[NOVEL] Putus-BAB 1

Penulis: Erwina

Alma - 1. Hal Pertama yang Dilakukan Setelah Putus

 

Hal pertama yang dilakukan setelah putus: Menghapus semua foto dengan mantan di Instagram. Sialnya, saat melakukan itu, semua memori kembali ke permukaan.

Gambar pertama yang kuhapus adalah foto wisudaku. Ada Faizal dan orang tuaku di sana. Cowok itu tersenyum lebar sambil membawa beberapa buket bunga. Waktu itu, kami sedang hangat-hangatnya. Dia bahagia karena aku akhirnya lulus. Aku bahagia karena dia menunda banyak jadwal demi datang ke hari spesialku. Aku yang ada di foto, dikelilingi oleh mimpi-mimpi besar. Setelah lulus dengan predikat Cum Laude sebagai Sarjana Desain, aku akan membuat komik sendiri.

Air mataku jatuh setetes lagi. Hari itu, aku juga sudah memikirkan pernikahan dengan Faizal. Siapa sangka, setahun kemudian kami malah putus.

Selesai berperang dengan momen wisudaku, sekarang giliran momen wisuda Faizal. Dia lulus dalam waktu 3,5 tahun, Cum Laude. Kami berfoto berdua. Wajahku bersemu karena ayahnya memotret kami. Faizal mengangkat satu jempol sambil memamerkan giginya yang rapi. Puas berfoto, aku ikut makan siang bersama keluarganya. Kami membicarakan banyak hal, termasuk soal pernikahan.

Cih, mungkin kami memang kepalang percaya diri. Lagian, semua orang percaya kami akhirnya akan bersama.

"Ini semua gara-gara Kevin Systrom dan Mike Krienger!" Jariku mengetuk layar ponsel berulang-ulang. Menghapus setiap foto sembari berusaha keras untuk tidak nostalgia.

Omong-omong, tahu siapa dua orang itu? Mereka adalah pembuat Instagram. Kalau tidak ada mereka, pasti aku tidak perlu melewati proses menyakitkan ini. Apalagi, menghapus foto bukan hanya membuat otakku mengingat, tapi juga memaksa jari untuk mengetuk kolom komentar.

Orang-orang tidak kreatif saat menulis komentar. Kalau tidak memuji kelanggengan hubungan kami, ya bertanya kapan kami akan menikah. Basi banget.

Rasanya, proses hapus-menghapus ini sudah berlangsung selamanya. Apa ku-delete aja akunnya? Aku mulai frustrasi.

Tekad untuk hapus-aja-nggak-usah-mikir hilang ketika sampai di foto berlatar rumah sakit. Aku ingat, foto ini diambil beberapa bulan sebelum Faizal sidang tugas akhir. Masih jelas dalam ingatanku, bagaimana Faizal menelepon, mengabarkan ibunya tiba-tiba pingsan di kamar mandi. Suaranya bergetar.

"Al, Mami jatuh di kamar mandi ... terus masuk RS."

Kalau tidak salah, aku sedang di kantin kampus bersama dengan beberapa teman. Makananku tidak kusentuh lagi. Aku langsung berdiri, mencangklong tas, dan menuju tempat parkir motor. "Kamu di mana? Masih di Bandung atau udah ke Jakarta?"

"Ini ... di stasiun ...," jawabnya pelan.

"Rumah sakit mana? Aku ke sana sekarang."

Dan begitulah. Aku ber-selfie dengan ibunya, mengunggah ke Instagram, tidak lupa menambahkan caption: Mami cepat pulih, ya.

Eh, Mami apa kabar, ya?

Seharusnya, kemarin aku tanya kabar Mami. Namun, jangankan bertanya, bernapas saja hampir lupa.

Ya, gimana ... hubunganku dan Faizal sudah berlangsung selama satu dekade. Iya, satu dekade. Sepuluh tahun.

Kami jarang sekali bertengkar. Aku mengerti Faizal, mendukungnya, dan tidak pernah jadi cewek manja yang banyak drama. Faizal melakukan hal yang sama. Dia terlihat begitu menghargaiku, mendengarkanku, dan melindungiku. Selama kami pacaran, Faizal selalu ingat ulang tahunku, hari jadi kami, dan hari-hari penting lainnya. Dia tidak pernah lupa menyiapkan hadiah, meskipun sesederhana makan malam berdua.

Faizal begitu menyayangiku.

Atau setidaknya, itulah yang kupikir.

Satu tisu lagi terlempar ke ujung kamar. Ingusku rasanya tidak habis-habis, padahal nangisnya sudah selesai. Capek.

Foto terakhir yang kuhapus adalah sebuah gambar dengan resolusi menyedihkan. Foto ini diambil hampir sembilan tahun lalu menggunakan ponsel Nokia yang hit pada zamannya. Aku dan Faizal masih mengenakan baju SMP, sepertinya kelas delapan. Di belakang kami, ada beberapa kios makanan. Faizal membawa sekotak kentang goreng, sedangkan aku mengacungkan sebotol minuman bersoda. Ih, kulitku warnanya kelewat eksotis. Sawo matang kemerahan. Untung kualitas gambarnya buruk. Kok bisa-bisanya aku posting foto ini di Instagram, sih?

Selesai!

Kusimpan ponsel di atas meja belajar, kemudian melakukan peregangan. Badan rasanya pegal semua. Mungkin gara-gara tengkurap terlalu lama. Habisnya, semakin banyak gerakan yang kulakukan, akan semakin betah bernostalgia. Kalau pegal kayak tadi, motivasi untuk cepat-cepat menuntaskan misi menghapus-mantan-dari-Instagram jadi bertambah besar.

Menghapus mantan dari Instagram saja aku sudah kesusahan, apalagi menghapus dari hidupku. Mustahil.

***

Lilian [20.19]

Demi apa kalian putus? Ga mungkinlah.

Sumpah harus cerita! Besok di CP?

Gue balik jam 5.

 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Lilian pernah bilang, kalau dia diminta menuliskan sepuluh hal aneh di dunia, hubunganku dengan Faizal akan masuk ke peringkat tujuh.

"Kalian nggak pernah berantem? Sama sekali?" serunya saat kami masih SMA. Aku buru-buru mengangkat telunjuk ke depan mulut. Dia mengatakannya di tengah pelajaran dengan suara seperti orang di hutan. "Sumpah?" bisiknya.

"Bukan nggak pernah, sih. Jarang."

"Tapi lo nggak pernah cerita." Lilian memelotot. Sebelah tangannya pura-pura mencatat, padahal dia cuma membuat garis panjang di bukunya.

Aku mengangkat tangan, memintanya berhenti bicara.

"Kalian LDR, loh. Jarang ketemu. Lo sibuk sama ekskul, OSIS, dan apalah. Dia juga gitu. Masa jarang berantem?" tanyanya lagi.

Kusimpan pulpen di sebelah buku. "Gue sama dia saling support, Li. Nggak adalah istilah berantem gara-gara nggak ngabarin atau hal sepele lain. Faizal ngerti gue."

Jawaban itu ditanggapi dengan dengusan.

Lilian sering gonta-ganti pacar. Maklum, dia salah satu idola semua kaum cowok. Wajah dan bodi Lilian sangat standar.

Standar kecantikan.

Nah, si pemilik standar ini malah iri denganku. Dia berpikir, punya hubungan yang berlangsung lama merupakan kekerenan yang hakiki. Gara-gara banyak cowok yang naksir kepadanya, Lilian sampai tidak bisa melihat mana yang tulus, mana yang cuma modal dusta. Lilian sering minta petuah dariku. Namun, demi apa pun, aku tidak punya petuah.

Ya, jalani saja. Tidak usah repot.

Sekarang, sepertinya aku yang iri kepada Lilian. Setelah bertahun-tahun kapok pacaran, akhirnya ada cowok yang mau datang ke rumah dan siap melamarnya bulan depan. Cowok itu teman kuliahnya. Orang yang tidak pernah mengajak Lilian pacaran. Orang yang diam-diam memupuk perasaan lalu mengungkapkannya dengan cara yang sangat mengejutkan.

"Dia ajak gue ketemuan, terus dia tanya, 'Li, udah ada calon?' gitu. Calon, Al! Dia nanya calon!" Lilian menceritakan kepadaku lewat telepon, tengah malam, dua minggu lalu. "Ya, gue jawab, 'Boro-boro calon! Cowok aja nggak ada yang PDKT sama gue' gitu. Eh, tahu-tahu dia bilang kalau dia yang lamar gimana. Ya, gue langsung jawab iya. Kenceng banget. Nih cowok berani buat ngajak gue nikah. Serius. Bukan modus basi. Seneng banget gue." Cerita berlanjut sampai dini hari. Sebenarnya, cowok itu ingin langsung datang. Namun, Lilian meminta waktu untuk memberi sinyal kepada orang tua.

Ah, Lilian ....

 

Alma [21.05]

Males, Li. Entar aja gue ceritanya.

 

Lilian [21.06]

Ih ayo.

 

Aku membaca pesan itu dan mengabaikannya. Beberapa detik kemudian, pesan baru datang.

 

Lilian [21.07]

AL FOTO DI IG UDAH LO HAPUS?

Lo putus beneran, Al?

 

Dia pikir, aku bercanda.

Aku tertawa getir. Beberapa bulan lalu, kalau Faizal bilang ingin putus, aku juga akan menganggapnya bercanda. Sayangnya, kali ini, putusnya kami adalah hal serius. Betulan terjadi.

Kami sudah pacaran lama, tidak pernah bertengkar, saling mendukung, dan tanpa drama. Kupikir, satu-satunya hal yang bisa mengubah status Faizal dari pacar ke mantan hanya ijab kabul. Ternyata ....

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
Youtube: Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Marrying The Diplomat-BAB 5

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya