[CERPEN] Kawan Sore

Karena kamu harus hidup layaknya orang normal~ 

Sore itu langit nampak cerah dengan warna biru terang dihiasi dengan pemandangan lalu lalang para kawanan burung. Mata perempuan berkulit hitam manis itu berbinar binar menyaksikan kawanan burung itu terbang di atas kepalanya. Seseorang di sampingnya pun tak kalah bahagianya melihat pemandangan itu. Hamparan lapangan yang luas menjadi alas bagi tubuh mereka.

“Ra, hari ini langitnya cerah yah, nggak kayak biasanya” Kata perempuan berwajah pucat di sampingnya itu.

“Iyah, mungkin lagi bahagia. Karena hari ini hari ulang tahunmu” Perempuan itu menoleh kepada perempuan berwajah pucat di sampingnya.

“Kamu mau hadiah apa Tian?” Tanyanya bangkit dari tidurnya.

Perempuan berwajah pucat itu juga bangkit mengikuti Rara.

“Aku? Nggak mau hadiah apa apa” Jawabnya menatap lurus

“Kok gitu? “

Tian tersenyum, senyumnya lemah.

“Kalau aku mau kamu menemani aku di sini tiap sore hari, Tuhan bakalan kabulin nggak yah?” Tian kemudian menengadahkan kepalanya ke langit.

“Dikabulin lah. Tuhan kan baik”

“Kamu nggak akan selamanya bisa ada di sini Ra, suatu hari kamu pasti pergi”

“Nggak! Siapa bilang! Aku nggak akan pergi! Buktinya, setiap sore aku datang ke sini”

Perempuan pucat itu menatap kawannya yang berada di sampingnya kemudian tersenyum.

“Aku bakal tetap jadi kawan Tian selamanya. Aku nggak akan pergi”

“Janji yah Ra…” Perempuan pucat itu mengangkat kelingkingnya.

“Janji” Rara kemudian mengaitkan kelingkingnya. Mereka berdua tertawa bahagia.

“Oh iyah Tian, hari ini pak Bowo mengusirku lagi, aku kesal” Rara tiba tiba bersuara. Perempuan pucat itu merespon dengan senyuman.

“Seharusnya kamu memang tidak ada di sini Ra” Jawab Tian.

“Dia selalu saja menggangguku, inikan rumahmu” Katanya kesal.

Langit kemudian berubah warna menjadi merah muda. Sebentar lagi malam. Rara harus bangkit secepatnya meninggalkan Tian sendirian. Sebentar lagi sosok Rara akan menghilang. Ia berdiri dari tempat duduknya menatap tempat peristirahatan Tian. Esok Rara akan kembali lagi di sore hari dan kembali berbincang dengan Tian.

Seseorang sedari tadi memperhatikannya dari kejauhan, melihat tingkah anehnya yang duduk sendirian di samping sebuah nisan. Tertawa, tersenyum dan berbicara entah kepada siapa.

Seorang kakek tua menghampirinya. “Namanya Rara, gadis yang akan kamu lihat setiap sore hari di tempat ini.

“Apa yang dia lakukan di sana?”

“Nisan itu milik sahabatnya. Tian, yang sebulan lalu kecelakaan dan meninggal, Rara merasa bersalah dengan kepergian Tian, itu sebabnya dia selalu berhalusinasi bertemu Tian setiap sore hari di tempat ini. “

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Apa dia tidak ke dokter?”

“Sudah. Tentu saja. Orang tua mana yang akan tega melihat anaknya seperti itu. Tapi halusinasinya sangat kuat, hanya dia yang bisa melawannya.”

Laki laki itu ternganga mendengar penjelasan dari pak Bowo, penjaga makam.

“Kamu akan terbiasa melihatnya nanti.” Pak Bowo kemudian berlalu meninggalkan lelaki itu.

Keesokan harinya, lelaki itu datang lagi dan memastikan keberadaan gadis itu. benar saja, gadis itu datang tepat pada sore hari.

Lelaki itu menghampirinya. “Hai, boleh duduk di sini?”

“Kamu siapa?”

“Namaku Ditto” Perempuan itu menatap heran.

“Sedang apa di sini?” Tanya Ditto, duduk di samping Rara.

“Berkunjung ke rumah sahabatku”

“Sahabat kamu mana?”

“Nih, ada di sampingku, namanya Tian” Kata perempuan itu bahagia, Ditto berupaya mengulas senyum semanis mungkin.

“Apa sahabatmu melihatku?”

“Apa maksudmu, tentu saja dia melihatmu, kau tidak lihat dia tersenyum”

Ditto mengangguk.

“Sahabatmu membisikkanku sesuatu”

“Apa katanya?”

“Dia bilang, aku harus membawamu dari sini, ke tempat yang lebih nyaman”

“Benarkah? Tian apa benar kau berkata demikian” Ucapnya dengan sosok imajinasinya.

“Kemana Tian pergi? Kenapa dia menghilang?”

“Dia sudah pergi duluan, kau mau ikut denganku kan?” Ditto mengulurkan tangannya kepada perempuan manis itu.

“Asal Tian ada, aku mau” Perempuan itu kemudian meraih tangan Ditto. Ditto membawa perempuan itu pergi dari pemakaman itu, langkah awal untuk membuatnya keluar dari dunia imajinasinya.

Ini bukan pertama kalinya Ditto menghadapi hal seperti ini, pekerjaannya menuntutnya untuk memasuki dunia pasiennya yang tidak bisa dipahami oleh manusia normal pada umumnya. Ia ingin membantu perempuan malang ini, agar perempuan ini bisa hidup normal dan terbebas dari rasa bersalah.

Baca Juga: [CERPEN] Salahkah Bila Masih Sendiri?

Senja _ Photo Verified Writer Senja _

"You can’t spell ‘Love’ without ‘V’.”

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya