[CERPEN] Partikel

Menyelaraskan dua unsur berbeda dalam cinta

Pernahkah engkau bertanya, atom adalah entitas masa yang tak dapat dibagi lagi, sayangku? "Mungkin.” Jawabmu, tanpa minat sambil melangkah di selasar taman mawar nan ranum dan merah nyalang, dibias spektrum gradasi warna-warna pastel memulas dimensi ruang. Kau membangun jarak dari tempatku berdiri anggun, memunggungi.

Serupa rasa yang pernah kita punya, sesungguhnya quantity materi paling alfa sekalipun, terikat oleh dua unsur saling mengikat. Laiknya kau dan aku, sebagaimana partikel proton dan neutron.

Mendengarnya, mendadak kamu berbalik badan, dalam suatu gerak seumpama estetika koreografi yang memukau pandangan, lepas itu menatapku skeptis pada jarak di antara kita, memindai dengan sapuan pandangan matamu yang menatap takjim.

Untuk sesaat, aku takjub oleh entitas wujud yang seolah baru saja menjelma secara harfiah dan menghipnotis ruang kesadaran, melumpuhkan Adam di taman Eden ketika Allah, menyusun anatomi Eva, lewat tulang rusuk dari bagian tubuh Adam, tertanggalkan.

Namun untuk dipersatukan kembali, karena itulah hakekat antara yin dan yang, terpisah namun selaras dalam penyatuan secara ragawi, melekat dalam kebersamaan mencapai tingkat ruhani, utuh saling menggenapi.

Semerbak taman bunga yang bermekaran menebar aroma magis dan membius kini, tak berarti sudah di antara siluet yang membingkai wujudmu bergaun warna plum panjang, merambat menyapu rerumputan taman, dengan tangan memegang tangkai payung, pada dimensi yang asing, tak dikenal secara realis.

"Berhentilah dari menjelaskan apapun berkaitan apa yang terjadi di antara kita, Enraga!" Suaramu terdengar halus di bibir merahmu, ranum. Namun terkesan hening, bersama sepasang kepak sayap kupu-kupu jenaka, mengitari.

Lalu kau berujar, "Tiada yang benar-benar nyata di dunia ini, hakekatnya semua material yang nampak kini, tak lebih fatamorgana, Enraga." Ada, sesungguhnya tiada, hanya sebatas rasa.

Serupakan alegori Musafir terpapar di padang Sahara yang disengat terik pancaran matahari. Ianya demikian putus asa. Sampai nak sudi menelan pasir menyesakan, yang mana dianggap sebagai tegukan air telaga oasis di tengah gurun tandus.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Janganlah begitu, skeptisme tidak menolong di keadaan yang mana situasi membutuhkan harapan, untuk sekedar bertahan, sayangku. Harapan itu boleh dalam wujud, cinta, atau entah apapun itu istilahnya. Ialah yang membuat insan bertahan, dan cukup berharga untuk tetap diperjuangkan, tetap berjalan mencapai mana yang dituju itu, cinta.”

"Semua tak nyata, Enraga." Lebih lanjut kau kemukakan lagi, "Jika dua unsur partikel atom terpisah, artinya ketiadaan. Lalu bagaimana keduanya tetap saling mengikat? Adalah karena 'Kehendak-Nya."

Kehendak? “Itu mengapa cinta tercipta, sebagai kehendak, sesuatu yang mengikat. Motivasi seseorang terus berupaya, meski pertolongan entah kapan tiba. Namun, dengan cinta, sesuatunya layak diperjuangkan. Keyakinan atau cinta, bukankah yang akan membawa penganutnya ke surga? Cinta adalah ikatan, motivasi untuk tetap melekat sebagai tujuan, itulah takdir Allah menciptakan insan yang melata di bumi yang Bapa hamparkan, mencipta kehidupan. Mengapa, karena itu berharga dan apa-apa yang telah berlangsung sesuai kehendaknya, itu baik.

"Ya!" Sambutnya, memaparkan absurditas makna kehendak, apakah semakna kehendak kami atau merujuk pada makna kudus? Di akhir kalimat, kau bicara, "Tak ada lagi yang tersisa bila keduanya saling mentiadakan."

Penyatuan itu, dinamakan hukum seksual pada tiap segenap yang Allah cipta dari kerajan surga, iaitu perkawinan. Kebersamaan sah di hadapanTuhan. Tiada lagi boleh dipisah, “karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Alkitab Markus - 10:9. Sebab, selainnya adalah pencerai-beraian suatu unsur, menuju ketiadaan satu sama lain, lenyap.

Ia diam mewujud arca, hening menyeruak ruang-ruang di antara kamu dan aku, bersisa sapuan hembus angin nan mangis, menghantar aroma taman rose yang secara niscaya kelopak demi kelopaknya lepas jatuh melawan gravitasi, seolah mengambang naik ke atas udara.

Sementara wujudnya beku, di antara ruang dimensi kami yang terasa tak selaras. Saat itu lah aku beranjak untuk mencapainya, hingga lebih dekat lagi, sampai jarak tak berarti sudah, nak bersentuhan satu sama lain, lebih menggapi ...

Dan, sebelum berciuman, kami adalah dua partikel-partikel yang lepas dari ikatannya, terberai pada suatu peristiwa, menguap, lalu.... hilang.

#EnRaga.

Regan Farma Photo Writer Regan Farma

life is journal

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya