[NOVEL] Lovesthesia-BAB 4

Penulis: Ririn Ayu

FFD700 (1)

 

Pinopsida terlihat mulai ramai. Tempat ini hanya salah satu dari banyaknya kafe di Jakarta Selatan yang sepertinya jauh dari kata terkenal. Meski memang, dari luar tempat ini seperti kafe yang digunakan untuk tempat nongkrong pada umumnya. Hanya saja, Deska sendiri tidak tahu letak keistimewaannya hingga membuat Seta jadi menggila seperti itu. Rasanya alasan menonton pertunjukan Haysel terlalu dangkal untuk dijadikan alasan pemaksaan maka dia berpikir jelas ada kemungkinan kalau temannya itu menyimpan alasan lain. Hanya saja begitu sampai di tempat yang sangat biasa saja ini alasan apa pun yang sempat terpikirkan juga menghilang.

Gedung kafe itu berlantai dua dengan cat abu-abu gelap mendominasi temboknya. Tanaman-tanaman hijau yang merambati pilar-pilar depan bangunan. Mungkin pemilik kafe ini menganut sejenis perpaduan warna yang berkesinambungan. Warna tembok-tembok yang gelap itu menggambarkan tanah atau abu. Lalu tanaman rambat itu ingin memberikan kesan kalau tanaman bisa tumbuh dari atas tanah. Sayangnya, apa pun filosofi yang dipakai rasanya tidak ada yang berhasil. Hijaunya tanaman itu tidak membuat Pinopsida jadi semakin hidup dan warna daun tanaman itu juga gagal memberikan warna lain di kafe itu. Hal konyol ini adalah alasan pertama Deska malas pergi ke tempat ini. Rasanya tempat ini tidak sinkron sekaligus aneh dalam waktu bersamaan.

"Bengong aja, enggak masuk?"

Deska terkesiap. Dia langsung menoleh ke arah datangnya suara. Seta datang bersama Kresna, hari ini mereka hanya pergi bertiga sesuai perjanjian yang diajukannya beberapa belas menit lalu. Dia malas kalau harus berurusan dengan gadis-gadisnya Seta. Di matanya gadis-gadis itu lebih mirip herbivor yang anehnya mau saja dipermainkan oleh predator semacam Seta. Cakep tidak terlalu, kekayaan tidak seberapa dan prestasi di dunia melukis juga nol besar. Temannya itu hanya jago menilai ukuran bra milik perempuan dengan sekali lihat bentuknya. Menurutnya masa depan Seta bisa dipastikan akan suram kecuali bagian dia mampu untuk membuat selusin anak tanpa jeda.

"Kau kelamaan!" ketus Deska.

"Sorry, parkir mobil agak susah. Kamu beruntung nih bisa langsung nemu spot yang pas!" katanya terdengar setengah memuji dan setengah pasrah.

Deska berdecak. Ini alasan kedua dia tidak menyukai Pinopsida meski terletak di dekat kampusnya yaitu karena tempat ini terlalu ramai. Banyak mahasiswa dengan kantong cekak nongkrong di sini demi akses wi-fi gratis. Bukan lokasi yang nyaman untuk sekedar menggambar satu sketsa. Mencoret satu garis di atas kertas aja rasanya mustahil dilakukan di sini. Ditambah lagi kondisi chromesthesia yang terjadi padanya makin membuat Deska lebih malas karena warna-warna berhamburan secara acak di pelupuk matanya. Memang hal ini tidak terlalu mengganggu, akan tetapi cukup untuk membuat suasana hatinya memburuk.

"Ayo masuk!" Kali ini Kresna yang bicara.

Seta berjalan lebih dulu sementara Deska dan Kresna mengikuti di belakang. Deska mengedarkan ke segala arah begitu kakinya melangkah melewati pintu depan. Kafe ini cukup luas. Di dekat pintu masuk terdapat satu bagian yang agak tinggi, di sana terdapat rak kayu berisi buku-buku serta kursi panjang yang bisa digunakan untuk berfoto. Selain bagian itu, pengunjung juga bisa berfoto dengan mobil kodok antik atau naik vespa tua berwarna merah mengilat itu. Namun, Deska tidak bisa berlama-lama mengamati karena mereka semakin masuk ke dalam. Seperti dugaannya, kafe ini super ramai.

"Aku sudah reservasi di sana!" Kresna mendadak bicara sambil menunjuk ke depan.

Reservasi katanya? Di kafe kelas menengah semacam ini?

Deska ini ingin tertawa. Akan tetapi, saat dia mengikuti arah telunjuk Kresna dan pandangannya terjatuh pada deretan bangku yang berada tidak jauh dari panggung live music sekaligus ada di dekat jendela. Sebuah tempat strategis yang sepertinya memang layak untuk diperebutkan. Hal yang menarik perhatiannya adalah lampu-lampu yang menggantung di langit-langit, bentuknya seperti jagung tua yang merekah. Kesan yang ditimbulkan mirip juga dengan seperti jagung yang menyala. Hiasan yang sama juga ada di atas meja. Sambil menaruh pantatnya di atas kursi, Deska mengamati benda berwarna cokelat tua mengilat itu. Mungkin tempat ini mengambil konsep Hallowen sepanjang tahun dengan tema jagung yang merekah.

"Katanya Haysel sebentar lagi akan tampil." Seta langsung memosisikan diri di samping Deska.

"Kresna ke mana?"

"Pesan kopi dan camilan," tukas Seta ringan.

"Kenapa tidak tanya dulu aku maunya apa?"

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Halah, palingan juga espresso biar lidahmu makin pahit!" Seta menyahut tanpa menatap Deska sama sekali.

Deska hanya mendengus karena tidak memiliki pembelaan atas semua itu. Dia memang menyukai espresso. Dia juga membenci makanan atau minuman manis. Sekarang dia hanya bisa berandai-andai jika saja dia bisa mengubah lidahnya jadi berduri maka dia tidak keberatan menjilati wajah Seta setiap hari. Pasti bakal kesenangan manusia satu itu kalau sampai dia melakukannya.

"Kunci mobil!" Deska sekarang mengulurkan tangannya.

Seta berdecak lalu mengembuskan napas. Dia menunduk sejenak dan mengulurkan kunci mobil ke atas meja. Kunci itu langsung disambar Deska. Dia baru saja hendak mengomel. Akan tetapi, Seta mendadak melambaikan tangan ke atas. Deska mengikuti arah lambaian Seta dan menemukan segerombolan gadis muda di bangku yang tidak jauh dari mereka sekarang. Deska berani bertaruh pasti mereka memiliki tubuh sintal kalau sampai Seta tertawa selebar itu.

"Jangan berani-berani undang mereka kemari!" Deska memperingatkan.

"Iya, Pak Petapa!" sindirnya sambil mengetukkan tangan di permukaan ponsel dan telinganya-mungkin memberi kode kalau dia akan menelepon mereka lagi nanti.

Untung saja Kresna bergabung dengan mereka dan tidak lama setelahnya pesanan datang ke meja. Deska hanya melirik espresso yang katanya dipesan untuknya disajikan dalam cangkir cokelat mengilap. Deska mengerutkan kening saat melihat gagang cangkirnya yang aneh. Mungkin mereka bermaksud untuk menyamakan desain lampu jagung merekah dengan cangkirnya, akan tetapi yang muncul malahan tonjolan-tonjolan mirip bisul. Kalau dipegang rasanya dua kali lebih menyebalkan.

"Lama bener, Haysel atau Ransel itu enggak jadi tampil? Apa malah ke Rinjani sekalian?" Deska berdecak sambil menurunkan tangannya dari gagang cangkir.

"Sabar, Bro. Nanti dia juga muncul." Seta menyahut santai sementara matanya masih terarah ke meja para wanita.

Deska memilih untuk memainkan ponselnya sambil menunggu. Mencoba memfokuskan matanya pada satu titik karena suara-suara yang terdengar di dalam kafe menimbulkan percikan-percikan warna di matanya. Tidak mengganggu hanya saja dia malas untuk mengamati. Deska baru saja hendak masuk ke aplikasi pemutar musik online saat suasana kafe mendadak hening.

"Tuh, tuh, dia datang!" Seta langsung memekik sambil menggebrak meja sementara itu Kresna lebih kalem, dia menyeruput kopi di gelasnya baru menoleh.

Tatapan Deska kini tertuju pada seorang gadis yang berjalan menaiki panggung di tengah ruangan. Tangannya menggenggam erat gagang gitar warna putih. Rambut lurus panjang yang memanjang dan membentukan ikal-ikal mungil di bagian bawah itu terlihat berayun seiring dengan langkah kakinya. Gadis itu memang cukup cantik dengan bokong berisi, wajar saja kalau Seta sampai tergila-gila padanya.

"Itu yang namanya Haysel?" Deska mencoba memastikan pada sambil memandangi Kresna karena mata Seta sekarang sudah ada di panggung-temannya itu tampaknya lupa berkedip.

"Iya," sahut Kresna pendek. "Cantik, kan?"

Deska belum menjawab karena dia masih mengamati Haysel. Tidak yakin apakah gadis itu termasuk cantik atau tidak. Namun, Deska menahan napas kala bola mata itu sepertinya mengarah padanya.

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Lovesthesia-BAB 5

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya