[NOVEL] Painting Flowers-BAB 1

Penulis : Nureesh Vhalega

Kamar Mandi VIP

 

Laisa adalah gadis yang pantang menyerah, tapi malam ini tubuhnya menyerah.

Darah tiba-tiba meluncur turun dari hidungnya, membuat bibir tipisnya yang tidak terpoles lipstik ternoda warna merah gelap. Tanpa pikir panjang, dia meletakkan ponselnya yang tersambung dalam panggilan telepon dan berlari keluar dari ruang kantor.

Perusahaan e-commerce tempat Laisa bekerja terletak di lantai 26 gedung perkantoran bagian selatan ibukota. Ruang kantornya sendiri berada tepat di koridor yang berseberangan dengan toilet, sehingga yang kini dilakukan oleh gadis itu adalah berlari secepat mungkin menyusuri koridor sepi. Tidak heran, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Seluruh ruang kantor yang berada di lantai 26 bahkan sudah gelap.

Maka dari itu, Laisa tidak mengira akan ada orang selain dirinya dan tidak sempat menghindari tabrakan di belokan menuju toilet. Wajahnya membentur dada seseorang.

"Crap!" umpatnya seraya menarik napas lewat mulut.

Seakan darah yang masih mengalir dari hidungnya belum cukup buruk, Laisa pun disuguhi pemandangan horor; kemeja orang yang ditabraknya terkena darah.

Dan, kemeja itu berwarna putih.

"Sori!" seru Laisa dengan wajah panik. Dia tidak sempat menyadari ekspresi terkejut pria di hadapannya perlahan berubah. "Gue nggak sengaja. Kemeja lo nanti gue ganti biaya laundry-nya. Atau kalau nodanya nggak bisa hilang, gue-"

"What are you doing?"

Satu kalimat bernada gusar itu berhasil membungkam Laisa.

"Well, I'm in the middle of apologizing to you. Is it not obvious?" tanya Laisa bingung.

Pria itu mengembuskan napas, lalu membuka pintu kamar mandi VIP yang berada tepat di sisi mereka. Sepertinya itu tempat yang dia kunjungi sebelum bertabrakan dengan Laisa di koridor. Laisa tidak pernah menggunakannya karena kedudukannya tidak setinggi CEO dan kawan-kawan. Dia tahu ada banyak orang yang tetap memakai kamar mandi VIP tanpa peduli jabatan, tapi Laisa bukan gadis seperti itu. Dia dibesarkan untuk tidak mengambil hak milik orang lain, tak peduli sekecil apa hal tersebut.

"Jangan bungkuk, tegakin badan lo," kata pria itu seraya meraih tisu dan menyerahkannya pada Laisa. "Jepit hidung lo dan tetap napas dari mulut. Tunggu di sini sebentar."

Setelah mengucapkan serangkaian perintah, pria itu melangkah keluar dan meninggalkan Laisa. Sebisa mungkin Laisa mengikuti instruksi sambil membersihkan sisa darah di sekitar bibirnya. Ini bukan kali pertama dia mengalami mimisan, meski tak sering juga. Mengingat waktu istirahatnya yang terpangkas habis selama akhir pekan kemarin, hal seperti ini seharusnya sudah bisa dia duga.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Pergi untuk menghadiri undangan pernikahan klien di Malang hari Sabtu, dilanjut dengan meeting bersama calon klien baru di Surabaya pada hari Minggu, lalu pulang dengan pesawat pertama ke Jakarta pagi ini dan masih harus mengejar laporan hingga dini hari tentu akan membawa efek samping. Laisa sudah bersyukur hanya mengalami mimisan dan bukannya pingsan. Masih ada terlalu banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan, terlebih dengan campaign berupa diskon besar-besaran yang akan dilaksanakan oleh perusahaannya akhir bulan ini.

"Darahnya sudah berhenti ngalir?" tanya orang yang ditabrak Laisa, yang ternyata kembali dengan sebuah handuk kecil di tangan. "Kompres pakai ini."

Laisa menerima uluran handuk berwarna putih yang ternyata menyimpan beberapa es batu di dalamnya, kemudian menempelkan ke hidung. Keheningan menyelimuti mereka dan Laisa baru sadar, dia sama sekali tidak mengenali pria di hadapannya. Setelah satu tahun menempati co-working space itu, tentu Laisa berusaha mengingat "tetangga" di kantornya. Setiap orang bisa berarti peluang berbeda yang mungkin bisa membantunya meningkatkan revenue perusahaan. Salah satu yang Laisa sukai dari bekerja di kantor bersama seperti ini adalah keragaman usaha masing-masing perusahaan yang mungkin bisa dia ajak bekerja sama.

Laisa berdeham, lalu mengulurkan tangan kanannya.

"Gue Laisa dari Jalan-jalan.com," ucapnya. "Sori soal kemeja lo."

Pria di hadapannya membalas dengan jabatan yang tidak terlalu erat maupun longgar; pas. Jenis jabatan yang Laisa yakin akan disukai oleh mendiang papanya. Sejak dulu, papanya selalu berpesan untuk memperhatikan jabatan tangan seseorang sebagai langkah awal untuk mengenal. Laisa sendiri tidak pernah terlalu memikirkannya, dia tidak menganggap hal itu serius. Rasanya konyol berusaha mengenal seseorang hanya dari jabat tangan, karena pasti ada banyak faktor lebih penting yang menjadi pertimbangan dalam menilai pribadi orang lain. Tapi entah kenapa belakangan ini, ingatan tentang Papa merangsek lebih sering dalam benaknya.

"Gavin," balas pria itu.           

Laisa memberikan senyum singkat sebelum berkata, "Soal kemeja lo gimana? Gue nggak yakin nodanya bisa hilang. Tapi coba dicuci dulu aja ya?"

Ketika Gavin tidak memberikan respons, Laisa menambahkan, "Kalau memang nggak bisa hilang, nanti gue ganti pakai kemeja baru."

Diam-diam, Laisa berharap sepenuh hati nodanya akan hilang. Menilik dari jam tangan dan sepatu yang dikenakan Gavin, Laisa tidak berpikir pria itu hanya sekadar pegawai sepertinya. Yang berarti, kemejanya pun bukan sesuatu yang bisa dibeli Laisa tanpa pertimbangan panjang. Tampaknya Gavin memang satu dari segelintir orang yang berhak menggunakan kamar mandi VIP itu.

Namun menilik wajah Gavin yang masih terlihat sangat muda, tidak seperti para petinggi perusahaan yang biasa Laisa temui, gadis itu jadi mempertanyakan penilaiannya. Sebenarnya siapa pria di hadapannya? Kenapa pula Laisa harus berpikir sekeras ini untuk menebak jabatan seseorang yang dengan mudah bisa dia tanyakan langsung? Mungkin Laisa sudah terlalu lelah. Dia sampai lupa pada fakta bahwa co-working space tempatnya berada saat ini memang didominasi oleh founders berusia muda.

"Gavin?" panggil Laisa setelah sepi terlalu lama melingkupi mereka. "Lo nggak keberatan kalau kemeja lo itu gue cuci dulu, kan? Seperti yang gue bilang, nanti-"

Kalimatnya terputus karena tiba-tiba Gavin membuka kancing dan melepaskan kemejanya.

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook : Storial
Instagram : storialco
Twitter : StorialCo
Youtube : Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Painting Flowers-PROLOG

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya