. Haruka tahu bahwa dia terlalu berekspektasi yang tinggi terhadap Jagad tadi. Nyatanya, realita tak seindah kisah novel yang dibacanya.***

Baca Juga: [CERPEN] Percakapan: dengan Surabaya

Fina Efendi Photo Verified Writer Fina Efendi

WINNER. DAY6.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya