[CERPEN] Gadis di Musim Salju

Gadis yang kutemui waktu itu, telah mengubah suasana hidupku

Libur musim dingin terasa tidak terlalu spesial bagiku. Aku tidak pernah menikmati liburan musim dingin selama ini. Jika orang lain menikmatinya dengan bermain lempar bola salju, bermain ski dan sesuatu yang menyenangkan lainnya, aku hanya menghabiskan waktu liburanku dengan buku-buku yang aku sukai, entah itu dari rumah ataupun perpustakaan.

Sebenarnya, yang membuat liburan musim dingin tidak pernah kunikmati adalah karena teman-teman sekolahku semua selalu menghabiskan waktu liburan mereka di luar kota. Sedangkan orangtuaku selalu ada pekerjaan yang membuat ayah dan ibuku bekerja di musim dingin.

Meskipun aku tidak pernah menikmati liburan musim dingin ini, aku selalu berharap bahwa aku ingin sekali bisa menikmati liburan musim dingin ini, entah itu sesuatu atau seseorang yang bisa membuatku menikmati liburan ini.

Suatu ketika, seperti biasa aku baru saja keluar dari perpustakaan di Kota Frostland, kota yang menjadi tempat tinggalku. Aku baru saja meminjam buku tentang organel sel dan novel fiksi karya J.K. Rowling, yaitu Harry Potter and The Order of The Phoenix.

Satu buku pelajaran yang aku sukai dan satu novel untuk menyegarkan pikiranku. Hujan salju pun turun, aku segera membuka payung supaya aku tidak tertimpa banyak salju dan aku bergegas pulang ke rumah supaya tidak kedinginan di luar karena saat ini suhunya kuperkirakan sudah mencapai minus 12 derajat celcius.

Aku bergegas dan berlari menuju ke rumah, dan tanpa disadari aku tersandung dan jatuh ke tanah sehingga buku yang kubawa juga ikut terjatuh ke tanah. Sambil memegang payung aku mengambil buku yang terjatuh dan ternyata ada seorang gadis yang mengambilkan buku itu untukku.

“Ini bukumu, kan?” Seorang gadis berkata dengan suaranya yang lembut.

“Oh, iya benar, terima kasih.” Aku menjawab dan aku melihat wajah gadis itu. Wajah yang terasa asing bagiku. Gadis berambut panjang sebahu, dan mempunyai dua warna mata yang berbeda. Cokelat dan hijau.

“Sama-sama, permisi!” Dia berlalu dan pamit kepadaku, dan entah kenapa tanpa kusadari aku memanggil gadis itu.

“Hei..., bolehkah aku mengetahui siapa namamu?” Tanyaku sambil menahan rasa malu di dalam hatiku. Aku merasa sepertinya dia akan mengabaikan dan meninggalkanku.

“Namaku Naomi, dan siapa namamu?” Dia berbalik dan menjawab pertanyaanku sambil tersenyum sekaligus bertanya padaku.

“Na... namaku Dani, maaf aku permisi dulu.” Aku berbalik dan berlari sambil membawa buku dan menahan rasa maluku saat ini. Aku masuk ke rumah, menaruh buku dan mencuci muka.

“Perasaan apa ini?” Aku bertanya pada diriku sendiri. Rasanya jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Langsung saja aku membuat secangkir kopi panas dan mempelajari buku yang aku pinjam dari perpustakaan. Berjam jam aku mempelajari buku organel sel hingga larut malam, di sela kesibukan aku mempelajari buku tersebut.

Aku terbayang oleh wajah gadis yang baru aku temui tadi sore. Wajah yang seolah-olah menghipnotis diriku untuk mengingatnya dan mendekati dia. Keesokan harinya aku memutuskan untuk mencoba menemui gadis itu di jalan yang sama yaitu jalan yang aku lewati kemarin.

Berjam-jam aku menunggu gadis itu di jalan yang kemarin sore aku lewati. Sejak jam 6 pagi sampai jam 8 pagi aku menunggunya, sekarang aku mulai bosan, kuputuskan untuk mengungjungi kafe yang sudah menjadi langgananku, yaitu Snowroad Cafe.

Sesampainya di kafe aku langsung mencari tempat yang kosong, setelah duduk aku menunggu pelayan untuk melayani pesanan. Karena kafe ramai dan aku merasa sangat bosan, aku putuskan untuk menunggu pelayan sambil membaca novel yang aku pinjam. Setelah mau membaca dari bagian prolog, seorang pelayan perempuan menghampiriku.          

“Permisi tuan, Anda mau pesan apa?“ Kata pelayan itu

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Eem..., secangkir Special Hot Cappucino,” jawabku agak kaku setelah melihat bahwa pelayan itu adalah Naomi, gadis yang dari tadi aku cari.

“Oke, secangkir Special Hot Cappucino. Ada lagi?” Sambil menampilkan sebuah senyumannya.

“Tidak ada, eh... tunggu sebentar, kau Naomi kan?” Secara spontan aku bertanya padanya.

“Iya, kau itu, oh kau yang kemarin itu kan. Yang mencari buku di jalanan bersalju?” Katanya sambil menahan tawa.

“Hehe, iya aku selalu ke sini dan aku baru melihatmu di kafe ini. Jadi kau orang baru?” tanyaku.

“Iya aku baru kerja hari ini, maaf aku permisi dulu. Pengunjung semakin banyak. Mungkin bisa kita lanjutkan lain kali,” katanya

“Oh iya, maaf mengganggumu,” kataku

Kulihat dia melayani para pengunjung kafe dengan senyumannya. Senyumannya seolah-olah membuat kafe ini semakin ramai. Sambil menunggu pesananku aku melihat dia melayani dan mengantar pesanan dari satu meja ke meja lain. Kulihat dia dengan penampilan rambutnya yang diikat ke belakang semakin menambah kecantikannya,  dua matanya yang berwarna berbeda yaitu coklat dan hijau juga menambah pesonanya.

Setiap hari aku selalu mengunjungi kafenya hanya untuk bertemu dan berbicara sekaligus menikmati secangkir cappuccino hangat. Setiap aku bertemu dengannya rasanya benih-benih cinta di hatiku yang tertanam sejak lama sudah mulai mekar sekarang. Aku jadi jatuh cinta padanya. Libur musim dingin yang terasa berwarna abu-abu sudah menjadi berwarna-warni.

Rasanya ingin sekali aku mengungkapkan perasaanku kepadanya, namun setiap ingin mengatakannya aku merasa malu padanya, bahkan pernah sekali ketika aku mencoba mengatakan perasaanku padanya keringatku mulai bercucuran deras, jantungku berdetak lebih cepat.

Saat dia melihat hal itu, dia langsung membasuh mukaku yang penuh dengan keringat sehingga membuat kita berbicara sesuatu selain mengutarakan perasaanku padanya, sehingga libur musim dingin terus kunikmati hanya dengan berbicara, bertukar pikiran, dan bercanda tawa dengan dia. Apa yang harus kulakukan? Aku takut jika dia tidak menyukaiku. Akhirnya kuputuskan, saat awal musim semi aku akan menyampaikan perasaanku padanya.

Awal musim semi telah tiba, aku memutuskan untuk mengunjungi kafenya sepulang sekolah. Saat aku mengunjungi kafenya aku tidak bertemu dengan dia. Kutanyakan pada para pegawai di kafe itu tentang keberadaannya, namun mereka tidak tahu kemana dia pergi dan sampai kapan dia akan pergi.

Hari demi hari, bulan demi bulan, dari musim semi, musim panas sampai musim gugur aku tidak pernah bertemu dengannya. Aku selalu mengingatnya, meskipun aku selalu merasa resah karena tidak pernah bertemu dengannya, aku punya teman dan orang tuaku yang membuatku merasa bahagia sehingga aku tidak terlalu merasa resah. Mereka selalu ada saat musim semi sampai musim gugur. Pada akhirnya aku memutuskan untuk melupakan dia, supaya kehidupanku tidak terganggu.

Musim dingin tiba lagi, seperti biasa teman-teman dan orang tuaku ada perlu di luar kota, sementara aku sendiri di kota ini sambil mempelajari buku yang aku sukai dan sesekali menelfon temanku dan orang tuaku.

Seperti biasa aku pergi ke perpustakaan, sambil memakai jaket tebal supaya tidak kedinginan dan sepasang sarung tangan. Aku berjalan menuju perpustakaan, dalam perjalanan aku melihat seorang gadis cantik berambut panjang terurai bermata coklat dan hijau berjalan di depanku. Aku menduga dan yakin bahwa gadis itu adalah Naomi, gadis yang membuatku jatuh hati di musim dingin sebelumnya. Aku menghampirinya dan memanggil namanya.

"Naomi, kaukah itu?” Tanyaku.

“Maaf, kamu siapa?” Kata gadis itu yang ternyata tidak mengenaliku sama sekali.***

Baca Juga: [PUISI] Bait-bait Rindu nan Berderit

Perdana Putra Photo Writer Perdana Putra

Not special person

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya