[CERPEN] Telur Salah Alamat

Cerita sederhana tentang cara-Nya memberikan rezeki

Ting.

Sebuah pesan masuk ke ponselku. Oh, dari Bu Darsih rupanya.

Bu, saya beli telur 2 kg, ya. Tolong dikirim saja pakai ojek online. Nanti saya transfer sekalian ongkos kirimnya.

Aku segera membalas pesannya.

Baik, Bu, saya siapkan dulu. Ditunggu, ya. Terima Kasih.

Ku tinggalkan tepung terigu yang belum sempat kuayak dan segera menimbang telur pesanan Bu Darsih. Plastik yang membungkus telur aku buat dobel agar telur aman sampai di tujuan. Setelah itu ku raih ponsel dan membuka aplikasi pemesanan ojek online, dan memilih fitur pengiriman barang. Jarak rumahku ke rumah Bu Darsih hanya 1 km dan saat itu sedang ada promo dari aplikasi yang ku pakai, sehingga ongkos kirimnya hanya Rp5 ribu.

“Ini ongkos kirimnya, Pak. Tolong hati-hati, isinya telur,” kataku sambil menyerahkan sebungkus plastik berwarna merah ke bapak setengah baya berjaket hijau itu. Dia menerimanya sambil tersenyum.

Setelah telur berangkat, aku kembali ke dapur dan meneruskan menakar tepung terigu. Hari ini aku harus membuat sebuah kue ulang tahun untuk anak dari seorang teman lama semasa SMA. Anaknya ingin kue ulang tahun dari bolu coklat dan semua hiasannya juga dari coklat. 

Suamiku sedang olahraga pagi dengan tetangga sekitar sini. Anakku satu-satunya, Faraz, yang sekarang sudah duduk di kelas 4 SD, sedang bermain di lapangan dekat rumah dengan anak-anak tetangga. Hanya aku, seorang diri di rumah, sibuk dengan pesanan kue.

Karena membuat kue membutuhkan banyak telur, sekalian saja aku menjadi agen penjual telur. Dan ternyata ini keputusan yang tepat karena para tetangga selalu melarisi telur jualanku.

------------------

Aku baru saja hendak memecahkan telur untuk dicampurkan ke tepung, ketika ponselku berbunyi menandakan ada pesan yang masuk. Mungkin itu Bu Darsih hendak menginfokan telurnya sudah sampai. Aku meraih ponselku dan membuka aplikasi pesan.

Ternyata bukan dari Bu Darsih, tapi dari Bu Elis, tetanggaku yang lain.

Assalammualaikum Bu..

Hanya 2 kata itu yang tertulis di pesannya. Ku lihat di bagian bawah namanya tertulis Bu Elis is typing..

Bu Elis adalah salah seorang tetanggaku juga. Rumahnya berjarak 1,5 km dari rumahku, tapi arahnya berlawanan dengan rumah Bu Darsih. Salah satu anaknya sekelas dengan Faraz, jadi kami cukup dekat. Bu Elis adalah seorang ibu yang tangguh dan baik hati, termasuk perempuan yang ku kagumi karena berhasil mendidik anak-anak menjadi taat beribadah dan santun.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Ting. Sebuah pesan masuk lagi.

Masya Allah Tabarakallah, Alhamdulillah… Jazakillah Khairan Katsiran, Bu.. (emoticon menangis)

Aku mengernyitkan dahiku, tidak mengerti dengan pesan dari Bu Elis. Ada apa? Kenapa berterima kasih kepadaku? Apa mungkin Bu Elis salah kirim pesan, ya?

Ku lihat tanda Bu Elis masih mengetik, jadi aku tidak membalas dulu pesannya. Aku kembali berkutat dengan terigu dan telur. Dua menit kemudian, ponselku berbunyi lagi menandakan ada pesan masuk. Aku membuka pesan dari Bu Elis.

Tadi pagi, anak-anak minta sarapan telur, Bu. Terus terang, saya sedang tidak pegang uang untuk membeli telur. Rencananya nanti siang saya mau beli telur karena Insya Allah siang ini saya terima upah. Kebetulan kami masih ada stok mie instan, tapi anak-anak tidak mau karena bosan.

Saya sedang  bersiap-siap untuk ke rumah Bu Hani untuk beli telur, tapi saya hanya pegang uang Rp6 ribu. Saya gak tahu uang segitu bisa dapat berapa butir, yang penting anak-anak senang bisa makan telur.

Tiba-tiba, ada ojek berhenti di depan rumah saya dan menyerahkan sebungkus plastik. Saya intip isinya, ternyata telur (emoticon menangis). Saya tanya dari siapa, kata Pak Ojek dari Bu Hani.. Allahu Akbar (emoticon menangis)

Sekali lagi, Jazakillah Khair atas telurnya, ya, Bu, anak-anak senang sekali. Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan Bu Hani.. Sungguh saya beruntung punya tetangga seperti Bu Hani.. Sekali lagi terima kasih..(emoticon tangan tertangkup tiga kali)

------------------

Aku tertegun.

Ternyata aku salah memasukkan nama penerima di aplikasi tadi. Nama Bu Elis persis di bawah nama Bu Darsih, dan aku pasti menekan nama yang salah.

Pesan dari Bu Elis membuatku termenung. Aku tahu Bu Elis berusaha keras memenuhi kebutuhan hidupnya sejak suaminya meninggal 6 bulan lalu. Dia bekerja sebagai asisten rumah tangga di beberapa rumah. Anaknya ada 5 orang, yang paling besar sudah SMA dan kadang aku memintanya untuk membantuku membuat kue kalau pesanan sedang banyak. Upah dariku tidak seberapa, tapi mungkin berharga untuk keluarga mereka.

Aku berusaha sebisa mungkin membantu mereka, tapi memang akhir-akhir ini aku lalai memerhatikan keluarga Bu Elis. Pesananku juga sedang sepi beberapa minggu ini, sehingga aku tidak meminta anaknya untuk membantuku. Sungguh, aku bukan tetangga yang baik. Aku tidak peka terhadap kesulitan tetanggaku sendiri.

Setitik air jatuh dari mataku. Hari ini Allah menegurku dengan sangat lembut, memaksaku bersedekah untuk seorang janda yang sangat membutuhkan bantuan. Maafkan aku, Ya Allah!

Apakah berarti telur-telur itu terkirim ke alamat yang salah? Tidak, justru telur-telur itu terkirim ke alamat yang tepat, ke sebuah keluarga yang memang membutuhkan. Bukankah rezeki dari Allah tidak pernah salah sasaran? Maha Kuasa Allah yang sudah begitu rapinya mengatur rezeki untuk setiap hamba-Nya.

Baca Juga: [CERPEN] Cerita di Bus Sekolah

Umara Sri Photo Verified Writer Umara Sri

senang desain, suka foto, hobi nulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya