[CERPEN] Sebuah Rahasia

Aku hanya ingin kau bertemu dengannya

Aku menuju ruang kantorku. Saat itu tepat pukul 11 malam. Aku terpaksa harus menggunakan senter di ponselku karena semua ruangan sangat gelap. Aku berjalan menyusuri tangga darurat untuk sampai ke lantai 4. 

Huh, perjalanan yang melelahkan, pikirku dalam hati. Keringat sudah membanjiri bajuku. Ingin segera kunyalakan AC di ruang kerjaku. "Sial, gara-gara dokumen penting itu, aku harus bersusah payah seperti ini," sahutku kesal. 

Sesampainya di lantai 4, kulihat ruangan bosku masih menyala. Tak biasanya ia pulang selarut ini. Aku pun mendekati ruangan itu dan tiba-tiba kudengar percakapan yang sangat aneh.

"Kau tahu, betapa pentingnya dokumen ini untukku," seru seorang pria dalam ruangan itu.

"Ya, aku tahu, kau sangat menginginkan dokumen itu ada di tanganmu. Tapi sayang, aku sudah membakar semua dokumen itu," sahut bosku.

"Aku akan membuatmu menyesal jika kau serahkan dokumen itu padanya," kata pria itu dengan nada yang keras.

Aku kaget, hatiku berdebar, takut jika dia menyakiti bosku. Aku mencoba menjatuhkan sebuah buku tebal yang ada di meja. Dug!!! buku itu terjatuh. Saat itu pula pria itu segera membuka pintu ruangan dan melihat kesekitar. Aku yang ketakutan hanya bersembunyi di balik lemari besi di pojok ruangan. Pria itu lalu membanting pintu ruangan bosku dan segera pergi meninggalkan kantorku.

Aku masih berada di balik lemari besi. Aku masih waspada, takut jika pria itu datang kembali ke kantorku. Saat itu terdengar sebuah pintu tertutup dan kulihat ternyata bosku keluar dan meninggalkan ruangan. Sebenarnya aku ingin menghampirinya. Tapi mungkin lebih baik aku diam saja dan pura-pura tak mendengar apapun.

Ketika suasana sudah aman, aku segera keluar dari balik lemari itu, aku menuju mejaku dan mencari dokumen yang bosku berikan tadi siang. Dokumen dalam amplop yang bertuliskan Top Secret ini sangat menyita perhatianku. Ingin kubuka saja amplop ini dan kuganti yang baru tapi aku tak akan mengecewakan bosku dan aku segera menyimpannya dalam ranselku dan bersiap kembali ke rumah.

Dalam perjalanan pulang, aku merasakan keanehan. Sepertinya ada seorang pria yang mengikutiku. Aku berjalan dengan cepat tapi langkah kaki di belakangku sama cepatnya denganku. Jalanan sangat sepi. Tak ada satupun mobil yang lewat dan masih 1 km lagi menuju apartemenku. Semua toko sudah tutup. 

"Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" aku bicara pada diriku sendiri. Aku tak bisa menghubungi siapapun. Baterai ponselku mati. Aku semakin cemas, aku berpikir hal buruk akan terjadi padaku seperti di film-film thriller yang mengerikan. Keringat dingin membasahi tubuhku, aku hanya ingin berlari secepat kilat sampai ke apartemenku.

Akhirnya, aku sampai di depan gedung apartemenku. Aku masih melirik ke belakang dan masih merasakan kehadiran pria itu. Untungnya satpam gedung apartemenku masih terjaga. Aku bisa masuk ke gedung apartemenku dengan aman.

Aku segera berlari menuju lift dan secepatnya menuju lantai 8 di mana kamarku berada. Sesampainya di kamar, aku berulang kali melihat amplop itu. Apakah ini dokumen yang dibicarakan oleh mereka sampai-sampai aku diikuti oleh seseorang. Sampai saat ini aku belum merasa aman. Ingin segera pagi rasanya dan menayakan pada bosku apa yang terjadi.

Sebenarnya, ketika bosku memberikan dokumen ini padaku, ia menyuruhku untuk memberikan ini pada detektif Ross, seorang detektif paling berpengaruh di kota ini. Aku mencari profil detektif Ross di internet. Ia seorang pria dengan badan yang proporsional dan wajah yang lumayan tampan di usianya yang menginjak 45 tahun ini. Aku menemukan alamat tempat ia bekerja dan tak sabar untuk bertemu dengannya besok. Maka dari itu aku memutuskan untuk segera tidur.

Aku terbangun pagi sekali. Tidurku tak nyenyak semalam. Aku hanya ingin menyelesaikan ini dengan cepat. Aku segera bersiap dan menuju kantor polisi Nevile. Sesampainya di sana, aku segera meminta untuk bertemu dengan detektif Ross.

Seorang polisi senior berkata, "Detektif Ross sedang berada di luar kota." 

"Kapan beliau akan pulang?" tanyaku. 

"Saya tidak tahu, yang pasti detektif Ross kemungkinan besar tidak akan bekerja lagi di kantor ini," jawabnya. 

"Apa yang terjadi?" tanyaku kembali. 

"Detektif Ross, telah menangkap seorang mafia dan ia dipromosikan untuk menjadi kepala detektif di ibukota. Sebenarnya, ini agak aneh, biasanya detektif Ross tidak akan semudah ini memutuskan untuk keluar dari kota ini. Ia sangat mencintai kota ini sampai sampai ia rela hanya bekerja sebagai detektif dengan bayaran yang tak seberapa," jawabnya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Aku pulang dengan kecewa. Dokumen ini masih berada di ranselku. Aku merasa ada yang tidak beres dengan hal ini. Aku segera menuju kantor untuk meminta kejelasan dari bosku.

Aku menceritakan padanya bahwa detektif Ross sedang berada di luar kota dan aku tidak bisa menyerahkan dokumen ini padanya. "Sebenarnya ada apa ini? Karena setelah kau memberikan dokumen ini padaku. aku melihatmu di datangi seorang pria dan aku diikuti seorang pria saat aku pulang ke rumah."

Ia berkata, "Aku hanya ingin kau bertemu dengannya." 

"Memang apa hubungannya detektif Ross denganku?" sahutku dengan heran.

"Kau ingat, saat kau bilang ingin sekali bertemu dengan ayahmu? Detektif Ross adalah ayahmu dan semua dokumen yang ada di tanganmu adalah akta kelahiranmu dan foto-foto saat kau bersama ayahmu sejak kecil."

"Kau bercanda," jawabku kesal. "Aku tak percaya ini, bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal, jika kau tahu siapa ayahku?" aku terus bertanya karena ini sangat tak masuk akal.

"Ayahmu menyuruhku dan ibumu untuk merahasiakan ini darimu karena dengan pekerjaannya itu, pasti akan membahayakan nyawamu," jawab bosku.

"Sebenarnya, aku dan ibumu sudah merencanakan ini semua. Ibumu tahu bahwa kau sangat ingin bertemu dengan ayahmu walaupun kau menyangkalnya. Ketika kami tahu bahwa ayahmu akan segera ke luar kota, kami siapkan rencana ini."

Kemudian bosku bercerita, "Sebenarnya, ia adalah pria yang mengikutimu kemarin malam. Ia hanya ingin melindungimu. ia khawatir jika kau pulang larut malam, kau bisa dalam bahaya. itulah mengapa ia menjagamu kemarin malam bahkan setiap malam saat kau pulang sangat larut."

"Aku dan ayahmu bersahabat sejak kecil karena itu ayahmu mempercayakanmu padaku agar aku bisa memberimu pekerjaan yang baik sehingga kau bisa hidup dengan layak."

"Lalu siapa pria yang tadi malam datang ke kantormu?" tanyaku heran.

"Itu adalah ayah tirimu. Ia tak ingin kau dan ayahmu bersatu karena ia takut ayahmu akan mendekati ibumu lagi. Ayah tirimu memiliki pengaruh kuat di kota ini, ia berhasil membujuk kepala kepolisian untuk memindahkan ayahmu. Tadi pagi ayahmu memberitahuku bahwa ia akan segera pergi dan memintaku untuk menjagamu," jawabnya.

"Kau tahu ia akan pergi ke mana?" tanyaku.

"Mungkin ia akan segera pergi ke Telise tempat di mana kau dilahirkan," jawab bosku.

'"Aku tak percaya ini tapi aku benar-benar ingin bertemu ayahku," sahutku.

Aku lemas dan terduduk di sofa. Aku menangis takut jika aku tak bisa bertemu dengan ayahku lagi. Ponsel nya tidak aktif. Aku sudah menguhubunginya berkali-kali. Lalu seorang kurir mengantarkan sebuah kopi padaku. Kopi yang hampir aku minum setiap hari karena mereka bilang bahwa kopi tersebut merupakan kiriman dari penggemarku.

Aku tercengang. Mungkin ini adalah kopi dari ayahku. Mungkin ia selalu berada di kedai kopi ini dan memesan secangkir kopi untukku dan kemungkinan saat ini ia ada di sana. Aku segera berlari menuju kedai kopi ini. Yang hanya ada di pikiranku saat ini adalah ayahku. Aku tak ingin berpisah lagi dari ayahku.

Aku tiba di kedai kopi ini, mencari detektif Ross yang merupakan ayahku. Meski aku tak tahu wajah aslinya, aku bisa mengandalkan gambar dari ponselku. Lalu, aku melihat seorang pria dengan mantel coklatnya sedang berada di kasir untuk menyelesaikan pembayaran. Saat ia akan berjalan ke pintu keluar. Aku melihat wajahnya dan aku yakin dialah ayahku.Tiba-tiba ia melihatku. Wajahnya berbinar, begitupun denganku. Pertemuan yang kutunggu selama hampir 20 tahun ini akhirnya menjadi nyata. 

Ia mendekatiku dan berkata, "Kau sangat cantik." 

Aku memeluknya dan berkata, "Terimakasih telah menjagaku selama ini, Ayah. Aku sangat merindukanmu." Salju pertama bulan Desember pun turun dan kami menghabiskan hari kami di kedai kopi ini dengan perbincangan yang hangat.

Baca Juga: [CERPEN] Sisa Kasus Hari Itu

Rieska Photo Verified Writer Rieska

penyuka sepi dan penikmat kopi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya