[CERPEN] Wanita, Selalu Asyik untuk Dibicarakan 

Wanita menjadi trending topic dalam setiap pertemuan kami

Menjelang senja, aku dan Aswar kembali ke kontrakan yang tak jauh dari pantai tempat kami melepas hari, menyingkirkan kebosanan setelah menjalani rutinitas sebagai mahasiswa, berbagi cerita, entah penting atau tidak, semuanya mengalir begitu saja. Canda tawa pun selalu menyertai perjalanan kami.

Selepas makan malam, kami berdua segera bersiap untuk bertemu dengan teman-teman kami yang lain. Seperti biasanya, dengan mengenakan pakaian yang cukup rapi, parfum, minyak rambut, lalu mengecek dompet meski isi di dalamnya nyaris kosong, yang ada hanya setumpuk kertas putih berukuran kecil yaitu struk bukti penarikan uang dan beberapa lembar kwitansi bukti pembayaran kontrakan tempat kami tinggal. Ya, biar dompet aku tidak tampak terlalu tipis-tipislah. Hehehe.

"Anca, di mana kau simpan kunci motor?" Tanya Aswar kepadaku yang tengah berjibaku dengan celana panjang yang begitu terasa menghimpit kedua pahaku.

Walaupun pola makan kami yang tidak teratur. Berat badanku seakan tak terbendung, begitu pula dengan Aswar yang jika aku bandingkan tak berbeda jauhlah. Aku memiliki berat badan 78 kg, sementara Aswar hanya selisih 3 kg dengan aku yaitu 75 kg.

"Bukannya kau yang simpan kunci motornya tadi?" Jawabku yang masih mencari ukuran celana yang pas untuk aku gunakan.

"Iya, tapikan....? Oh, ini dia kuncinya." Aswar menemukan kunci motor di celana yang digantungkannya di belakang pintu kamar.

Aku memang sekamar dengan Aswar, tapi jangan berpikir yang aneh-aneh ya?

"Okey Anca, kita berangkat. Jangan lama-lama ya, nanti Agung dan Herman kelamaan menunggunya!" Ujar Aswar yang keluar terlebih dahulu dari kamar.

"Okey!" Lirihku.

**

Aku dan Aswar tiba di sebuah kafe dekat pantai tempat kami biasanya berkumpul dengan teman-teman. Tampak terlihat, Agung dan Herman sudah tengah menunggu bahkan sedang menikmati sajian cafe yang terlebih dahulu mereka pesan.

"Hey Gung, hey Man! Hanya kalian berdua yang datang, mana pasangan kalian?" Tanyaku ketika mendekati mereka.

"Iya, dengan siapa lagi? Kita semua di sini kan jomblo, kecuali Agung saja yang sudah punya pasangan." Herman meledek aku dan Aswar. Kami hanya tertawa karena sesama jomblo. Yah, paling tidak kami tidak sendiri saat ini.

"Iya juga Man, tapi kata jomblo dikecilkan saja volumenya, nanti kalau ada wanita jomblo yang dengar, bagaimana?" Aku hanya tersenyum.

Mendengar obrolan kami yang semakin asyik. Dua orang wanita menghampiri kami berempat, seorangnya berkata, "Kenapa kalian menyebutkan namaku? Memang kalian pernah bertemu dengan aku, sebelumnya?"

Aku, Aswar, Herman dan Agung menampakkan wajah kebingungan kepada wanita ini. Ya, tentu saja. Rasa-rasanya ada yang tidak beres dengan wanita yang satu ini. Sementara temannya hanya berdiri tertegun tanpa mencoba mengeluarkan satu instruksi apapun, untuk menyela pernyataan temannya.

"Siapa yang sebut nama kamu, untuk melihatmu saja kami tidak pernah iya gak Gung, Man, Nca?" Jawab Aswar kepada wanita yang merasa mendengar namanya disebutkan dalam obrolan kami dengan nada yang cukup lantang. Aswar memang seperti itu, dia akan merespon sesuatu dengan cepat ketika sebuah masalah menimpa dia.

"Baru saja aku mendengar salah satu dari kalian menyebut nama Anita. Makanya, aku kaget. Kenapa bisa ada nama aku di dalam obrolan kalian yang tak satu pun aku kenal." Jelas Anita yang seketika menyebutkan namanya.

"Oh begitu!" Aswar hanya tertawa mendengarkan penjelasan dari Anita. Kami bertiga pun sontak ikut tertawa melihat Aswar.

"Kenapa kalian tertawa?" Ketus Anita.

"Ya, jelaslah tertawa karena lucu. Yang kami bahas tadi itu soal wanita, W-A-N-I-TA, bukan Anita!" Aswar mengejakan kata wanita di depan Anita yang seperti orang kehilangan fokus dan salah tingkah, karena dia sadar bahwa dia sudah salah mendengar kalau kami tidak pernah menyebutkan namanya. Walau memang nama dia hanya kurang huruf W saja sih.

Anita segera pergi dengan wajah merah karena mungkin merasa malu. Temannya mengikutinya dari belakang setelah sebelumnya berkata, "maafkan teman aku ya!"

Aswar mengangguk saja.

Setelah peristiwa adu mulut yang baru saja berlalu, kami berempat kembali melanjutkan obrolan kami.

Oh, iya berbicara soal wanita. Saat ini, satu-satunya orang yang punya pasangan adalah Agung, nama kekasihnya yaitu Yana. Sedangkan aku, Aswar dan Herman masih sendiri alias jomblo.

Meski begitu, proses PDKT masih berjalan antara Aswar dan seorang teman kami juga namanya Nanda begitu juga dengan Herman yang dekat dengan salah seorang wanita, namanya Elin yang berprofesi sebagai karyawan swasta di salah satu toko penjualan furniture. Kalau aku masih enjoy menjomblo, tak ada PDKT dengan wanita manapun. Temanku cukup banyak yang wanita, tapi entahlah nanti semuanya bisa saja berubah.

"Oke teman-teman, sepertinya sekarang waktunya kita untuk kembali ke kontrakan masing-masing. Sekarang sudah pukul 12.00 malam!" Ucapku dengan memperlihatkan jam tangan yang aku kenakan kepada mereka bertiga.

**

"Eh, apa tugas makalahmu sudah kamu kumpul?" Tanyaku yang melihat print out makalah masih ada di dalam tas.

"Belum, Anca. Nanti setelah kelas selesai, kita kumpul tugasnya langsung ke ruangan dosen yang memberikan tugas ini," jawab Aswar yang sedang pura-pura konsentrasi mendengarkan penjelasan dari dosen.

"Baiklah!" Sahutku

Ketika kelas berakhir, aku mengajak Aswar untuk bergegas pergi ke ruangan dosen yang di maksud Aswar tadi.

"Herman dan Agung, mana mereka War?" Apa mereka berdua tidak mengumpulkan tugas ini?"

"Mungkin mereka berdua sedang menunggu di sana, di ruangannya Bu Hikmah!"

Oh iya, namanya Bu Hikmah. Dosen yang kami favoritkan di kelas. Karena selain cerdas, namanya dosen tentulah cerdas, iya kan? Beliau selalu santai ketika mengajar, sehingga membuat mahasiswa enjoy mendengarkan setiap kata demi kata yang disampaikan olehnya. Beliau juga sangat humble. Baik sesama dosen pun kepada mahasiswa.

Kami menuju ke ruang kerja Bu Hikmah, yang berada di pojok Gedung Dekanat Fakultas Ekonomi. Sesaat setelah kami tiba, Herman dan Agung sedang menunggu di depan ruangan Bu Hikmah. Tampaknya mereka belum juga menyerahkan tugasnya.

"Hey teman-teman, kenapa masih menunggu di sini, kenapa tidak masuk saja?" Tanya Aswar kepada mereka berdua.

"Iya, kami masih menunggu kalian berdua. Ayo kita masuk!" Sahut Herman.

Herman mengetuk pintu ruangan Bu Hikmah, "Assalamu'alaikum Bu!"

"Wa'alaikumsalam, silakan masuk nak!" Jawab Bu Hikmah.

"Mohon tunggu sebentar ya, silakan duduk dulu," ucap Bu Hikmah yang sedang berbicara dengan seorang wanita di balik meja kerjanya.

"Eh Nanda.... Honey! Kalian mau kumpul tugas juga?" Agung menyapa Nanda. Lalu Yana dengan sebutan Honey.

"Iya honey!" Balas Yana dan Nanda hanya keasyikan ngobrol dengan Aswar. Biasalah, lagi PDKT.

"Biasa sajalah Gung, tidak perlulah kau panggil Honey!" Kata Herman sambil tertawa. Agung hanya tersenyum mendengar respon Herman.

"Memangnya, siapa sih wanita yang sedang ngobrol dengan Bu Hikmah?" Tanyaku pada Yana.

"Katanya sih anaknya, dari Fakultas Hukum," balas Yana.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Oh begitu!"

10 menit kemudian, wanita itu keluar dari ruang kerja Bu Hikmah, dengan sedikit senyum dan heran ketika melihat kami yang sedang menunggu obrolannya selesai. "Loh, kalian?" Tukasnya yang terus berjalan menuju ke arah pintu tanpa menunggu ada jawaban dari kami.

"Itu Anita kan?" Ucap Aswar kepada kami semua yang juga heran melihat tingkahnya.

"Kamu kenal ya War?" Tanya Nanda yang ingin tahu.

"Iya, dia semalam.....!" Jawab Aswar.

"Ayo, mana tugas kalian? sini ibu kumpul." Timpa Bu Hikmah yang kemudian keluar dari ruang kerjanya.

"Dia semalam, maksud kamu apa War, kamu kenal dengan anak Bu Hikmah ya?" Seakan Nanda tak ingin kalau Aswar dekat dengan wanita lain. Walau saat ini mereka masih PDKT.

**

"Aku keluar dulu ya Nca, biasalah aku mau jalan sama Nanda," ucap Aswar yang sudah tampak berpakaian rapi.

"Okey War!" Sahutku.

Hari-hari mulai terasa berat dan sepi. Tiada lagi pertemuan di pantai, tiada lagi diskusi bersama, kami berempat hanya bertemu saat di kampus saja, itu pun kalau lagi ada tugas dari dosen. Aswar kini bersama Nanda, Agung dan Yana, Herman dan Elin. Mereka setiap harinya sibuk berurusan dengan pasangan mereka masing-masing. Sementara, aku....... masih sendiri.

Sesekali mereka ajak aku untuk kumpul bersama, namun aku tampak canggung dengan suasana yang mungkin aku tak terbiasa. Aku hanya sekedar datang saja bersama mereka tanpa mengobrol banyak. Sebab mereka membahas hal-hal yang berkaitan dengan hubungan mereka saja.

Untuk urusan kampus pun, aku terkadang sendiri. Tanpa lagi bersama Aswar, Agung atau pun Herman. Aku menjadi seperti anak yang introvert. Menjadi pendiam, dan selalu menyendiri.

"Ini Bu tugasnya!" Melihat ada Anita yang sedang duduk di kursi, lalu aku menyerahkan tugas ke Ibu Hikmah.

"Eh kamu lagi, mana yang lainnya?" Sahut Anita yang mulai menyapaku.

"Emmm, iya aku sendiri saja. Yang lainnya mungkin ada di kelas!" Ucapku dengan sedikit heran dengan sikap Anita yang berbeda saat kejadian di cafe malam itu.

"Oh iya, kenalkan nama aku Anita!" Anita kemudian menyodorkan tangannya mengenalkan namanya.

"Aku Anca!"

"Kamu anaknya Bu Hikmah ya?" Tanyaku untuk mencairkan suasana agar aku punya teman walau hanya sekedar ngobrol.

"Iya benar, aku dari Fakultas hukum, setiap jam istirahat aku selalu ke sini ketemu ibu. Lagi pula aku jarang kumpul dengan teman-teman kalau di kampus, kecuali ada hal yang urgent," jelasnya yang semakin membuat kami akrab satu sama lain.

"Kalau kamu tidak keberatan, boleh kita ngobrolnya di kantin saja sambil ngopi begitu, nanti aku yang traktir, boleh kan?" Tambah Anita yang mengajakku ke kantin.

"Okey, baiklah. Tapi biar aku saja yang traktir!" Ucapku dengan penuh semangat. Rasa sepiku kini mulai memudar secara perlahan.

"Baiklah, terserah kamu saja. Yuk!" Ajak Anita kepadaku.

Tiga hari berlalu, aku dan Anita makin dekat dan sering bertemu di kantin. Makan, ngobrol, sesekali aku menanyakan tentang aktivitas kampusnya. Begitu pun dengan Anita. Aku juga sudah memiliki kontak telponnya. Sehingga kami biasanya berbagi kisah melalui aktivitas online, chatting dan kadang aku menelponnya. Dan ternyata ia sama ramahnya dengan Bu Hikmah. Ya, mungkin ada benarnya kata pepatah bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Seperti Bu Hikmah begitulah dengan anaknya, Anita.

**

"Anca, yuk kumpul lagi berempat, sekalian infokan di grup whatsapp ya? Biar Herman dan Agung juga tahu." Ajak Aswar kepadaku yang sedang asyik menikmati chattingan dengan Anita.

Loh, tumben Aswar mengajak aku untuk bergabung lagi dengan mereka bertiga. Tanpa mengajak pasangan mereka masing-masing. "Okey War, siap!" Balasku.

"Kenapa kalian tidak mengajak pasangan kalian untuk bergabung malam ini?" Tanyaku kepada ketiga sahabatku. Aku melihat wajah Agung dan Herman sangat cemberut, sementara Aswar hanya tertawa mendengar pertanyaan yang aku lontarkan kepada mereka.

"Begini, Anca. Semalam yang lalu, Herman nembak Elin, tapi... Elin belum memberikan jawaban apapun, dan kata Herman, Elin tampaknya masih bimbang. Sedangkan Agung diputuskan oleh Yana dengan alasan klasik bahwa mereka sudah tidak cocok lagi. Ternyata nih Nca, setelah Agung ketahui Yana sudah selingkuh!" Aswar dengan lengkap menjelaskan semuanya kepadaku dan kembali tertawa. Sedangkan Herman dan Agung hanya menatap Aswar dengan wajah yang kesal.

Itulah alasan mengapa mereka mengajak aku untuk kumpul bersama, ternyata ingin curhat kepadaku tentang masalah dengan pasangan mereka dan mereka merasa bersalah lalu mengucapkan permohonan maaf kepada aku, karena selama mereka jalan dengan pasangan mereka, kami menjadi jarang kongko-kongko bersama lagi, ngobrol, cerita tentang wanita dan lainnya.

Namun bagiku, mereka tidak ada yang salah. Aku baik-baik saja. Meskipun sempat merasa kesepian sih, tapi aku sekarang punya teman dekat yaitu Anita. Iya kan? Hmmm...

"Halo, semuanya!" Seorang pria menyapa kami dari meja sebelah.

"Halo!" Jawab kami serentak, dan kaget karena dia adalah salah satu sahabat kami yang baru saja terlihat.

Ia berdiri mendekat ke arah kami, lalu berkata, "Wanita memang memiliki pribadi yang sangat unik teman-teman. Kadang diam mereka adalah sebuah isyarat bagi seorang pria yang entah apa maknanya. Kadang, ketika mereka berbicara pun menggunakan bahasa yang tak jarang kita salah dalam mengartikannya.

Ketika kita lakukan A yang mereka maksud adalah B begitu pun sebaliknya. Kebanyakan kita ini sebagai pria selalu kesulitan untuk memahami setiap maksud dari seorang wanita, kadang hanya sesama merekalah baru terdapat saling pengertian itu.

Kita mungkin hanya bisa menyesuaikan diri dan tidak harus selalu memaksakan diri untuk memahami semuanya. Yah, memang seperti itulah wanita, menjadi sesuatu yang selalu asyik untuk dibicarakan. Dengan berbagai keunikannya, pola pikir, apalagi soal perasaan."

Kami berempat hanya terdiam dan fokus mendengarkan penjelasan darinya.

"Dari mana saja kamu, kok baru kelihatan, bahkan sudah seminggu kamu tidak kuliah?" Tanyaku kepadanya.

"Aku hanya di rumah. Aku baru saja sembuh dari sakitku!" Imbuhnya.

"Kau sakit apa?" Timpa Herman dan Agung bersamaan.

"Ya, mungkin rindu. Rindu kepada seorang wanita!" Ketusnya lalu kami tertawa bersama mendengar jawabannya. Sampai kami lupa, tak ada satu pun dari kami entah Agung, Herman, Aswar dan juga aku yang menyebutkan nama sahabat kami yang satu ini.

Ah, tak apa-apa kok. Dia memang selalu misterius. Tapi satu hal yang masih aku ingat, dia baru saja di tinggal nikah oleh kekasih lamanya. Dan kini, dia juga mulai aktif dengan passion barunya; menulis.

'Menurutku wanita selalu menjadi trending topic dalam setiap pertemuan kami'. Bisikku dalam hati.

***

Tolitoli, 02 Januari 2019

Baca Juga: [PUISI] Terdalam

Nurkamal Photo Verified Writer Nurkamal

Salam Semangat, Instagram : @nurkamaljuly27

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya