[CERPEN] Selangkangan dan Dua Bungkus Kopi

Dari selangkangan luka tubuh perempuan menganga 

Maria Moki Mina biasa disapa Mina adalah puteri tunggal dari pasangan suami isteri Yohanes Batu Bata dan Yosefina Nggewe. Keluarga kecil ini hidup di sebuah desa bernama Nukatalo di atas bukit.

Mina tumbuh dewasa menjadi seorang gadis yang cantik dengan rambut ikal berwarna hitam, dan bibir tipis merah muda yang tak pernah kering, meski musim berganti. Ia adalah jelmaan dewi cahaya yang kerap menerangi mimpi malam para lelaki desa yang gelap, yang selalu ingin menyetubuhinya.

Bapak Mina, Yohanes Batu Bata adalah seorang petani kopi yang lebih suka minum kopi Kapal Lela berbungkus plastik ketimbang kopi hasil kebun sendiri.

“Mina, putar kasi Bapa kopi dulu. Pake gelas Wings yang besar. Dua bungkus ee,” pinta Batu Bata pada putrinya.

“Bapa, kopi Kapal Lela sudah habis. Putar kopi biasa saja e,” jawab Mina, sembari berharap diiyakan.

“Kau pergi bon dulu di kios sana. Bapa tidak bisa minum kopi biasa. Kapal Lela lebih enak. Sekalipun kau pu bapa ini tidak pernah naik Kapal Lela, setidaknya kopinya saja dulu,” jawab Batu Bata dengan tersenyum.

Tanpa berkata lagi, Mina bergegas ke kios Om Bingu Riku, menyampaikan niat mengutang dua bungkus kopi Kapal Lela. Seperti biasa, Om Riku mengiyakan. Memberikan dua bungkus kopi Kapal Lela, sambil mencatat nama dan jumlah utang di buku bon.

Setiap pagi, jika kopi Kapal Lela di rumah habis, Mina selalu pergi mengutang. Utang-utang itu akan dibayar ketika kopi hasil panen dari kebun sudah laku terjual di pasar. Begitu setiap harinya, setiap minggu, setiap bulan dan setiap tahunnya.

Mina telah tamat SMA di kota dan hendak melanjutkan kuliah. Namun, karena keterbatasan biaya, ia harus beristirahat setahun dulu di kampung, membantu orangtuanya, Batu Bata dan Nggewe.

Ibu Mina, Yosefina Nggewe adalah seorang guru Sekolah Dasar yang setiap hari menempuh perjalanan kaki sejauh 5 KM untuk tiba di sekolah dimana ia mengajar sebagai guru kontrak daerah dengan upah 300 ribu rupiah dibayar setiap enam bulan sekali.

Setahun ke depan, tugas Mina hanyalah menjaga rumah, membersihkannya, menyiapkan makanan untuk orangtuanya. Di waktu senggangnya, setiap sore pukul tiga, Mina mengajari anak-anak kampung untuk membaca dan menulis, kadang juga bahasa Inggris. 

Pada suatu sore di bulan November, Mina bertemu dengan seorang lelaki hitam manis, anak kampung sebelah ketika menonton pertandingan bola merayakan ulang tahun Gereja. Lelaki itu bernama Sani.

Mina dan Sani saling menaruh perasaan sejak pertama bertemu dan berpacaran setelah Sani dengan berani mengajak Mina untuk bicara empat mata di belakang Gereja, ketika semua orang sibuk berteriak menyoraki pertandingan bola.

“Mina, sejak awal saya kagum. Setiap perkumpulan laki-laki, mereka selalu sebut Mina punya nama. Ternyata benar, kau memang cantik. Sejak pertama kita ketemu, saya sudah jatuh hati. Sekarang saya beranikan diri untuk ungkapkan saya punya perasaan. Kau mau tidak jadi saya punya pacar?” tanya Sani sembari mencoba memegang tangan Mina. Dan dengan cepat Mina menyatakan mau tanpa  malu.

Setelah hari itu, Mina dan Sani kerap bertemu di belakang gereja setelah misa hari Minggu. Pertemuan itu tak berlangsung lama, hanya sekitar 600 hingga 900 detik. Saling memegang tangan, bercerita dan kadang Sani mencuri kesempatan mencium pipi Mina.

Usia hubungan sudah memasuki hari ke 46. Lewat surat, Sani mengajak Mina bertemu di belakang gereja, pada malam Natal seusai misa.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Mina mengiyakan. Dua sejoli ini pun bertemu. Suasana terasa berbeda tak seperti pertemuan biasanya karena gelap menyelimuti, hanya terang bulan dan bintang, dan juga bunyi jantung yang berdetak tak menentu.

“Mina, ada hal penting yang ingin saya sampaikan.”
“Ada apa?”
"Tapi kau harus jawab dengan jujur."
"Iya. Apa?"
“Apa kau masih perawan?”

Mina diam, tak berkata apa-apa. Jantungnya berdetak semakin kencang, dadanya terasa sesak.

“Saya hanya ingin tahu.”

Mina tetap diam, tidak bersuara. Hanya nafasnya, terputus – putus diiringi suara jangkrik dan katak dari semak-semak.

“Mina……,”
“Kenapa memangnya?"
"Saya hanya mau pastikan saja. Banyak orang bilang, kalau kau sudah tidak perawan lagi,"

Mina terdiam. Tak bersuara.

"Mina....,"
"Kalau masih kenapa? Kalau tidak kenapa?"
“Kalau masih yah tidak apa-apa. Kalau tidak, hubungan kita sampai di sini saja,"
"Ada apa dengan keperawanan itu? Selama ini, bahkan tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk bertanya dan mencari tahu tentang keperjakaan kau."

Sani tertunduk dan diam. 

"Apakah hidup ini hanya soal selangkangan perempuan?"
"Bukan begitu. Saya hanya tidak ingin dicemooh karena berpacaran dengan perempuan bekas."
"Perempuan itu manusia. Terbentuk oleh darah dan daging juga tulang. Sama seperti kau. Tapi anehnya, kebanyakan manusia lainnya menganggap kami seperti barang. Yang sudah bersetubuh dan disetubuhi dilabeli bekas.Miris."

Sani diam, tidak berkutik sedikit pun.

"Saya merasa bahagia. Karena keperawanan yang kalian idam-idamkan itu telah saya jual demi kebahagiaan bapak saya, yang menikahi ibu tanpa menanyakan selangkangannya. Saya merasa bangga, ketika keperawanan yang kalian agung-agungkan itu, saya jual demi segelas kopi Kapal Lela untuk bapa setiap pagi, dan juga untuk menghapus bon ibu yang menumpuk."

"Mina, Mina, Mina.."
"Ada Apa Bapa?"
"To'o se. Ana ata fai roke ria raka do leja toki loge. To'e se!! Kita we mbana uma, mbana pu'i kopi." (Bangun sudah.. Anak perempuan tidur sampai matahari pukul pantat. Bangun!! Siap-siap. Kita ke kebun mau petik kopi.)


Mina bangun. Mengusap mata, menampar pipi kiri dan kanannya. 
"Ternyata tadi mimpi. Syukurlah," ujarnya sambil tersenyum. Dalam hati ia bergumam “Pada selangkangan, mata pisau penjuru dunia bermuara. Dari selangkangan, luka tubuh perempuan menganga.”***

-------------------------

*Kapal Lela (Pesawat) - Bahasa Ende Lio

Baca Juga: [CERPEN] Rumah dari Yang Mulia

Rere Marselina Photo Writer Rere Marselina

Suka menulis dan menulis apa yang disukai.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya