Lost in the Pandemic-BAB 5

Penulis: Laura Ariesta

Kantor: Sedihnya So Ji Sub KW

 

"Ureeeeel... apa kabaaar, gue kangeeeen!!!" seru Malika.

Gabruk! tubuh semok Malika sudah memeluk tanpa ampun Aurelia.

Gadis itu langsung megap-megap karena sesak napas. Malika memeluknya enggak kira-kira. Kencang banget!

Malika adalah sekretaris Pak Alfian. Dia dan Aurelia cukup akrab. Mereka suka saling titip makan siang kalau lagi sok sibuk di kantor. Soalnya kalau nitip sama Ulfah, atau Lovina, atau Ali, mereka semua suka resek.

Waktu istirahat kantor bagi mereka adalah waktunya hura-hura. Mereka enggak pernah balik cepat-cepat ke kantor setelah makan siang. Rugi bandar, kata mereka. Yang ada Aurelia keburu lapar. Kalau nitip Malika, kan, anak itu pasti balik cepat habis makan siang dan salat. Telat datang, bahaya. Setiap saat Pak Alfian bisa butuh bantuannya. Malah lebih sering Malika yang stuck di kantor saat istirahat karena pekerjaannya menumpuk. Saat itulah Aurelia jadi penyelamat cacing-cacing di perutnya.

"Aduh, Mal! Kira-kira napa meluknya," Aurelia berusaha melepaskan diri.

"Ih, lu enggak kangen gue?" Malika sok merajuk.

"Kangen... kangen..." Aurelia cengengesan. Iya-in aja deh, biar Malika seneng.

Urel itu panggilan sayang Aurelia di rumahnya. Sebetulnya enggak ada teman kantornya yang tahu. Hanya saja Malika enggak sengaja mendengar waktu Aurelia sedang berteleponan dengan Reno, kakaknya. Telepon itu di-loud speaker. Jelas sekali Reno memanggilnya, "Urel."

Malika keisengan ikut memanggil dia dengan itu. Katanya biar berasa akrab.

Ih, berasa kok, akrab. Berasa itu asin, manis, sepet....

"Lu ngapain ke sini, Rel?" tanya Malika. Sebagai sekretaris CEO dia mah harus stand by di kantor. Dia sebenarnya kepo melihat mata Aurelia yang terlihat rada bengkak dan sembab.

"Ngambil barang-barang gue, lah.... ngapain lagi?"

Malika mengerutkan dahinya, "Ngambil barang-barang ngapa... oh nooo... jangan bilang lu kena?!" Malika histeris. Pantesss Aurelia matanya sembab, dia pasti menangis terus karena kehilangan pekerjaan, simpul Malika dengan sok tahu.

Aurelia lebih histeris lagi demi mengetahui kalau Malika tidak tahu dia terkena perampingan. Masa sekretaris pribadi sang CEO enggak tahu siapa saja karyawan yang terkena perampingan?

Mereka histeris bareng. Terpekik bareng. Terlonjak bareng.

Untung kantor lagi sepi karena sebagian besar #wfh, sebagian lagi... dipecat. Jadi tak ada mata-mata yang memandang sinis ke arah mereka dengan tatapan merasa terganggu.

Enggak ada yang berkata, "Sssttt..." sambil menempelkan jari telunjuk ke mulut, ala penjaga perpustakaan yang bertanggung jawab penuh akan ketenangan ruangan.

"Dih, katanya temen, masa temen enggak tau gue kena pecat. Lo juga enggak kontak gue ngucapin prihatin, kek!" rajuk Aurelia.

Mata Malika mendelik. "Booooo... eyke kerja rodi udah semingguan ini. Karena banyak perampingan, gue kerja rangkap! Mana sempet main hape? Lu enggak tahu gue sampe nginep di kantor segala? Tuh, gue pinjem ruangan elu dkk buat tidur dan naro travel bag!" Malika menunjuk ruangan yang biasanya ditempati oleh Aurelia, Ulfah, Lovina, dan Ali.

Aurelia mendesah saat melihat ruangan itu. Terlihat Pak Mamad di sana. Aurelia jadi teringat Lovina.

Pinjam? Itu kan bukan ruangan milik dia. Bukan kantor dia. Enggak pantas Malika bilang meminjam ruangannya.

Ulfah dan Ali belum tiba. Tadi sih Aurelia cek grup WA mereka berempat yang namanya sudah diganti menjadi "Korban Pehaka" oleh Lovina yang iseng, mereka berdua sebentar lagi tiba.

Dan Lovina betulan minta tolong Pak Mamad untuk membereskan barang-barang miliknya. Dia sudah berpesan kepada Pak Mamad apa saja yang harus dikirim pakai GoSend ke rumahnya, dan apa saja yang boleh dibawa pulang oleh Pak Mamad.

"Emang punya kunci cadangannya, Pak Mamad?" tanya Aurelia. Dia berpikir mungkin Lovina sempat mengirimkan kunci laci dan locker-nya ke Pak Mamad. Tapi, kantor kan seharusnya punya yah, kunci cadangan.

Namun, Pak Mamad menggeleng. Kunci cadangannya pun dibawa pulang Lovina.

"Lah, jadi bukanya pake apaan?" Aurelia melongo, melihat Pak Mamad sudah memasukkan beberapa barang Lovina ke dalam dus.

Pak Mamad cengengesan, "Saya disuruh jebol, Mbak, trus nanti disuruh perbaiki, beli kunci baru. Uangnya sudah ditransfer semalam."

Owalah!

Dasar anak juragan beras organik sinting! Eh anaknya yang sinting ya, bukan juragan beras organiknya, atau beras organiknya. Tolong, netizen jangan salah mengartikan. Jangan bully Aurelia yang masih senewen karena dipecat pekerjaan dan dipecat sang kekasih. Dia kini pengangguran pekerjaan dan pengangguran hati. Dobel perihnya. Dobeeel....

Nih mata sembab karena semalaman menangisi nasib sehabis diputusin eh di-break-in David. Tapi jangan kasih tahu Malika! Biar saja dia menyimpulkan mata sembab ini akibat tangisan kehilangan pekerjaan.

"Emang, Pak Julian enggak marah ini laci meja dan locker dijebol kuncinya?" Aurelia bertanya lagi. Dia benar-benar bengong melihat laci meja Lovina bolong bagian kuncinya.

Pak Mamad mengangkat bahu. "Saya sih udah tanya tadi, Mbak. Pak Julian cuma jawab, 'hmm', gitu. Itu artinya 'iya', kan yah?"

Malika lalu berbisik ke telinga Aurelia, "Rel, bos elu murung terus deh. Kangen elu pada kali ya."

Malika menyaksikan sewaktu Pak Mamad minta izin menjebol laci dan locker-nya Lovina. Meski menjawab, "Hmm," tapi pikiran dan jiwa Pak Julian seperti tak di tempat. Bahkan mungkin Pak Julian enggak ngeh apa yang dikatakan Pak Mamad.

So Ji Sub kw, begitulah julukan Pak Julian di kantor. Tapi jangan salah... kw-nya kw super premium, loh.

Sambil membereskan barang-barangnya, diam-diam Aurelia melirik ke ruangan Pak Julian. Ruangan bos-nya itu tak jauh dan masih bisa diintip sedikit-sedikit. Meja dia paling pojok, dekat pintu. Digeser sedikit oleh Malika, agar muat untuk kasur palembang yang dibelinya online.

Alamak, beli kasur palembang online. Aurelia enggak bisa ngebayangin segede apa kemasannya. Oh, mungkin di-vacuum, sehingga kempesss.

Halah, Aureliaaa... ngapain sih segala kemasan kasur palembang dipikirin.

Fokus, balik ke pengintipan!

Pak Julian sedang duduk di mejanya. Tatapannya sih ke layar laptopnya. Tapi Aurelia yakin pikiran bos-nya itu bukan di sana. Berkali-kali dilihatnya So Ji Sub kw super premium itu menyisir rambutnya dengan jemari tangan kanannya. Beberapa saat kemudian dia memandang ke arah jendela, sambil menopang dagu.

Taela, murung aja tetep ganteng amat, sih, Pak!

Aurelia ngences melihatnya.

"Heh, ngelamun! Ngeliatin siapa, lo?" Aurelia tak sadar Ulfah dan Ali sudah tiba. Masing-masing membawa tas besar untuk membawa pulang barang-barang mereka nanti.

"Lovina beneran kagak dateng?" Ali menggeleng-gelengkan kepalanya kala melihat Pak Mamad yang sedang melakban kardus berisi barang-barang Lovina. Suaranya berisik benar, dah.

Sreeeekkk...

Sreeekkkk...

Sreeekk... Prak!

"Ssstt... perhatiin deh, Pak Julian lagi bengong, tuh," bisik Aurelia. Ulfah berusaha melirik tanpa kentara.

"Biasa kali, mungkin lagi pusing mikirin supaya kantor tetep hidup. Supaya enggak ada perampingan lagi," jawab Ulfah. Dia kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa masker bermotif lucu.

"Nih, buat kalian, pilih aja," dia meletakkan sekitar 10 buah masker dalam plastik di atas mejanya.

"Pak Mamad, pilih, Pak. Dagangan saya, nih."

Demi menghormati Ulfah, Aurelia memilih masker. Tapi pikirannya enggak di sana. Dia masih memikirkan David dan bingung kenapa Pak Julian tampak tak bersemangat.

"Eh, cepetan, abis ini kita pamitan sama Pak Julian dan Pak Alfian," seru Ulfah yang terburu-buru.

"Sama kata Cantika ada berkas yang kudu ditandatangani," ujar Aurelia dengan lesu.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Lo buru-buru amat sih, Fah," Ali keheranan. Gerakan Ulfah begitu tangkas, cepat, gesit.

"Gue musti ngepak. Alhamdulillah pesenan masker membludak. Besok harus dikirim. Yuk, buruan!" dia ingin segera tanda tangan berkas, sehingga pesangonnya ditransfer. Ulfah meminjam uang adiknya untuk berjualan masker, yang akan digantinya ketika pesangon telah diterimanya.

Sungguh, Ali nganan, eh ngiri mendengar jawaban temannya. Ulfah sudah menemukan kesibukan baru yang menghasilkan.

Setelah ketiga korban pehaka itu selesai mengemas barang, passs banget Malika tiba lagi di ruangan mereka. Malika bilang Pak Alfian tidak ada di tempat. Mereka langsung ke ruangan Pak Julian saja untuk tanda tangan berkas.

"Yah, enggak pamitan sama big boss kita?" tanya Ulfah.

"Nanti aja datang lagi, minggu depan." Saran Malika.

Sebetulnya Aurelia malas, yak, datang lagi ke kantor buat pamitan. Tapi enggak sopan kan kalau enggak pamitan.

Di ruangan Pak Julian sudah ada Cantika yang membawa empat buat map.

"Loh, Lovina mana?" tanya Pak Julian.

Ganteng amat sih, Pak!

Perasaan sebulanan setelah #wfh enggak ketemu langsung, cuma via layar Zoom aja, bos-nya ini makin tampan jika dilihat secara langsung.

Sssstt... Rel, ah!

Aurelia cepat-cepat menundukkan pandangannya.

Tuh, kan, benar... Pak Julian enggak ngeh kalau tadi Pak Mamad sudah izin jebol kunci laci meja dan locker Lovina.

Karena dilihatnya Aurelia menunduk dan Ali bengong tanpa arah, Ulfah menjelaskan dengan takut-takut soal ketidakdatangan Lovina.

Tanpa diduga, Pak Julian hanya mengangguk singkat dan menoleh ke Cantika, "Ya, sudah, kirim saja dokumen itu ke dia nanti, ya. Habis tanda tangan, minta kirim lagi ke kita."

Aurelia, Ulfah, dan Ali melongo mendengarnya.

Tanpa perlawanan banget Pak Julian ini.

Duh, Paaakk, mikirin apa sih? Bukan mikirin saya, kan ya? Saya sih mikirin David! Tapi saya sedih juga lihat Bapak seolah tak bernyawa gini.

Harap maklum, Aurelia sedang menghibur dirinya.

Setelah semuanya tanda tangan, Cantika merapikan berkas, menyalami Ulfah, Aurelia, dan Ali, lalu keluar ruangan.

Sekarang tinggal berpamitan dengan Pak Julian.

Siapa duluan, nih?

Aurelia, Ulfah, dan Ali saling pandang. Tubuh mereka bertiga condong ke depan dan belakang. ragu-ragu. Siapa bakal melangkah duluan untuk menghampiri Pak Julian?

Sementara Pak Julian sendiri tampak sibuk mengemasi beberapa barang dari atas meja. Di sana Aurelia baru sadar ada sesuatu yang aneh. Dia melihat sekelilingnya.

Loh... loh... loh.

Dia menyikut Ulfah yang berdiri di sampingnya.

"Fah... lihat!" dia berbisik seraya menunjuk meja dan rak Pak Julian.

Mereka berdua saling pandang.

Ali?

Dia mah kejauhan berdirinya dari Aurelia, susah nyikutnya.

"Bapak... kena juga?!" tanya Aurelia dan Ulfah berbarengan.

Pak Julian kini mengangkat travel bag Adidasnya. Dia tersenyum miris.

"Ya, saya senasib dengan kalian."

Pantasss mejanya kosong! Biasanya meja Pak Julian penuh berkas, buku, majalah, dokumen. Ini kosong melompong, kecuali laptopnya tadi.

Rak di belakang mejanya juga kosong, hanya beberapa pajangan milik kantor.

Panteeees dia murung. Walau tetap ganteng, sih!

Ooooo mmmyyyy Gooood....

Bos mereka pun dipecat.

Mereka senasib.

"Lah, Bapak, mau ke mana?"

Aurelia dan Ulfah langsung menoleh ke arah Ali. Ulfah menginjak sebelah kakinya.

"Aduuuh, kok diinjek!" protes Ali yang belum sadar akan situasi.

"Dia senasib sama kita, helooow..." bisik Ulfah di telinga Ali.

"Senasib kena...aduh, sakiiit taoook!" Ali menjerit karena lengannya dicubit Ulfah.

"Eh, Maaf Pak... dia masih linglung." Ulfah menunduk di hadapan Pak Julian.

Pak Julian mengangguk singkat.

"Enggak apa, bukan cuma kamu yang linglung, Li. Saya juga, kok."

Di sanalah Ali baru sadar kalau Pak Julian pun terkena perampingan.

"Ya Allah, Bapak kena juga?! Duh, Pak... maaf yaaa... maaaf.... gara-gara kami Bapak jadi ikutan kena," Ali langsung mengatupkan kedua telapak tangannya di hadapan dadanya, kemudian kepalanya menunduk beberapa kali.

Aurelia dan Ulfah mendelik ke arah temannya itu. Gara-gara mereka?!

Aliiiii!!!

Lu tuh ye....

Kalau Lovina tahu, bisa dilempar sendal, luh, Li!

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: Lost in the Pandemic-BAB 1

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya