[NOVEL] Still Intact-BAB 1

Penulis: Priska Natasha

Unsaid

 

Ini adalah hari yang besar. Hari ini, dua insan akan mengikat janji untuk saling setia sampai maut memisahkan. Ini hari yang sepatutnya dipenuhi oleh tawa dan isak haru. Bukan dengan tangis yang diwarnai oleh kekhawatiran dan belas kasihan seperti ini.

"Udah, ah. Nanti matamu bengkak, lho. Nangisnya nanti aja pas sungkem sama Bapak dan Bunda," bujuk Nakeisha, mengambil lebih banyak tisu untuk saudari kembarnya. "Ni, kamu itu udah dandan cantik. Udah berpaes gini. Masa mau jadi manten malah-?"

"Siapa juga yang mau nangis begini, Kei?!" Niusha memelotot sebal, sibuk menyeka mata sebelum bulir-bulir yang merebak merusak bulu mata palsunya. Kei hanya meringis, kemudian keduanya kembali memalingkan muka tanpa bercakap.

Mereka sering begini, sering duduk berdua jika hal yang ingin disampaikan sudah tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sering kali air mata Niu sampai tumpah, sementara Kei lebih banyak bungkam. Namun, segala hal yang ingin mereka ungkapkan seakan mampu mencapai hati satu sama lain.

Mungkin karena Kei memang tak pandai mengekspresikan perasaannya, sampai-sampai lelaki paling sempurna di matanya itu pun tak bisa membaca kalau sudah belasan tahun Kei menaruh hati kepadanya.

"Kei ...."

"Ni, aku enggak apa-apa," desah Kei. Kemudian, dia tertawa kecil karena semakin lama, situasi ini terasa semakin aneh saja. "Serius. Aku harus bilang berapa kali kalau aku enggak apa-apa? Enggak masuk akal deh kalau kamu merasa 'bersalah' hanya karena akan menikah duluan. Iya, kita memang lahir di hari yang sama, tapi bukan berarti kita harus menikah di waktu yang sama, kan?"

"Ya memang enggak." Niu mendengus. "Tapi aku bisa merasakan yang ada di dalam sana. Kei, aku tuh cuma pengin kamu bahagia. Cobalah untuk berbahagia."

Kei tersenyum kecil, lantas mengangguk setelah mendengar ketukan di pintu kamar. Sementara Niu membersit hidung dan segera bangkit untuk memeriksa penampilannya, Kei bergegas membuka pintu.

Bapak dan Bunda muncul, diiringi wedding organizer dan fotografer. Seusai dirias, Niu yang galak itu bisa, lho, meminta orang-orang penting ini menunggu agar dia dan Kei punya waktu untuk bicara empat mata.

"Sudah ngobrolnya?" tanya Bunda. Senyumnya yang hangat tersungging saat tatapannya berpindah dari Kei ke Niu. "Niu sudah lega?"

"Enggak tahu, ah," jawab Niu asal-asalan. Ketika dia melihat Kei dan Bapak bertukar pandang, gerutunya terlepas. "Aduh, iya, iya. Iya, udah plong! Udah, ah. Yuk, foto."

Bunda tertawa, kemudian lanjut menasihati Niu. Di sisi lain, Bapak hanya menggeleng dan menepuk bahu Kei. Baru saja Kei mau mengikuti ayahnya ketika pria paruh baya itu berkata, "Ayo, Bi, masuk. Han? Ayo, ikut foto sama-sama."

Perlahan, Kei menelan ludah dan otomatis menoleh ke balik pintu karena ternyata ada tamu yang tertinggal.

"Aduh, cantiknya anak ini!" Sebelum Kei sempat menyapa, Arimbi keburu memeluknya. Seharusnya, dia tidak perlu bingung-hari ini, sahabat Bunda itu bertugas sebagai ketua panitia keluarga. Selain bakal jadi orang paling sibuk di hari pernikahan Niusha dan Henry, pastinya beliau bakal mengikuti Bunda ke mana-mana.

"K-Kak Bimbi ...." Kei tercekat.

"Kak Bimbi!" pekik Niu. Suaranya yang satu menit lalu belum jernih, kini terdengar ceria. "Ayo, ikut foto, Kak! Ih, cantik banget sih, ibuku yang satu ini. Dihan! Ayo, masuk!"

Sementara Bimbi bergabung dengan keluarga mempelai, Kei tetap berdiri di dekat pintu dengan jantung berdebar. God, he can't be serious, dia membatin saat lelaki itu tersenyum kepadanya. Dihan and his beskap? Oh, dear God .... Kei menelan ludah lagi, just pull yourself together, Keisha.

"Hei," sapa Dihan. Sejenak, dia menatapi Kei dan selama tiga detik, Kei sempat lupa kalau ada orang lain di family suite itu. Lupa kalau ada Bapak dan Bunda, lupa kalau ada seorang wedding organizer dan dua fotografer, dan lupa bahwa Arimbi-bibinya Dihan-juga ada di sana. "You're stunning."

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Bisa aja deh."

"Wah, enggak percaya dia. Serius, lho, perempuan itu mentok cantiknya begitu pakai pakaian tradisional," puji Dihan lagi. "Pokoknya ... cantik. Ya?"

Dihan being Dihan, he's mostly sincere and sweet. Itulah alasan mengapa pria ini sukses menjadi sosok calon suami paling sempurna di mata Kei. Setelah delapan belas tahun saling mengenal, Dihan selalu begini, jadi ini bukan tipikal persahabatan makhluk-makhluk dari Mars dan Venus yang biasanya diwarnai perdebatan.

Kei dan Dihan itu akur bukan main. Bahkan, Gio-teman Kei di kantor-pernah bilang kalau Nakeisha dan Dihan terlalu akur untuk menjadi suami-istri.

But, yeah, best friends and that's that, Kei mengingatkan dirinya dengan getir.

"Berarti gue harus sering-sering pakai kebaya begini dan beralih ke soft lens, ya, kalau mau dengar pujian lo itu?" tanya Kei. Dihan jadi mentertawakan kata-katanya sendiri.

"Enggak perlu, kok. Lo cuma perlu banyak senyum," jawab Dihan. Dengan lembut, dia menggamit pergelangan tangan Kei. Seketika, Kei mengerti bahwa Dihan tahu apa yang dibicarakan oleh kedua sahabatnya lima menit lalu.

"Kei, dengar, ya. Kamu enggak perlu bingung kalau ada yang tanya, karena pasti bakal ada banyak orang yang tanya soal itu. Tapi, percaya deh, akhir bahagia dari kehidupan perempuan-perempuan hebat itu enggak cuma ditentukan oleh pernikahan. Lihat, tuh, Bimbi-forty seven and thriving!"

Kei buru-buru mengiakan agar terlihat bahwa dia sudah paham. Dia tahu kalau Dihan bermaksud baik dan ingin menghiburnya, tetapi suasana hatinya tidak enak. Sebelum dia bisa menghindar, Dihan lanjut bergumam di telinganya.

"Ayolah, Bu Manajer. Masa pertanyaan 'kapan nikah?' bisa bikin lo pusing?"

Pusinglah, pastinya. Sebab, Kei pikir, suatu hari nanti akan ada akhir bahagia yang melibatkan Dihan di dalamnya. Akan tetapi, Dihan itu hanya seorang sahabat. Bukan kekasih, apalagi calon suami. Dihan itu keponakan Bimbi yang sudah lama bersahabat dengan Bunda. Dia adalah sosok kakak lelaki bagi Kei dan Niu karena mereka bertiga sudah saling mengenal sejak si kembar puber.

Rasanya kebaya Kei jadi sesak jika teringat akan hal ini.

Hari ini, seharusnya menjadi momen yang membahagiakan bagi Kei karena saudari kembarnya akan menikah. Niu yang sering ganti-ganti pacar sejak SMA bahkan bisa memutuskan untuk berkeluarga sebelum usianya tiga puluh tahun. Sebagai saudara satu-satunya yang punya ikatan paling kuat dengan Niu, seharusnya Kei ikut berbunga-bunga.

Hanya saja, yang ada di kepalanya saat ini adalah bagaimana caranya memberikan jawaban yang memuaskan kepada para undangan. Padahal, Kei bukannya tak punya target ... dia juga ingin segera berkeluarga. Baginya, tak ada yang lebih membahagiakan selain menikmati tenangnya akhir pekan di apartemen bersama keluarga atau melihat orang-orang yang dia cintai menikmati masakannya. Belum lagi jika dia membayangkan suara-suara kecil yang menggemaskan, memohon kepadanya untuk dibacakan dongeng sebelum tidur.

Memasuki usia kepala tiga memang terdengar seperti sebuah momentum yang besar untuk perempuan sepertinya-perempuan mapan yang menyandang predikat jomlo perak ....

"Tapi buat apa hidup enak kalau cuma sendirian, Kei?"

Begitu, kan, katanya?

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
YouTube: Storial co

Baca Juga: Still Intact-BAB 2

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya