[NOVEL] Until We Meet Again-BAB 4

Penulis: Flara Deviana

SATU JAM berlalu usai makan bersama Heidi. Olla duduk depan laptop sambil mendengarkan lagu-lagu Kim Na Young, sesekali membuka Instagram, sesekali memperhatikan apa yang dilakukan Heidi di ranjangnya. Setiap kali matanya berpindah ke Heidi, dia selalu menemukan Heidi sedang menunduk ke ponsel dan tersenyum konyol.

Dilihat dari posisi ponsel yang lurus bukan mendatar, tidak mungkin penyebab senyum Heidi drama Korea, paling masuk akal adalah rombongan sirkus di bioskop kemarin. Beberapa kali Heidi bercerita tentang group chat dan kehebohan yang terjadi di sana. Bahkan, membagikan tebakan garing dari grup itu kepada Olla. Mendadak senyum Heidi berubah jadi tawa keras, Olla menggeleng kecil lalu memalingkan wajah.

Ketika dia kembali berselancar di Instagram, muncul dorongan kuat untuk membuka profil dan mengamati satu demi satu foto di Instagram Heidi. Tidak seperti feed-nya yang diisi quote, cover-cover buku, dan foto pemandangan, feed Heidi terlihat lebih manusiawi. Mulai dari buku koleksi pribadi dan hasil dari pekerjaan sebagai editor, coffee shop yang instagramable, acara launching buku beberapa penulis yang terbit di tempat Heidi kerja, teman-teman kantor Heidi, selfie, hingga orang-orang di bioskop kemarin.

Olla memperbesar salah satu foto Heidi bersama kumpulan orang-orang itu. Kalau dilihat dari tanggal postingan, foto mereka diambil menjelang natal setahun lalu. Heidi dan orang-orang itu berkumpul di salah satu kafe nge-hits di Kemang. Semua kompak berpakaian Ivy Style, gaya Amerika klasik tahun 60-an. Slide pertama hanya tujuh orang termasuk Heidi, berpose rapi ala foto keluarga. Slide kedua bertambah dua pria, masing-masing merangkul dua perempuan yang mengapit Heidi, dan mempertahankan pose rapi dan serius. Slide ketiga semua berpose bebas dan tersenyum lebar. Tanpa sadar genggaman di ponselnya menguat. Ada rasa tidak nyaman menggelitik bagian terdalam hatinya.

Senyum lebar Heidi, suasana hangat yang terlihat jelas dalam foto itu, mengingatkan Olla pada kebersamaan Dhika dan teman-teman calon suaminya itu. Olla tidak terlalu pandai bergaul. Sewaktu sekolah ataupun kuliah teman yang bisa dia ajak bicara hanya sedikit, tetapi Dhika berhasil membawanya masuk ke lingkungan pertemanan lelaki itu. Menunjukkan pada Olla bahwa masih ada manusia yang mau berhubungan tanpa melihat latar belakang, sebanyak apa harta yang dipunya, atau kepentingan-kepentingan lain.

Ketika Dhika pergi, teman-teman dekat Dhika berpesan agar dia tidak usah sungkan menghubungi. Kapan pun Olla butuh teman atau bantuan, mereka pasti siap. Namun, dia tidak pernah menghubungi siapa pun.

Dia mengisolasi diri sendiri. Membiarkan kesedihan ditinggal Papa dan Dhika memeluk erat jiwanya, sampai melupakan rasa kesepian. Mengizinkan rasa takut ditinggalkan secara tiba-tiba mengurungnya dari dunia luar.

Olla mengembuskan napas lambat-lambat, berusaha mengurai sesak dalam dadanya. Tidak sengaja, LCD ponselnya kembali tertekan, dan senyum lebar Heidi serta rombongan sirkus itu menyapa Olla.

Olla tercenung. Memandang bergantian foto orang-orang itu, layar laptop, dan Heidi di ujung sana. Seperti dirasuki sesuatu, Olla menaruh ponsel dan menyambar pulpen lalu sticky note. Kira-kira dua puluh menit berlalu, dan banyak lembaran sticky note terisi. Jumlah dan nama tokoh, latar tempat dan waktu, sesuatu yang mengubah kehidupan para tokoh. Meski belum terpikir tujuan utama tokoh-tokoh baru ciptaannya, dia sudah menemukan titik terang untuk kebuntuan selama tiga hari kemarin.

"Wow," kata pertama yang masuk saat Olla melepaskan earphone.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Olla menoleh, dan Heidi entah sejak kapan duduk bertopang dagu di sebelahnya. Dia nyaris melayangkan pukulan serta kalimat makian, tetapi berhasil ditahan mengingat sesuatu yang baru dibuatnya. Setelah menghela napas kasar, Olla mengulurkan sticky note kepada Heidi. Dengan memamerkan senyum menyebalkan, Heidi mengambil benda itu.

"Friendship?" Heidi melirik, lalu kembali fokus pada tulisan Olla.

Olla bersandar ke tembok dan memeluk erat bantal bentuk alpukat. "Risetnya lebih mudah."

"Kenapa gue merasa ciri-ciri tokoh ini ...." Heidi duduk miring menatapnya tanpa menyelesaikan kalimat, memasang ekspresi tidak percaya sekaligus menyelidik.

Tidak nyaman diperhatikan sedemikian rupa, Olla sengaja memutar badan memunggungi Heidi. Dia belum sepenuhnya yakin sanggup menulis tema itu, tetapi cuma cara itu yang terpikir untuk menyelamatkan dunia menulisnya.

"Menulis dari hal terdekat." Olla buka suara. "Saat ini cinta dan keluarga adalah hal terjauh, tapi friendship ...." Sekali lagi Olla mengembuskan napas lambat, lalu memberanikan diri berbalik menatap Heidi. Meski sisa-sisa keraguan masih bergelayut, Olla memberanikan diri mengambil ponsel dari meja-menyalakan LCD-lalu menaruh benda itu di pangkuan Heidi. "Ada lo dan mereka. Sumber riset. I need your help, Di ...."

***

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

www.storial.co
Facebook: Storial
Instagram: storialco
Twitter: StorialCo
Youtube: Storial co

Baca Juga: [NOVEL] Until We Meet Again-BAB 3

Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya