[NOVEL] Earthshine - BAB 2

Penulis : Suarcani

Susan selalu berkilah kalau kebiasaan mesumnya itu disebabkan oleh bidang kuliah yang kami ambil. Katanya, "Kuliah Akuntansi itu ruwet. Bukan hitung-hitungannya, tapi karena duit yang kita hitung itu nggak pernah ada. Sebel nggak sih, udah capek ngitung omzetnya PT X, mata udah berbinar aja ngelihat labanya lima miliar, tapi ternyata itu perusahaan fiktif. Mending kalau itu PT beneran ada, punya kita. Tapi nyatanya nggak ada, kan? Pokoknya, itu yang bikin kesalnya double. Biar nggak stres, gue butuh hiburan lebih daripada sekadar memandang roti sobek cowok di Instagram. Nonton live di depan kelas kan lebih seru!"

Tidak hanya Susan, bahkan Mika yang rada kalem pun punya argumen tambahan.

"Betul itu, Lan. Sesekali refreshing-lah. Penting itu, apalagi buat lo yang kuliah kayak orang gila. Masih semester VI, tetapi ngoyo ambil kuliah semester VIII. Mau ngapain sih lulus cepat-cepat? Mau nikah juga nggak bisa. Pacar lo si Fajar itu, seangkatan sama lo, kan?" tanya Mila.

"Emang orang tamat kuliah itu otomatis harus nikah? Otak lo sempitnya kayak kloset ya, nggak bisa di-upgrade apa dikit?" celetuk Mayang saat itu sambil menunjuk kepala Mila.

"Emang lo mau pup butuhnya kloset yang segede apa sih? Heran deh gue," sahut Mila lagi.

Melihat perdebatan mereka, aku pun ngakak. "Gue ambil SKS kayak kalian tuh biar semester depan bisa skripsi."

"Gue sih nggak ngiri, ya. Soalnya goal gue beda, jadi mahasiswa abadinya Pak Alvin," sahut Susan sambil cekikikan.

Mila ikut memanas-manasi. "Betul, nggak rugi jadi mahasiswanya Pak Alvin. Soalnya, model dosen kayak dia itu langka, Lan. Selangka badak jawa. Mumpung masih ada kesempatan, puas-puasinlah. Ngintip ke rumahnya aja gue rela. Pokoknya, gue harus ngelihat, kesempatan berharga itu, mesti dilihat sebelum punah."

"Maksud lo sebelum roti sobeknya berubah jadi bakpao?" tanya Susan.

"Bakpao? Maksudnya buncit gitu?"

Saat itu aku ngakak sejadi-jadinya, sampai mataku berair dan perutku keram. Sungguh, anak-anak ini lawak benar. Obrolan mereka selalu bikin aku ketawa parah. Makanya, meskipun tahu mereka mesum, aku tetap saja nimbrung karena mendapat hiburan.

Sayangnya, hiburan yang kudapat itu efeknya sama seperti nyabu. Enaknya sebentar, tetapi akibatnya merentet jauh hingga ke belakang. Contohnya sekarang ini, selain otakku ikut tercemar, aku juga diusir dari kelas.

"Selamat berburu bakpao, Lan," ejek Susan sambil melambai. Di sebelahnya, Mayang cekikikan. Kurang ajar mereka itu, aku diusir gara-gara mereka. Sekarang, bisa-bisanya mereka malah mentertawaiku?

"Bakpao, roti sobek, badak jawa, kode macam apaan itu, sial!" umpatku sambil menyeret ransel.

Aku keluar dari kelas, berusaha tetap menegakkan kepala. Ini bukan hukuman, tetapi bentuk pujian karena aku udah bisa nebak materi kuliah minggu depan. Hebat kan, aku?

Sambil terkantuk-kantuk di selasar dekat ruang dosen, aku berusaha menghibur diri. Tidak akan ada masalah lanjutan, apalagi sampai ada teguran dari dekan, apalagi dari rektor. Nggak mungkin.

Namun, tetap saja aku waswas. Ini kali pertama Pak Alvin mengusir mahasiswa dari kelas. Sebelum-sebelumnya, dia pemaaf banget. Kalina sering tidak bawa kalkulator, Cinta memakai parfum berlebih sehingga hampir membuat seisi kelas sesak napas, Bayu pernah tidur di belakang sambil ngorok, dan Susan menggunjingkan otot dadanya secara lisan. Dia oke-oke saja tuh, tidak sekali pun pernah menghukum, apalagi mengusir mereka dari kelas. Aku yang pertama. Gimana aku nggak cemas?

Fajar tampak di ujung selasar bersama teman-temannya dari MAPALA. Meski kami satu program studi, kami jarang satu kelas. Fajar terlalu santai, sehingga mata kuliah yang diambilnya semester ini kebanyakan mengulang dari semester dulu. Selain itu, dia juga lebih sering sibuk dengan kegiatannya. Biasalah, anak gunung, nggak pernah tahan sama waktu kosong. Lowong dikit saja langsung cus mendaki.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Hampir tiga hari kami nggak ketemu. Wajahnya semakin gelap saja, kayak kambing yang nggak pernah mandi. Tampang bandel khas, yang kadang bikin aku menghela napas. Duh, kenapa harus ketemu dia pagi-pagi begini, sih?

Aku membalik tubuh, menyembunyikan wajah agar nggak terlihat. Namun gagal, dia tetap mengenaliku, meskipun dari belakang. Sungguh, pacarku itu memang hebat banget. Seandainya aku tercemplung ke septitank dan yang kelihatan hanya ujung rambutku saja, dia pasti tahu kalau itu aku.

"Lan, ngapain kamu di sini? katanya mau ambil kelas Teori Akuntansi, kok malah mojok di sini?" tanyanya sambil melambai pada teman-temannya.

"Nunggu Pak Alvin," jawab gue malas.

"Emang dia lagi di mana?" tanya Fajar sambil duduk di sebelahku.

"Di kelas."

"Di kelasmu, terus kenapa kamu nunggu dia di sini?" tanyanya.

Aku mendengus, malas banget harus sampai lapor hal beginian ke Fajar. "Kamu nggak usah cerewet bisa nggak?"

Fajar menghela napas. "Galak amat? Lagi PMS, ya?"

"Iya!" sahutku gusar. Urusan Pak Alvin bikin emosiku tidak terkontrol. "Jadi kalau nggak mau aku marah-marah, nggak usah nanya-nanya deh!"

"Ya ampun, dosa apa aku sama nyokap sampai punya pacar kayak kamu," katanya lelah.

Aku membuka mulut, siap berteriak. Namun, kemunculan Pak Alvin di ujung koridor mencegat emosi. "Sudah ya, aku pergi berburu dulu!" kataku sambil bangkit, bersiap mengejar Pak Alvin.

"Berburu apaan?" tanya Fajar bingung.

"Berburu bakpao!"

*

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook : Storial
Instagram : storialco
Twitter : StorialCo
Youtube : Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Earthshine - BAB 1

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya