[Cerpen] Samsak Cinta

Cinta itu buta dan tuli jika kamu menutup mata dan telingamu

Aku sudah lama tidak melihatnya. Kira-kira lima tahun yang lalu ketika terakhir kalinya bertemu. Setelah itu kami sama-sama kehilangan kabar. Aku tidak tahu dia di mana, dan dia pun tidak pernah mau mencari tahu tentangku.

Kami memang sudah sangat dekat saat itu. Sudah berbagi banyak hal dalam waktu, ruang, dan pikiran. Bisa jadi sedikit berbagi rasa. Tetapi tidak kesampaian. Atau memang rasa itu tidak pernah ada, kecuali di dalam khayalanku saja.

Setelah menghilang bertahun-tahun dan pikiranku nyaris lupa padanya, kini secara tidak sengaja dia datang kembali. Seperti angin topan yang datang secara tiba-tiba. Ada apa? Dan kenapa?

Karena datangnya begitu misterius. Sampai-sampai semua teman-temanku ikut bermunculan kembali. Mereka yang sudah memiliki dunianya sendiri setelah mengambil ijazah terakhir kini kembali hadir untuk mempertanyakan masalahku.

Semua heran dan bertanya-tanya.

“Dia seperti Rangga saja yang menghilang dalam puluhan purnama. Tiba-tiba muncul kembali. Mengajak jalan-jalan. Membuka luka lama itu lagi,” kata Putri salah satu temanku. Dia dan ketiga teman lainnya segera merangkap penasehat dadakan atas persoalan baru dalam hidupku ini.

“Aku sama sekali tidak terluka. Dan tentang masa lalu itu. Aku harap kalian lupakan. Kita sama-sama tahu bahwa dia tidak bermaksud memanfaatkan. Dia hanya menganggapku sahabat. Tidak lebih,” aku mencoba meningkahi pembicaraan.

“Tapi dia sudah terlanjur muncul kembali. Mengajakmu ketemuan. Lalu apa maunya? Bukankah kami juga teman-temannya? Kenapa hanya kamu yang diajaknya ketemu? Aku harap pertanyaan ini segera terjawab.” Pertanyaan Fanny membuat kami tambah bingung.

Maka tidak ada keputusan apapun dalam forum pertemuan kecil itu. Kami berlima kembali bubar setelah masing-masing menghabiskan uang Rp 80.000 untuk makanan yang kami pesan.

Tapi pengeluaran waktu dan uang sore itu sama sekali tidak meringankan pikiranku. Aku semakin bingung untuk memutuskan. Apakah aku harus bertemu dengannya? Atau mengabaikannya saja?

***

Lima tahun yang lalu di bulan April...

“Aku harap kamu mau datang ke pesta perkawinan itu. Aku akan menjemputmu.” Laki-laki itu sekali lagi membujuk. Wajah manis dan tampannya tampak memelas dalam sendu. Membuat hati gadis yang duduk di depannya terenyuh.

Sekali lagi dia tidak bisa menolaknya.

Di hari H, mereka berdua akhirnya pergi bersama dengan sejuta tanya berkecamuk di dalam hati sang gadis. ‘Kenapa dia mengajakku ke pesta saudaranya? Apakah dia ingin memperkenalkanku kepada keluarganya? Tapi kami sama sekali tidak pacaran dan aku...’

“Yuna.”

“Ya?” Gadis itu mencoba menatap wajah laki-laki yang ada di depannya. Berharap khayalannya kali ini benar-benar terwujud.

“Nanti berpura-puralah menjadi pacarku.”

“Aaapa? Pupp..pura-pura? Maksudnya apa?” Gadis itu menjadi bingung.

“Aku ingin Sonita cemburu. Dia baru saja menolakku tadi malam. Dan aku ingin membalasnya sekarang.”

Semua khayalan yang sudah disusun kembali runtuh. ‘Oh Tuhan, betapa jauh aku berharap.’ Bisiknya di dalam hati.

 

Di bulan Mei...

“Yuna, masukin namaku ke kelompok belajarmu ya.”

“Hmmn itu, anu..aku tanya sama Putri dan lainnya dulu ya.”

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Oh iya gapapa tanyain aja.” Yuna dengan semangat menemui teman-temannya. Dia tidak menyangka kalau laki-laki yang amat disukainya selama ini mau bergabung satu kelompok dengan gengnya. Jarang-jarang dia mau satu kelompok dengan cewek-cewek biasa dan nyaris tanpa prestasi.

“Tidak masalah sih dia masuk ke kelompok kita. Tapi apa tidak terlalu timpang ya?” tanya Putri.

“Timpang bagaimana?” tanyaku. Aku begitu berharap teman-temanku setuju.

“Ya timpanglah, dia itu laki-laki pintar, energik, dan penuh action. Sedangkan kita itu cewek-cewek manis yang terlalu alim. Dan bahkan terlalu biasa. Mana bisa mengimbangi kelebihan dia dengan kekurangan kita? Aku pikir dia nantinya akan nampak menonjol sendiri deh. Tidak bisa mengimbangi kita yang terkenal pasif. Kalian kan tahu dalam kelas aku terkenal bego, Putri terkenal cengegesan saat ditanya dosen, dan yang lainnya terkenal apatis dan cuek bebek menyikapi pertanyaan dosen. Memang kalian mau hanya laki-laki itu yang memiliki nilai lebih?”

Mereka semua terdiam. Merasa yang dikatakan temannya itu benar. Tapi gadis itu merasa penting memasukkan nama si lelaki  ke dalam kelompoknya. Penting sekali. Karena dia berharap hatinya akan memiliki kesempatan kali ini.

“Maaf ya Yuna, aku tidak jadi masuk ke kelompok kamu ya.” Kata laki-laki itu.

“Eh iya ya saya ngerti.”

“Hehe kamu ngerti? Aku kan belum bilang kenapa tidak jadi masuk ke kelompok kamu.”

“Oh itu, tidak masalah kok. Memangnya kamu masuk ke kelompok belajar yang mana?”

“Aku baru saja masuk kelompok belajar si Farhan dan teman-temannya. Eh udah dulu ya aku mau ketemu mereka sekarang.”

Kelompok belajar Farhan? Mereka kan terkenal apatis dan malas? Apa mungkin tebakan teman-teman itu benar ya, dia sengaja masuk kelompok anak-anak malas untuk menonjolkan dirinya didepan dosen. Ah gadis itu segera membuang jauh-jauh pikirannya tadi. Ternyata laki-laki itu tidak bermaksud mendekatinya.

 

Di bulan Agustus setahun kemudian...

Cinta itu memang buta. Dan bisa dikatakan tuli. Jika yang merasakan cinta lebih memilih menutup mata dan telinganya terhadap kemungkinan buruk dari cintanya.

“Laki-laki itu tidak menyukaimu Yuna.”

“Dia hanya memanfaatkanmu selama ini.”

“Kedekatan kalian itu palsu.”

“Dia ternyata sudah punya pacar sebelum mengajakmu kencan.”

“Dia hanya menjadikanmu sebagai samsaknya saja. Tempat pelampiasan dari ego-egonya saja. Sekedar menjadikanmu pelindung sekaligus tameng dari keganasan hasratnya. Dia itu bus$#%...”

Gadis itu menangis. Gadis itu paham. Dan dia sangat mengerti. Bahwa kedekatan yang dilabeli persahabatan itu hanya sekedar tipuan semata. Dia sekarang dicampakkan. Setelah setahun bersama menghabiskan waktu, ruang, dan pikiran yang sama. Ternyata manis yang sudah hilang akan ditinggali jua.

***

Aku menatap lamat-lamat foto kami berdua. Saat itu dia memakai kemeja kota-kotak biru berlengan panjang. Tampak kasual namun modis dan pas di badannya. Bahkan sampai sekarang aku masih ingat wangi dari parfum yang dia pakai.

Wangi itu begitu khas. Dan dekat...

Cinta itu bisa memaafkan untuk seribu kali kesalahan. Tetapi cinta memiliki kadar yang berbeda seiring waktu yang berjalan. Dan bagiku sekarang untuk cinta di masa laluku, kadar itu telah berubah.

Dia sudah berlalu dan sudah sangat terlambat untuk memulai. Karena hati ini tidak lagi persis sama seperti lima tahun yang lalu. Aku bukan lagi samsak cintanya.

Baca Juga: [CERPEN] Ketika Saat Itu Tiba

yenny anggraini Photo Verified Writer yenny anggraini

Berusaha menjadi lebih baik

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya