[NOVEL] Match Made in Heaven - BAB 3

Penulis: Indah Hanaco

Prilly Karenza datang ke Meeting Point tanpa mengetahui jika Valda berniat memperkenalkannya pada Julien. Dia sudah mengenal Valda sejak empat tahun terakhir. Berawal karena sering berpapasan dan bertukar sapa. Mereka bekerja di gedung yang sama meski beda lantai. Hingga kemudian keduanya mulai makan siang bersama.

Dulu, mereka juga berteman dengan Sheila dan Yurike. Setahun silam, Sheila pindah tugas ke Malang. Sementara Yurike menikah dan mengikuti suaminya ke Kuala Lumpur sejak empat bulan lalu. Sehingga yang tersisa hanya Prilly dan Valda. Tampaknya, tak lama lagi hanya tinggal Prilly sendiri karena Valda pun sudah menemukan pasangan.

"Plis deh Val, nggak usah repot-repot ngejodohin aku. Kenapa sih, kamu mendadak punya ide nyeleneh gitu?" omel Prilly ketika mereka berada di perjalanan pulang. Prilly yang menyetir, menuju apartemen tempat Valda tinggal.

Lima minggu lagi, usianya akan menginjak angka 32. Belakangan, dia memang merasa hidupnya begitu datar dan membosankan. Dunianya hanya berkutat di seputar pekerjaan. Kian lama, Prilly cuma bisa merasai kehampaan. Dia merindukan keluarga yang bisa menjadi jangkarnya, suami dan anak-anak. Dulu, hal semacam itu tak terpikirkan. Kini, sebaliknya.

Meski bekerja di biro jodoh, parahnya, dia masih sendiri. Pacar terakhirnya, Decky, ditinggal oleh Prilly setahun silam. Namun, bukan berarti dia tertarik untuk dijodohkan.

"Kemarin kepikiran aja. Kalian itu bakalan cocok. Sama-sama jadi makcomblang meski dengan cara yang agak beda. Trus sama-sama jomblo. Entah kenapa selama ini nggak kepikiran." Valda menjawab. "Match made in heaven, Ly. Cuma kalian belum nyadar aja."

Tawa Prilly pun meledak. "Match made in heaven apaan? Nggak usah kelewatan kalau lagi ngayal, Val." Perempuan itu kembali berkonsentrasi pada jalanan di depannya. "Aku memang pengin keluar dari zona nyaman, mau nyoba hal-hal baru yang selama ini nggak kepikiran. Tapi dijodohin bukan salah satunya. Kalau memang niat dicariin pasangan, mending aku daftar jadi kliennya Soul Mate aja."

Valda berkilah, "Kalau mau keluar dari zona nyaman, justru harus mau kencan sama Julien. Karena selama ini kamu nggak tertarik dijodohin, ini saatnya bikin perubahan."

"Sialan," maki Prilly karena kata-katanya menjadi bumerang. "Ntar deh Val, kalau suhu neraka cuma tiga puluh tujuh derajat Celsius. Baru deh aku mau dijodohin."

Prilly memiliki dua kakak yang menyayanginya, Clara dan Katlin. Namun, dia paling dekat dengan Clara. Rentang usia menjadi salah satu penyebabnya. Katlin lebih tua delapan tahun dan sudah menikah saat Prilly baru berusia tujuh belas tahun. Sedangkan dengan Clara, Prilly hanya lebih muda tiga tahun. Ketika Clara menikah, Prilly setuju tinggal serumah dengan kakaknya untuk sementara. Sayang, tujuh tahun berlalu dan mereka masih tinggal serumah.

Prilly serius ingin keluar dari zona nyaman. Salah satunya agendanya, hidup terpisah dari Clara. Prilly ingin merayakan hari lahirnya di rumah yang ditempati sendiri. Karena itu, dia mulai mencari rumah yang bisa dikontrak.

Di saat bersamaan, Clara yang menyadari adiknya akan berulang tahun, melakukan hal tak terduga. Perempuan itu mulai mengekori langkah Valda, memperkenalkan Prilly dengan teman-temannya. Clara bekerja sebagai penata rias dan memiliki lingkup pergaulan yang luas. Dulu, dia juga yang memperkenalkan Prilly dengan Decky.

"Mbak, udah deh, jangan ngenalin aku sama teman-temanmu lagi. Aku nggak tertarik dijodohin sama siapa pun. Aku bisa nyari pasangan sendiri, kok," protes Prilly berkali-kali.

"Nggak suka dijodohin tapi justru kerja jadi makcomblang. Ironis banget, tau," balas Clara. "Aku cuma ngenalin teman-teman yang memang oke. Kamu jadi banyak pilihan, kan?"

Kalimat itu terasa menggelikan. "Emangnya sama kayak milih baju? Lebih banyak pilihan justru lebih bagus?" Prilly geleng-geleng kepala. "Udah, setop acara ngejodohinnya."

Clara mendadak menyebut nama yang membuat glabela Prilly berkerut. "Kamu nggak patah hati gara-gara Decky, kan? Nggak trauma atau yang mirip itu?"

"Kenapa harus trauma?" Prilly keheranan. Namun di dalam hati, mendadak dia mencemaskan kata-kata kakaknya. Benarkah dia trauma berhubungan dengan kaum adam setelah pengalaman buruknya dengan Decky? Nyaris di detik yang sama, Prilly mengenyahkan pikiran itu dari kepalanya. "Nggak separah itu, Mbak. Aku cuma belum ketemu yang klop aja."

Clara menarik napas. "Baguslah kalau gitu. Aku juga nggak mau kamu sampai kapok pacaran gara-gara masa lalu." Perempuan itu bertopang dagu, pandangannya menerawang. "Sampai sekarang, kamu nggak pernah mau ngasih tau kenapa kalian putus. Apa karena dia pindah tugas ke Padang? Padahal aku selalu ngira kalau kalian pasangan yang cocok. Decky itu keliatan cinta banget sama kamu lho, Ly. Lagian aku udah kenal dia lama, percaya kalau dia nggak bakalan macem-macem."

Kembali ke masa-masa menjadi pasangan Decky adalah hal yang tak diinginkan Prilly saat ini. Mungkin nanti, setelah dia bisa menertawakan masa lalu tanpa merasa mual. "Bukan gara-gara dia pindah tugas, Mbak. Intinya, kami nggak cocok banget."

"Tapi, kalian pacaran setahunan, kan? Kenapa mau bertahan kalau nggak cocok?"

Itu memang ketololan Prilly yang tak ingin dibahasnya. "Namanya cinta, Mbak. Kadang malah jadi nggak rasional," argumennya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Prilly lega karena Clara akhirnya berhenti memperkenalkan teman-temannya. Sudah lebih dari cukup keberadaan Valda yang masih berusaha menjodohkannya dengan Julien. Kini, Prilly bisa berkonsentrasi untuk mencari rumah. Sudah waktunya perempuan itu mandiri.

Valda sempat menawari Prilly untuk tinggal di apartemen dan menjadi tetangganya. Namun dia terpaksa menampik karena lebih mengidamkan sebuah rumah mungil dengan halaman rumput. Entah kenapa, jika orang lain tertarik tinggal di apartemen, Prilly sebaliknya.

Karena itu, dia menyambar tawaran dari Valda untuk melihat salah satu rumah di Gerha Kanal. Perumahan itu cukup tersohor dan sangat diminati. Tanpa pikir panjang, Prilly meminta untuk dibuatkan janji temu dengan wakil pemilik rumah. Saat itulah Julien ikut membantu.

Prilly awalnya kaget saat tahu bahwa pria itu pun tinggal di Gerha Kanal. Namun dia sama sekali tidak keberatan. Tak ada salahnya jika Prilly sudah mengenal salah satu tetangga barunya saat pindah nanti. Lagi pula, meski Valda berusaha menjodohkan mereka, tampaknya tidak ada yang merasa tertarik. Prilly dan Julien cukup nyaman menjadi teman saja.

Memberi tahu Clara bahwa dia akan pindah, bukan pekerjaan gampang. Kakaknya itu sempat ngotot meminta Prilly untuk membatalkan rencananya. "Kenapa kamu mau pindah? Apanya yang kurang nyaman di sini? Kamarmu terlalu kecil atau gimana? Atau gara-gara..."

Prilly buru-buru menyela sebelum kakaknya menyebutkan sederet daftar yang sama sekali tidak berkaitan dengan niatnya untuk pindah. "Mbak, aku nyaman banget tinggal di sini. Semua serbagratis, nggak perlu ngurus rumah juga. Nggak perlu mikirin makanan. Tapi, aku merasa udah kelamaan hidup nyaman di sini. Tujuh tahun lho, Mbak. Sejak Mbak nikah, belum pernah ngerasain tinggal cuma berdua sama suami, kan? Makanya, ini saat yang tepat buat aku untuk pindah dari sini. Lagian, udah setua ini, masa iya terus nempel sama kamu, sih?"

Clara tak mudah diyakinkan. Perempuan itu tetap mengira bahwa Prilly pindah karena tidak nyaman akan sesuatu tapi enggan berterus terang. Mereka bahkan sempat bersitegang. Prilly menganggap kakaknya bereaksi berlebihan atas rencana kepindahannya. Di sisi lain, Clara menilai tak seharusnya Prilly tinggal di tempat lain. Toh, di rumahnya sang adik mendapatkan privasi seperti seharusnya.

"Aku udah terlalu tua untuk tinggal serumah sama kakak yang udah nikah," cetus Prilly, mulai merasa lelah. "Tujuh tahun itu lebih dari cukup, Mbak. Sekarang, kasih aku kesempatan untuk beneran hidup mandiri. Nggak ada gunanya dilarang karena kali ini aku bakalan membandel. Aku udah nemu rumah di Gerha Kanal. Perabotannya lengkap, tinggal masuk aja. Urusan dokumen juga udah kelar dan aku bisa segera pindah."

Akhirnya, Clara mengalah. Bersama suaminya, Elmo, perempuan itu ikut mengantar Prilly di hari sang adik pindah. Katlin dan putri tunggalnya, Camelia, juga bergabung dengan mereka. Namun, suami Katlin absen karena alasan kesibukan. Semua memuji rumah mungil berkamar satu yang akan dihuni Prilly hingga minimal setahun ke depan itu. Prilly lega karena resolusi untuk tinggal di rumah sendiri sehari sebelum ulang tahunnya, tercapai.

"Aku mau sering nginep di sini. Tempatnya cakep dan nyaman. Sungainya itu bikin ngerasa lagi di Venesia," celoteh Camelia penuh semangat. "Eh, nginepnya boleh mulai hari ini kan, Ma? Mumpung malam minggu. Itung-itung nemenin Tante Prilly malam pertama di rumah baru." Gadis remaja itu menatap ibunya penuh harap. Ketika Katlin mengangguk, Camelia sangat kegirangan.

Valda memang pantas diberi komplimen karena mencarikannya rumah yang nyaman. Pemilik Meeting Point pun berhak mendapat ucapan terima kasih karena sudah ikut bersusah payah. Rumah mereka tepat berhadapan, terpisah oleh sungai kecil yang jernih. Tiga rumah ke kiri, ada jembatan yang menghubungkan kedua sisi sungai.

Prilly merasa tidak ada ruginya menjadi tetangga Julien. Mereka memang baru bertemu beberapa kali, lebih banyak karena urusan rumah. Namun perempuan itu meyakini bahwa Julien memang lelaki baik.

Valda mati-matian mempromosikan teman lamanya itu sebagai pria yang hebat. Tak cuma sekadar baik, tipikal lelaki setia, penuh perhatian, dan sederet pujian lainnya. Akan tetapi, segala komplimen untuk Julien tak membuat Prilly tertarik dengan ide perjodohan konyol itu.

Julien itu pria menawan yang pasti banyak disukai kaum hawa. Tinggi, berkulit cokelat, rambut gondrong tapi tetap rapi. Jika dia tersenyum miring, kesan misterius langsung mencuat meski entah dengan alasan apa. Lelaki itu memiliki bibir tipis, dagu persegi, dan alis tebal.

Namun, meski Prilly tidak memiliki tipe pria favorit, ada satu hal pada Julien yang membuatnya lebih suka mereka berteman. Bos Meeting Point itu lebih muda tiga tahun. Hal itu membuat Prilly makin yakin bahwa dia dan Julien takkan terperangkap pada hubungan lebih dari sekadar teman. Selain karena dia tak pernah menyukai perjodohan, seperti pengakuannya di depan Clara. Ironis, menurut kakaknya.

Malam itu, Camelia benar-benar menginap. Gadis remaja itu memaksa tantenya berkeliling karena menurutnya Gerha Kanal sangat menawan. Camelia bahkan sudah bertekad akan bermalam di rumah Prilly sesering mungkin.

Esok siangnya, Prilly kedatangan tamu tak terduga. Valda berkunjung dengan sebuah kue ulang tahun cantik. Di belakangnya, ada Julien dengan kotak-kotak berisi makanan. Namun yang menyita perhatian semua orang adalah tebakan Camelia saat melihat Julien. "Om ganteng ini pacarnya tanteku, ya?"

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Match Made in Heaven - BAB 4

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya