[CERPEN] Dedaunan Senja

Dirimu dari mata seekor kucing

Di pepohonan yang tinggi dan rindang, kamu hanya duduk malas sambil menatap jauh ke arah sebuah bangku taman yang tertutup dedaunan, seolah menunggu sesuatu atau seseorang.

Sebagai kucing liar, kamu sering berkelana kemana-mana mencari kehidupan. Kamu juga mengenal banyak tempat, makhluk, dan bahaya. Tak terkecuali, bangku taman di belakang sebuah rumah sakit itu. Tempat kamu bertemu dengan manusia yang aneh, gadis pucat di atas kursi roda.

Kamu menutup mata dan mengingat kembali. Waktu itu benar-benar masa sulit, kamu kelaparan dan kehausan. Namun ketika dalam suasana runyam itu, kamu menangkap bau lezat yang menarik hidung dan membuka mata. Ayam. Kamu pun mengikuti jejak bau itu hingga masuk ke dalam taman rapi dengan pepohonan meranggas yang memenuhi lantainya dengan dedaunan. Kamu melihat manusia, gadis dengan makan siangnya dan sangat menikmatinya.

Kamu perlahan mendekatinya dan mengeong, namun masih menjaga jarak. Dia menoleh ke arahmu dan tersenyum.

"Mau?" dia mengulurkan sepotong ayam ke bawah. Kamu memakannya segera, takut dia berubah pikiran. Dia tertawa pelan, lalu batuk keras. Kamu mendengar lalu menatapnya, dia menatapmu dan tersenyum lemah.

Setelah makananmu habis, kamu mengeong dan mengelus kakinya yang berpijak di alas kursi roda. Dia perlahan mengangkatmu, kamu tidak meronta karena tidak merasakan bahaya. Dia merangkulmu dalam pangkuannya, "Maaf ya, hanya itu yang ada." Dia mengelusmu perlahan, membuat kamu mengantuk.

Seorang manusia lain menghampiri kamu dan dia. Wanita berseragam putih. Kamu melihatnya mendatangi gadis itu, kamu melompat dari pangkuannya dan berlari bersembunyi. Kamu mengintip dari balik semak, gadis itu berbicara sebentar dengan wanita itu. Kemudian wanita itu mendorong gadis itu ke dalam sebuah pintu yang tak kamu ketahui.

Sejak saat itu kamu dan dia sering bertemu. Dari mulai dia hanya duduk bersamamu menikmati udara yang segar, hingga membacakan untukmu sebuah buku kesukaannya. Hari demi hari, ikatan persahabatanmu lebih dari sekedar pertemuan tak disengaja. Bahkan dia memberi nama untukmu sesuai dengan warna bulumu, Hitam.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Sedangkan dia memanggil dirinya Lestari. Salah satu kenangan yang membekas padamu ialah curahan hatinya tentang cita-citanya ketika sembuh dari penyakitnya, dia ingin terbang jauh di langit dan bebas layaknya burung-burung. Dia mengatakan itu dengan air mata mengalir, menatap langit senja.

Setelah dua bulan berlalu, sesuatu yang aneh kamu rasakan pada suatu hari. Dia tidak datang ke taman seperti biasanya. Tidak hanya sehari atau dua hari, berminggu-minggu kamu menunggu di bangku itu dengan harapan dia akan muncul. Namun sia-sia belaka, dia tak kunjung datang dan kamu mulai mengerti apa yang mungkin terjadi padanya.

Begitu hendak mau pergi, kamu menangkap sebuah aroma. Aroma yang sangat kamu kenali, aroma dia. Kamu berlari mengikutinya, masuk ke dalam pintu yang tidak kamu ketahui sebelumnya. Suasana lorong rumah sakit yang tenang dan agak sibuk menjadi terganggu ketika muncul kucing hitam dengan lincah berlari kesana-kemari.

Menarik perhatian semua orang yang kebetulan lewat, hingga manusia besar berseragam lebih gelap mulai mengejarmu. Namun kamu tak ambil peduli, kamu hanya ingin bertemu dengannya.

Ketika kamu sampai di asal aroma itu, kamu menyelinap di sebuah ruangan yang dingin dan gelap. Ruangan yang dipenuhi oleh kotak-kotak keramik yang tinggi dengan sesuatu yang ditutupi kain putih di atasnya. Kamu bisa menduga apa yang terjadi padanya, kamu melompati ke salah satu kotak tersebut.

Berkat bantuan aroma itu, kamu menemukannya. Namun bukan dia yang tersenyum atau tertawa padamu seperti dulu. Dia hanya berbaring kaku dengan mata yang tertutup, tanpa suara dan tanpa air mata.

Hari semakin senja, ketika kamu terbangun. Aneh bagimu untuk mengingat seorang manusia. Biasanya mereka jahat padamu, memukul dan menendangmu, namun gadis itu berbeda. Sangat berbeda hingga kamu pernah menganggapnya sebagai saudarimu sendiri.

Itulah sebabnya kamu setiap hari setelah melarikan diri dari dalam rumah sakit itu, kamu selalu duduk di atas bangku taman itu ketika matahari telah memancarkan cahaya terakhirnya. Langit mulai gelap dan kamu menatap ke langit yang bersih dari awan, berharap bertemu dengannya suatu hari nanti.***

Baca Juga: [CERPEN] Analogi Minum Kopi: Seperti Mencintaimu

tanganair Photo Writer tanganair

Saya seorang seniman dan sastrawan eksperimental yang menyukai hal aneh dan berbanding terbalik.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya