[NOVEL] Miss Sanguine-BAB 1

Penulis: Pikadita

Mr and Miss Sanguine

 

Jakarta, Desember 2018

 

"Ndu, PT. Cipta Raya masuk koran lagi, nih. Distrik 3." Sasa menebalkan judul berita tersebut dengan spidol warna terang. Sementara itu, yang diajak bicara tidak menggubris. "Hei, Windu! Lo dengar gue ngomong enggak, sih?"

"Bentar, Sa. Gue lagi fokus."

Sasa menghampiri Windu yang terlihat tak bisa diganggu dari layar komputernya. Akhir tahun memang saat yang paling heboh bagi setiap bagian perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan ini, kecuali bagian survei. Akhir tahun begini, justru hasil kerja mereka yang digunakan oleh divisi lain untuk keperluan closing. Tugas bagian survei cuma stand by karena biasanya banyak yang minta data ke bagian survei. "Ngapain, sih, lo? Sok sibuk."

"Gue lagi ngerjain kuis ogeb dari lo. Kan lo yang maksa gue ngerjain."

"Ah, iya. Senang banget akhirnya lo ngerjain kuis ogeb gue," ujar Sasa. Setelah itu ia ikut membaca soal yang sedang Windu kerjakan.

"Soal terakhir, Ndu. Kalau gue jawabannya yang ini nih." Saking semangatnya, Sasa menoyor-noyor layar komputer Windu dengan telunjuk sampai benda itu hampir terjengkang andai saja tidak ada papan partisi di belakangnya.

"Sa, selow ... lo enggak bisa santai apa? Nih gue lagi mau jawab soal terakhir." Windu menekan tombol selesai. Tak lama kemudian, hasil yang sangat dinantikan pun muncul.

"Sanguinis?" Windu baru pertama kali mengikuti tes macam ini. Dulu ia pernah dengar sedikit saat pelatihan kepemimpinan, tapi ia lupa lagi. Jadi, ia pun membaca perlahan deskripsi si sanguinis ini. "Populer, disenangi banyak orang, memiliki kepercayaan diri yang tinggi ... wah ini sih gue banget."

Sasa tampak girang lawan bicaranya tidak menyesal ikut-ikutan mengisi tes kepribadian yang awalnya ia anggap konyol. "Suka cari perhatian, berantakan, pelupa. Beneran, kan? Ini lo banget," tambah Sasa saat membacakan kelemahan si sanguinis ini.

"Lo apa memangnya, Sa?"

"Sama. Sanguinis juga," aku Sasa sambil nyengir kuda.

Windu menyandarkan tubuhnya ke kursi, kemudian ia mengangkat jari dan menempelkannya ke kening, bergaya seperti orang yang sedang berpikir keras. "Sa, jangan-jangan kita-"

"Jodoh?" sambar Sasa.

"Ogeb lo!" balas Windu sambil menarik kuciran rambut Sasa. "Jangan-jangan kita kurang kerjaan."

"Lo juga ogeb, gue kan cuma bercanda," ucap Sasa ketus sambil berjalan kembali menuju meja kerjanya.

"Lo bilang apa tadi? Yang tentang koran," celetuk Windu setelah menyadari baru saja melewatkan informasi penting. Sejurus kemudian, Sasa melemparkan koran yang sudah ia tandai judulnya dengan spidol kepada Windu. Lelaki itu pun membaca isinya dengan saksama. "Sengketa lahan masyarakat dengan PT. Cipta Raya di Kalbar menemui titik terang." Windu membaca judulnya keras-keras. "Wih, mantap betul ini Distrik Manajer distrik 3," komentar Windu untuk distrik 3 yang berlokasi di Kalbar. "Oh iya, lo beneran masukin distrik 9 ke peta rencana produksi tahun 2019, Sa?"

"Iya," jawab Sasa penuh keyakinan. Pasalnya, distrik 9 juga merupakan wilayah konflik lahan dengan masyarakat yang belum selesai sejak sepuluh tahun lalu hingga sekarang. Sejak Cipta Raya berdiri, masalah Distrik 9 tidak pernah terselesaikan hingga kini. Ada satu wilayah di distrik tersebut yang menjadi sengketa dengan masyarakat setempat. Mereka menyebutnya tanah leluhur, perusahaan menyebutnya Blok C. Akibatnya, daerah tersebut tidak bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk kegiatan tanam. Distrik 9 adalah distrik yang paling susah segala-galanya dibandingkan distrik lainnya. Lalu, dengan penuh keyakinan Sasa memasukkannya ke laporan perencanaan yang dia berikan tadi pagi kepada atasannya, Pak Riki. Pak Riki adalah Kepala Departemen Perencanaan yang membawahi beberapa bagian termasuk bagian survei.

Kebetulan, kepala bagian survei baru saja mengundurkan diri seminggu lalu. Otomatis, Windu merasa dialah yang cocok menjadi pengganti Pak Tony--kepala bagian survei yang sebelumnya--kelak. Ditambah lagi, kemarin Pak Riki baru saja memuji lelaki itu atas pencapaian akhir tahunnya yang memuaskan selama tiga tahun berturut-turut.

"Omong-omong, gue cocok nggak duduk di situ, Sa?" tanya Windu sambil memandangi sebuah meja tak berpenghuni di hadapannya. Tadinya itu adalah meja Pak Tony. Penggantinya masih dicari.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Sembari menunggu Sasa yang masih menimbang-nimbang jawaban, Windu pun duduk di kursi kerjanya dan menghadap ke arah gadis itu. Kemudian Windu membusungkan dada, lalu menumpangkan kaki kanan ke kaki kirinya. Ia sedang berlagak seperti bos rupanya. Perhatian gadis kucir ekor kuda itu pun beralih dari meja Pak Tony ke arah Windu.

"Cocok sih," jawab Sasa singkat. "Sekarang lo lihat gue. Cocok nggak gue duduk di kursi, ini?" Sasa berputar-putar di atas kursi yang ia duduki-kursi Kabag Survei. Sasa sudah menukar kursi miliknya dengan kursi bekas Pak Tony dengan alasan kenyamanan. Bos di sini selalu punya kursi yang lebih empuk dibandingkan kursi karyawan level enam macam Sasa dan Windu. Selama belum ada Kabag Survei yang baru, tidak akan ada yang dirugikan jika Sasa menukarnya. 

"Lo cocok kok duduk di kursi itu, Sa. Kalau gue nanti jadi promosi, lo boleh kok pakai kursi itu selama-lamanya," celetuk Windu sembari mengacak rambut Sasa. Gadis itu pun menyeringai dan segera membetulkan kucirannya.

"Pede banget, lo. Nanti kalau ternyata gue yang duduk di situ gimana?" Sasa menimpali. Kalau dihitung dari lama bekerja, Windu memang sudah lebih lama dibandingkan Sasa, bedanya dua tahun. Sasa menempati posisi staf survei di departemen perencanaan, sama seperti Windu. Setelah atasan mereka mengundurkan diri seminggu lalu, Sasa dan Windu bertanggung jawab langsung kepada Pak Riki yang tingkahnya agak sulit ditebak.

Kalau ditimbang dari pencapaian, mereka berdua beda-beda tipis. Apalagi Sasa punya nilai lebih di bidang pembuatan kopi. Pak Riki tidak mau minum kopi kalau bukan buatan Sasa. Ini sudah berlangsung sejak dirinya masuk di perusahaan ini. Bahkan sempat tersebar kabar kalau Pak Riki harus minum kopi buatan perawan. Kalau tidak, Pak Riki bakal makin tua. Namun terlepas dari itu semua, Sasa sama sekali tidak memiliki hasrat untuk mengisi posisi Kabag Survei. Gadis itu hanya sedang menggoda Windu yang sangat bersemangat dan punya keyakinan tinggi akan ditempatkan di posisi tersebut.

"Lo pikir jago bikin kopi itu masuk hitungan?" ujar Windu tiba-tiba.

Sasa menutup mulut dengan kedua tangan. "Lo bisa baca pikiran gue?"

"Kita sudah kenal lama, Sa. Cuma itu yang lo bisa dan gue nggak bisa." Kali ini Windu menarik kuciran Sasa hingga tubuh gadis itu nyaris terjengkang. Beruntung Windu masih bisa menahan sandaran kursi sambil terkekeh. Wajah Sasa merah padam. Gadis itu sebentar lagi akan membalas perbuatan Windu.

Kalau boleh jujur, Sasa tidak benar-benar marah. Jika diperhatikan lebih teliti, wajahnya bersemu merah muda setiap kali Windu mengganggunya. Ia memang sudah lama naksir Windu. Sudah pintar, menyenangkan pula. Windu adalah lelaki yang Sasa idamkan. Mereka berdua punya selera yang hampir sama. Keduanya suka travelling, suka singkong goreng, suka baca komik Miiko, suka nonton kartun, sama-sama suka John Mayer dan sama-sama punya hasil tes kepribadian sanguinis.      

"Ngapain lo senyum-senyum?" Pertanyaan Windu barusan membuat Sasa harus cepat-cepat membereskan khayalannya. Roh gadis itu pun kembali ke tempat dan waktu yang sebenarnya.

"Gue cuma lagi ngebayangin ...."

"Ngebayangin apa?"

Ngebayangin jadi pacar lo, pikir Sasa. "Ngebayangin jadi atasan lo!" ungkap Sasa pada akhirnya. Sasa kembali menggoda Windu dengan perannya sebagai saingan. Ia pun berjalan ke meja Kabag Survei, lalu duduk di kursinya. Sambil mengelus-elus dagu, gadis itu mulai bicara dengan suara yang direka mirip suara laki-laki. "Sasa, kamu sudah bekerja keras selama ini. Proposal perencanaan produksi kayu yang kamu susun ini sangat mengagumkan. Kamu punya perencanaan yang matang. Sudah saatnya kamu bekerja lebih keras lagi. Kamu cocok mengisi jabatan Kepala bagian Survei," urai Sasa sambil menirukan gaya bicara Pak Riki. 

Windu baru saja akan tertawa bersama Sasa, tapi semuanya batal ketika ia melihat Pak Riki datang dan berdiri tepat di belakang Sasa. Pria gempal itu meletakkan kedua tangannya di pinggang. Sialnya, Sasa sama sekali tidak menyadari kehadiran Pak Riki walau Windu sudah mencoba memberikan sinyal bahaya.

"Sasa, tolong buatkan saya kopi," imbuh Sasa. Ia membesarkan suaranya agar mirip Pak Riki. Kemudian bersuara normal ala Sasa ketika menambahkan kalimat, "Maaf, Pak. Saya kan sudah jadi Kepala Survei."

Windu menarik napas panjang sambil menutupi wajahnya dengan tangan. Hidung Pak Riki sudah kembang kempis. Sementara itu Sasa malah meringis sambil menahan tawa, setengah tak berdaya dan setengahnya lagi masih berusaha menenangkan diri. Sasa tidak bisa tertawa berlebihan walaupun ia sangat menyukainya; rahangnya tidak bisa terbuka lebar-lebar.

Dulu Sasa pernah mengalami kejadian yang ia sebut "tragedi tertawa lima jari". Saat itu, rahang Sasa tidak bisa menutup setelah tertawa terlalu keras. Hal itu juga membuatnya tidak bisa membuka mulut lebar-lebar jika ingin berteriak keras. Saat mengunyah makanan yang agak padat pun, Sasa masih bisa merasakan bunyi mirip engsel pintu rusak di rahangnya.

Suara berdeham terdengar sebelum sebuah kalimat terucap dari arah belakang Sasa. "Wah, sayang sekali, padahal saya suka kopi buatan Nona Sasa."

Kedua bola mata Sasa hampir mencelat. Ia tahu betul yang barusan itu suara siapa. Saat itu juga tubuhnya membeku. Ia tak berani menoleh ke belakang. Sasa menatap nanar ke arah Windu yang sudah menunduk mengamati lantai, memohon pertolongan kepada Windu walau ia tahu Windu pun tak bisa berbuat apa-apa. Detik itu juga ia berharap kemampuan menjadi tembus pandang itu benar-benar ada.

"Ke ruangan saya, sekarang!" ujar Pak Riki.

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Miss Sanguine-BAB 2

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya