[CERPEN] Ketetapan di Jalan

Seekor Kucing Hutan yang melakukan sesuatu

Kamu berjalan waspada, lantai hutan yang dipenuhi dedaunan sepia. Warna-warna yang beragam mengingatkanmu akan masa lalu. Kamu terus berjalan, dengan tenang dan mengendus. Aroma itu telah lama hilang, kamu mungkin ingat namun hutan tidak. Hanya satu jawabannya, arus api yang merubah seluruh hutan lama menjadi rimbunan pohon baru dalam waktu dua hingga tiga tahun.

Kamu menengadah ke atas kanopi yang diriuhi tupai dan serangga. Mereka sibuk mengisi perut untuk hal yang lebih besar ke depannya. Hutan akan segera tertidur kembali.

Kamu menapaki di antara akar-akar yang tidak begitu dalam dengan bantalan kakimu. Mengendap-endap, matamu menajam. Lalu membeku, kamu melihat bahaya. Serigala, dan mereka banyak dan lapar.

Cakarmu membantumu memanjat, diam-diam kamu merayap layaknya bunglon. Namun sebagai kucing hutan, dahan pohon merupakan salah satu tempat singgah yang berbahaya. Walaupun berguna di saat seperti ini.

Mereka menyebar di bawahmu, mereka terus berjalan ke selatan mengikuti jejak para rusa. Kamu turun dan kembali mengikuti instingmu.

Kamu bukan sebagai pemburu sekarang, tapi sebagai pelayat. Kamu mencari sesuatu yang tertinggal dahulu.

Entah benda itu masih ada atau tidak. Kamu hanya mengikuti nalurimu. Berjalan menuju ke antah-berantah.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Kamu sampai di sebuah kolam, kamu masih ingat ketika anak-anak kamu sering bermain di sini. Namun kamu hanya singgah untuk minum. Lalu berjalan kembali.

Sesampainya di ingatan terakhirmu. Batu besar yang telah tergores dan terbakar. Kamu menatap di bawahnya, sebuah liang yang telah lama kosong. Aromanya kamu kenali.

Kamu masuk ke dalam liang sempit itu, dan menemukan apa yang kamu cari. Tulang belulang.

Dari tiga bersaudara, hanya kamu dan ibumu yang selamat dari kebakaran itu. Kamu mengais tulang tersebut, lalu mulai menggali lubang di luar.

Setiap tulang-tulang itu membentuk kucing yang lain. Setiap lubang itu diisi tulang-tulang itu. Lalu kamu menutupnya, dan menengadah ke dahan-dahan yang di terangi cahaya.

Mengeong sekeras dan sedalamnya. Baik ibumu yang telah lama pergi, kamu menguburkan kedua saudaramu hanya untuk mengenang mereka. Kamu hanya ingin melakukan sesuatu untuk mereka. Karena mereka ialah dirimu, dan dirimu ialah mereka.

Kamu pun pergi, menghilang ke dalam kedalaman hutan. Sebelum kamu dibuntuti, sebelum jejakmu diendus bahaya lainnya. Hilang untuk hidup, hilang untuk mati, hilang untuk selamanya.***

By tanganair

tanganair Photo Writer tanganair

Saya seorang seniman dan sastrawan eksperimental yang menyukai hal aneh dan berbanding terbalik.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya