Diner With Philosophy: Short Stories-BAB 5

Penulis: A. Pradipta

Menu 5 : Dialog Angkringan

 

(sandiwara dalam satu babak)

 

PARA PELAKU

 

MAS BOS - Pemilik warung angkringan.

KOMIKUS - Pelanggannya.

 

Adegan Pertama

Mas Bos sedang membereskan warung karena telah tiba saatnya menutup warung di subuh hari. Ketika itu ia melihat sang Komikus datang.

 

KOMIKUS    : Sudah mau tutup?

MAS BOS     : (berhenti beres-beres, memandang si Komikus) Ya. Tapi bisa saya tunda.

KOMIKUS    : Makasih, Mas. Lapar sekali soalnya (masuk ke warung diikuti Mas Bos).

 

Adegan Kedua

Komikus duduk di salah satu bangku. Di atas meja tersaji air putih hangat, nasi beserta lauk-pauknya dan terhampar pula kertas-kertas dari tas kerja si Komikus. Ia makan lahap dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menulis di atas buku catatan. Dari ponselnya, terdengar lagu "Bridge Over Troubled Water" oleh Simon & Garfunkel.

 

MAS BOS     : (datang ke tempat duduk si Komikus dengan membawa teh uwuh untuk dirinya sendiri) Kamu bisa konsentrasi dalam dua hal sekaligus. Sama seperti saya (duduk perlahan).

KOMIKUS    : (menelan makanannya) tapi orang-orang kebanyakan justru terpekik ngeri ketika lihat aku bisa gunakan dua tangan sekaligus.

MAS BOS     : (tertawa kecil sembari mengambil teh uwuh) mereka merasa takut karena baru pertama kali lihat saja (menghirup teh sedikit). Kalau sejak awal semua manusia sudah bisa menggunakan dua tangannya sekaligus, tidak akan ada yang mempertanyakan walau setiap saat kau melakukan hal ini.

KOMIKUS    : (berhenti menulis) kalau seandainya memang semua manusia bisa menggunakan dua tangannya sekaligus, aku pasti sudah bisa menulis pakai kaki (tertawa diiringi Mas Bos. Lalu mereka diam sejenak. Yang terdengar hanya suara sendok beradu piring si Komikus dan lagu yang mengalun dari ponselnya).

MAS BOS     : Masih lapar? Saya masih punya sisa lauk.

KOMIKUS    : (menyeka mulut dengan tisu) cukup, terima kasih. Aku harus segera menyelesaikan ini sebelum siang (menunjuk kertas, kembali menulis di atas catatan).

MAS BOS     : (mengulurkan leher mendekati kertas) saya tunggu sampai selesai.

KOMIKUS    : Jangan. Pulang saja. Akan membosankan. Aku pinjam satu meja dan bangkunya saja. Nanti kubereskan sendiri. (Masih dengan terus menulis).

MAS BOS     : Tidak apa. Hari ini tinggal ambil bahan buat besok saja di restoran. Persiapannya tidak perlu banyak-banyak. Kau konsentrasi saja. Jangan hiraukan keberadaan saya.

KOMIKUS    : Mana bisa.

MAS BOS     : Bisa. Semua orang juga kadang seperti itu. Tiba-tiba merasa sendiri meski banyak orang di sekitarnya. Terkonsentrasi dalam imajinya. (Lalu menyesap minumannya).

KOMIKUS    : Kemarin aku mimpi lagi.

MAS BOS     : Oh, ya? Isinya sama seperti yang lalu itu?

KOMIKUS    : Tidak. Kali ini sudah bukan tentang paus yang terbang di langit. Kali ini aku berada di atas jembatan gantung. Dalam kesadaranku, aku seperti sedang mengikuti program lomba bertahan hidup. Saat itu aku menjadi satu dari sedikit orang yang berhasil lolos hingga babak akhir. Beberapa sudah berhasil melewati jembatan, sisanya tinggal aku dan beberapa orang yang sedang menyeberangi jembatan gantung. Lalu tiba-tiba angin berembus begitu kencang (nada suaranya bergetar).

Banyak peserta yang jatuh dari jembatan gantung. Aku berhasil berpegangan. Rasanya mengerikan sekali, Mas Bos. Seperti sedang berada dalam situasi itu betulan. Lalu karena tidak kuat lagi, peganganku pun terlepas. Aku masih ingat sensasi ketika jatuh bebas ke bawah, ke entah-apa. Mungkin kekosongan.

Lalu di saat aku akan memejamkan mata karena tahu bahwa ini hanya mimpi-ah, kau tahu kan kalau aku selalu tahu kalau aku sedang bermimpi-tiba-tiba jembatan gantung itu seperti meluncur ke bawah tubuhku, lalu menerima tubuhku yang melayang itu dengan lembut. Seperti jatuh di atas matras empuk tapi anehnya aku merasakan bahwa jembatan itu begitu hangat. Seperti ketika sedang dipeluk. Tepat saat itu aku pun terbangun... (suaranya melembut).

MAS BOS     : Lalu seperti biasa kau menjadikan mimpi itu sebagai cerita komik?

KOMIKUS    : Ya. Apalagi yang bisa dilakukan komikus level rendah sepertiku untuk menggapai mimpi selain menuliskan mimpiku sendiri? Kau tahu, Bos. Ini seperti ironi. Ketika aku tahu kalau aku sedang bermimpi, aku justru terpaksa bangun. Padahal hanya di mimpi itu aku bisa melakukan apa pun yang kusuka. Tapi ketika sudah bangun seperti ini, aku justru merasa harus bangun lagi tapi tidak pernah bisa.

Yah, saat ini justru terasa lebih seperti mimpi daripada mimpi itu sendiri (meminum air putihnya dengan tangan gemetar). Mimpi yang kujalani dengan bangun ini justru lebih susah digapai dibanding mimpi yang kujalani dengan tidur.

MAS BOS     : (tersenyum lembut) Kali ini mau dikirim ke mana naskahnya?

KOMIKUS    : Ke submisi. Ada penerbit yang membuka lowongan. Tapi lagi-lagi aku tidak berharap banyak. Sudah tiga tahun ini mengulang pola yang sama, hasilnya juga sama. Mungkin memang hidupku ini cuma komedi. Ah, Bos. Untuk menyegarkan pikiran, mari bermain game "komedi atau tragedi" seperti di novelnya Dazai Osamu*. Jadi sebutkan kata benda dan kita harus mengira-ngira, kata benda itu termasuk dalam golongan yang bersifat komedi atau tragedi.

MAS BOS     : Baik.

KOMIKUS    : Oke. Dari aku. Manusia? Komedi atau tragedi?

MAS BOS     : Dari awal sudah susah. Hm. Dua-duanya sekaligus bukan dua-duanya.

KOMIKUS    : (Tertawa keras) Ah, selalu begitu! Aku yakin kau pun akan menjawab begitu dari setiap pertanyaanku! Nah, sekarang giliranmu.

MAS BOS     : Komikus?

KOMIKUS    : Tragedi! Kata benda supertragedi! (tertawa terbahak diikuti Mas Bos). Ah, Bos. Kau sudah baca novelnya. Dan sekarang kau cuma mengulang yang sudah ada di novel saja... Sudah, ah. Aku harus kejar deadline.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

MAS BOS     : Semangat, ya. Bilang saja sama saya jika butuh sesuatu.

KOMIKUS    : Aku butuh pendapatmu, Bos.

MAS BOS     : Apa itu?

KOMIKUS    : Menurutmu tokoh-tokoh komikku ini tahu tidak ya kalau mereka itu cuma ciptaan? Tokoh yang diciptakan seseorang dungu sepertiku ini?

MAS BOS : Mungkin tahu mungkin juga tidak. Tergantung mereka. Ada yang mungkin mempertanyakan keberadaannya, ada yang mungkin diam saja ikut alur cerita.

KOMIKUS    : Kira-kira mereka bakal kecewa tidak ya, jika suatu saat menyadari kalau mereka cuma karakter yang dibuat oleh orang dungu sepertiku?

MAS BOS    : Itu juga relatif, tergantung mereka. Tapi buat saya, reaksi mereka tidak penting. Asal pembaca bisa memasuki alam pikir penciptanya-kamu-maka para tokoh pun akan dengan senang hati menjadi tokoh ciptaanmu.

KOMIKUS    : Jadi yang terpenting adalah pembaca, ya.

MAS BOS     : Bukan.

KOMIKUS    : Lantas siapa?

MAS BOS     : (tersenyum) Semuanya. Pembaca, pencipta, yang diciptakan. Semua penting. Sebab mereka sebenarnya satu bagian. Satu tubuh. Tubuh dari satu judul cerita yang sebenarnya begitu nyaman untuk dibaca.

KOMIKUS    : (menghela napas) Bos, perlu berapa kali lagi buatku untuk menciptakan tokoh yang salah, alur yang salah, perspektif yang salah dan-

MAS BOS     : Tidak perlu buru-buru. "Lebih baik menulis satu kebenaran dalam sebulan. Dari membohong berpuluh halaman dalam sehari."

KOMIKUS    : Sepertinya aku pernah baca kalimat itu.

MAS BOS     : Dialog tokoh Ishak dalam sandiwara "Kejahatan Membalas Dendam" karya Idrus.

KOMIKUS    : Oh, iya, benar. Ah, rasanya sudah lama sekali tidak baca buku klasik. Terakhir ketika masih kuliah. Ketika impianku buat jadi komikus masih menggebu. Ketika semua tokohku tampak rela dan bahagia menjadi tokoh ciptaanku-ketika- (menundukkan kepala lalu menangis tanpa suara).

MAS BOS     : (Dengan sunyi pergi ke dapurnya. Menyeduhkan secangkir susu hangat ke dalam gelas lalu berjalan kembali ke kursi di hadapan si Komikus. Ia meletakkan gelas itu perlahan). Minumlah.

KOMIKUS    : (Masih sambil terisak, meminum susu sedikit-sedikit lalu meletakkan gelas di hadapannya). Makasih banyak ya, Bos. Selalu menolongku di saat kelaparan atau sedang bingung. Kuharap kali ini menjadi terakhir kalinya aku merengek seperti bayi. Kurasa tidak ada cara lain selain terus maju. Aku sudah terlalu dalam jatuh terperosok ke jurang ini.

MAS BOS     : Terlanjur jauh masuk ke jurang supertragedi, ya?

KOMIKUS    : (Tertawa terbahak) Superkomedi juga! Yang mana pun boleh, deh! (lampu semakin terang).

 

Adegan Ketiga

Komikus meneruskan pekerjaannya hingga matahari mulai meninggi. Selama itu, Mas Bos terus memperhatikannya. Hingga tiba saat matahari mulai meninggi ditandai dengan lampu yang semakin terang dan suara jalanan yang semakin ramai. Komikus mulai membereskan barang-barangnya.

 

KOMIKUS    : Sip! Siap diantar ke penerbit!

MAS BOS     : Semoga sukses, ya!

KOMIKUS    : Trims! (berjalan meninggalkan warung kemudian berbalik lagi menghadap Mas Bos ketika sampai di luar warung). Bos, tahu tidak, aku kadang merasa sedang hidup di dua dunia yang berbeda sekaligus.

MAS BOS     : Maksudnya?

KOMIKUS    : Seakan aku sedang diamati oleh sesuatu. Atau jangan-jangan aku juga seorang tokoh dari seorang pencipta lain yang sedang menulis, ya? Kau tahu, seperti kesadaranku suatu ketika akan berhenti di satu titik, gitu. Lalu kelak akan muncul lagi dengan kesadaran baru.

MAS BOS     : Hm... Bisa jadi. Dan sekarang ada pembaca baik hati yang sedang membaca perkataanmu dalam hati. Lalu mereka akan tersenyum-senyum sendiri karena merasa terpergoki. Lalu penciptamu itu sedang kegelian karena menuliskan hal ini. Yah, seperti itu. Tidak usah khawatir. Dingin atau tidak dingin, dia hadir.

KOMIKUS    : (tertawa lagi) Yah, apa pun yang sebenarnya terjadi boleh, deh. Kan kita satu bagian, satu tubuh!

MAS BOS     : Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan saya juga. Saya menantikan kesuksesanmu.

KOMIKUS    : Thanks! Adieu! (lalu pergi dengan senyuman lebar sembari melambaikan tangan).

MAS BOS : (melambaikan tangan pada Komikus yang sudah menghilang. Kemudian menatap kita, kamu dan aku yang sedang membaca). Terima kasih sudah menjadi bagian dari kisah saya.

Mas Bos pun menggulung tirai warung dan kembali beres-beres. Di kejauhan terdengar lagu mengalun dari earphone si Komikus.

(Your time has come to shine. All your dreams are on their way.)

AKHIR BABAK.

***

6-6-2020

9:52 a.m.

***

*Permainan ini disadur dari dialog antara tokoh Oba Yozo dan Horiki dalam novel sastra Jepang "Ningen Shikkaku" karya Dazai Osamu.

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: Diner With Philosophy: Short Stories-BAB 1

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya