[CERPEN] Gea

Biarkanlah ia pergi...

Derap langkah kaki itu kian lama terdengar semakin jelas. Aku sangat berharap orang itu akan mengabaikanku dan berjalan terus. Namun, sayangnya harapanku itu sia-sia. Kini orang itu tepat berdiri di hadapanku. Hanya ada kami berdua di sepanjang lorong ini. Entah perasaan apa yang kurasakan saat ini.

Aku mencoba untuk menghilang dari hadapannya, namun ia terus menahanku. Jujur aku sudah muak untuk melihat wajah itu. Setiap kali aku memandangnya, kenangan lama itu muncul diingatanku beserta perasaan-perasaan sakit yang kurasakan saat terakhir kali ku bersamanya.

“Gea, aku mohon untuk kali ini dengarkan alasanku. Tolong jangan menghindar, Ge. Aku gak mau hubungan kita berakhir seperti itu. Jujur aku sebenarnya masih ingin bersamamu. Apa yang waktu itu kulakukan adalah kesalahan terbesarku.”

“Gak ada lagi yang perlu dijelasin. Semuanya sudah cukup jelas bagiku. Aku juga mohon kepadamu, kalau sewaktu-waktu kita bertemu, tolong anggaplah aku seperti orang yang tidak kamu kenal. Cukup berjalan sajalah. Jangan menghampiriku seperti ini terus menerus. Aku ingin cepat-cepat melupakanmu, melupakan kebersamaan kita. Aku tidak ingin membencimu karena alasan mengapa kita berpisah. Aku hanya akan menganggapmu seperti orang yang tidak pernah kukenal.”

Setelah kuucapkan kata-kata itu, akupun pergi meninggalkannya. Ia tak mengucap sepatah katapun setelahnya. Ia masih berdiri terdiam dan air mukanya menyiratkan kesedihan, lebih tepatnya penyesalan.

Di sepanjang perjalanan pulang, aku mulai memikirkannya. Aku sebenarnya tidak benar-benar yakin apa yang kuketahui terakhir kali sudah sangat jelas bagiku atau aku yang berusaha meyakinkan diriku untuk membuat jelas semuanya karena aku yang tidak sanggup untuk menghadapi kenyataan.

Di dalam lubuk hatiku masih ada rasa yang tersimpan untuknya. Aku memaksa diriku untuk mulai melupakan perasaan itu dan membuka hati untuk orang lain. Namun, semakin lama kupaksakan perasaan itu untuk hilang, perasaanku malah semakin dalam dan aku mulai menyadari betapaku menyayanginya.

Sulit pula bagiku untuk membuka hati. Aku sangat berharap bahwa hubungan ku dengannya akan baik-baik saja. Tak bisa kupungkiri hubungan yang sudah kujalani beberapa tahun itu kandas karena adanya orang lain, mungkin lebih tepatnya orang lain itu kusebut sebagai sahabatku. Ya, sahabat.

Aku kehabisan akal bagaimana sahabatku sendiri bisa sampai bersamanya. Mungkin bisa sedikit kuterima apabila orang lain yang merusak hubungan kami itu ya benar-benar orang lain, bukan sahabatku. Aku sama sekali tak mengerti sahabat yang sudah mengetahui suka, duka, keluh, dan kesahku bisa bersama orang yang kusayangi.

Sampailah aku di rumah. Lelah rasanya aku beraktivitas di sepanjang hari ini. Ku melihat bunda sedang asyik menonton drama korea lawas favoritnya, Endless Love, di ruang keluarga.

“Assalamualaikum, Bun,” ucapku seraya menghampirinya dan membuyarkan perhatiannya dari drama Korea yang sedang ditontonnya.

“Wa’alaikum salam, sayang,” balasnya. Aku pun duduk di sebelah bunda dan menghela nafas panjang. “Hari ini capek banget ya?” Bunda bertanya penuh perhatian.

“Iya, Bun, sama seperti biasanya. Tadi Ardy menghampiriku lagi, Bun.” Untuk yang kesekian kalinya aku melaporkan Ardy yang datang menghampiriku dan memintaku untuk mendengarkan alasannya.

“Kamu kenapa tidak mendengarkan penjelasannya dulu, Ge? Apa kamu gak kasihan dengannya yang sudah kesekian kalinya meminta kamu untuk mendengar penjelasan darinya? Bunda kira Ardy memang masih ingin bersamamu. Cobalah untuk mendengar penjelasannya sekali saja. Setelah itu, kamu bisa memutuskan apa kamu masih ingin bersamanya atau menyudahinya.”

“Tapi, Bun...”

“Tapi apa? Bunda tahu kamu sebenarnya masih ingin bersamanya juga, kan? Kamu bisa saja kembali bersamanya, cobalah dengar penjelasannya terlebih dahulu. Perbaiki lah hubungan kalian dan kembali seperti dulu.”

“Iya, Bun. Lain kali kalau Ardy mencoba untuk berbicara denganku, aku akan mendengarkan penjelasannya itu. Aku ke kamar dulu ya." Aku pun mengalah. Aku tak ingin berdebat dengan bunda soal masalah percintaanku.

Bunda sepertinya begitu menyukai Ardy sampai-sampai ia terus menyarankanku untuk mendengarkan penjelasan dari cowok itu dan kembali lagi seperti dulu. Memang kuakui Ardy cowok yang baik, sangat baik malahan. Ia dapat diakui juga sebagai cowok yang dapat membuat gadis manapun terpikat dengannya. Pasalnya, Ardy hampir memenuhi kriteria cowok idaman para gadis.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Ia bertubuh tinggi, badannya ideal, ganteng, baik hati, pintar, ramah, jago olahraga, bisa main musik juga, dan masih banyak yang lainnya yang bisa dideskripsikan dari cowok itu.

Kemudian aku teringat bagaimana diriku bisa mengenalnya. Semua itu bermula ketika aku mencoba membantu sahabatku agar bisa dekat dengannya. Aku mencoba untuk menjadi ‘Mak Comblang’ pada saat itu.

Ya, kuakui bahwa apa yang kulakukan begitu klise. Sahabatku pada saat itu begitu menggilai Ardy. Ia mulai tergila-gila saat melihat aksi Ardy yang mencetak three point saat bermain basket. Masih kuingat jelas bagaimana mulutnya menganga menyaksikan Ardy pada saat itu. Awalnya aku tidak tertarik sama sekali dengan cowok itu. Lalu begitu melihat sahabatku, Nesha, tertarik dengannya, aku sangat ingin membantunya agar bisa bersama cowok itu.

Lama kelamaan aku pun berhasil dekat dengan Ardy dan lama kelamaan pula mulai muncul ketertarikanku dengannya. Aku mencoba untuk menghilangkan rasa tersebut dan tetap meneruskan niatku untuk membantu Nesha agar dapat bersama Ardy.

Aku bahkan sudah memberitahu Ardy perihal Nesha yang menyukainya dan menceritakan segala hal tentang Nesha yang mungkin akan membuat Ardy terpikat olehnya. Namun usahaku sia-sia, hasilnya pun nihil. Ardy tidak tertarik kepada Nesha dan hanya menganggapnya sebatas teman.

Lalu datanglah hari di mana ia tiba-tiba menghampiriku dan memberikan sebuket bunga dan menyatakan perasaannya kepadaku. Saat itu ada Nesha didekatku. Aku merasa bahwa hal tersebut tidaklah benar. Aku tak ingin menyakiti perasahaan Nesha.

Namun kemudian Nesha berkata, "Terima itu bunganya, Ge. Jangan malah bengong seperti itu, nanti tangannya Ardy copot lho!” Aku menatap mata Nesha, dan ia seolah berkata Tidak apa-apa, terima saja. sambil mengangguk pelan. Aku pun menerimanya. Jauh dari perkiraanku, persahabatanku dengan Nesha tidaklah rusak malahan semakin erat dari waktu ke waktu.

Mengingat hal tersebut aku merasa bersalah dengan Nesha. Aku mulai memikirkan betapa egoisnya diriku ini. Aku bisa-bisanya marah terhadap Nesha. Aku seharusnya bisa merelakannya walaupun itu sulit. Toh, pada awalnya ia yang menyukai Ardy terlebih dulu.

Tok tok

“Ini Nesha, aku masuk ya.”

Ketukan pintu itu dan suara itu membuyarkan lamunanku. Entah sudah berapa minggu aku tak mendengar suara itu. Nesha hampir setiap hari mampir kerumahku. Bunda juga sudah menganggapnya seperti putrinya sendiri.

Pintu kamarku terbuka perlahan dan Nesha muncul dibalik pintu itu. Ia melemparkan senyum kepadaku, senyum yang sangat ramah tapi matanya menyiratkan kesedihan.

“Hai, Nes. Ada apa malam-malam datang kemari?” tanyaku begitu canggung.

“Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Aku merasa tidak nyaman dengan persahabatan kita yang merenggang.” Kemudian Nesha menjelaskan panjang lebar akan segala hal yang tidak kuketahui. Pembicaraan kami itu mendatangkan isak tangis. Kami berdua menangis bersama-sama. Kami saling meminta maaf satu sama lain dan berpelukan dengan erat layaknya Teletubbies.

Melegakan. Itulah yang kurasakan setelah berbaikan dengan Nesha. Kini saatnya untuk mendengarkan penjelasan dari Ardy. Aku sudah memutuskan untuk mendengarkan penjelasan darinya baik-baik. Aku menghubungi Ardy sebelumnya dan memintanya untuk menemuiku.

Sore hari itu, Ardy pun datang. Kami memilih sebuah kafe sebagai tempat pertemuan. Ia menjelaskan apa kesalahannya. Ia berkata bahwa dikala itu ia sedang merasa bosan dan pada saat itu ia juga sedang dekat dengan Nesha. Ia menjelaskan segalanya begitu rinci. Kini aku mengetahui bagaimana perasaan Ardy maupun Nesha.

Setelahnya, aku meminta Ardy untuk tetap bersama Nesha. Aku merelakan cowok itu untuk bersama sahabatku. Tentu aku merasa kehilangan. Aku juga mungkin akan menangis tersedu-sedu selama beberapa hari. Tapi tak apalah, masih banyak ikan di laut.***

Baca Juga: [PUISI] Berjalan Pergi

Rizka Nooraini Photo Verified Writer Rizka Nooraini

seorang mahasiswi yang gemar menulis untuk mengisi waktu luang.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya