Puasa sebagai Detoksifikasi, Ini 5 Alasan Pentingnya untuk Dibiasakan

Efeknya akan lebih maksimal jika dilakukan secara teratur

Manfaat dari puasa sudah terbukti bagi kesehatan. Walaupun bulan Ramadan sudah berakhir, tetapi manfaatnya ini bisa terus kamu dapat bila kamu rutin berpuasa. Misalnya puasa tiap Senin Kamis atau menjalankan puasa intermiten (intermittent fasting).

Mengenai hal ini, IDN Times berbincang langsung dengan Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, pada 6 Mei 2021 lalu lewat program Health Talk. Ia mengatakan bahwa puasa bisa menjadi salah satu upaya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh. Berikut ini penjelasannya.

1. Puasa adalah salah satu cara detoksifikasi, baik secara fisik maupun mental

Puasa sebagai Detoksifikasi, Ini 5 Alasan Pentingnya untuk Dibiasakanilustrasi puasa (parade.com)

Selain merupakan ibadah wajib di bulan Ramadan, kenyataannya puasa itu sendiri bisa dilakukan kapan pun, baik dalam bentuk puasa sunah maupun puasa intermiten. 

Prof. Ari mengatakan bahwa puasa adalah salah satu cara bagi tubuh untuk mengeluarkan racun atau detoksifikasi. Kebiasaan makan yang bisa kita lakukan sehari-hari kembali diatur, sehingga metabolisme menjadi baik kembali. Ini bisa dilihat dari koneksi antara makanan yang masuk ke tubuh kita dengan metabolisme.

“Dengan kebiasaan mengurangi makan, proses pembakaran kalori di dalam tubuh berkurang. Itu artinya produksi racun yang terjadi saat kita makan itu menjadi berkurang. Belum lagi dengan berpuasa, tubuh kita juga memiliki waktu lebih untuk membentuk antioksidan yang ampuh melawan racun-racun tersebut,” terang Prof. Ari dalam obrolan tersebut.

2. Banyak yang tidak mengerti bahwa jenis makanan berpengaruh pada detoksifikasi

Puasa sebagai Detoksifikasi, Ini 5 Alasan Pentingnya untuk Dibiasakanilustrasi makan (ndtv.com)

Memang kadang tak mudah menahan diri dalam memenuhi rasa lapar dan haus ketika berpuasa. Namun, efeknya setimpal dengan manfaat yang didapat. Sangat disayangkan bahwa efek baik dari pengaturan kembali jadwal makan serta pembatasan kalori yang masuk ke dalam tubuh sering terganggu akibat jenis makanan yang disantap.

Guru besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tersebut memberikan beberapa contoh jenis makanan yang mengganggu efek maksimal puasa, salah satunya makanan bersantan. Makanan yang umum dihidangkan saat Lebaran itu mengandung jumlah kalori yang sangat tinggi.

Tubuh yang seharusnya sudah membaik menjadi "kaget" dengan makanan berkalori tinggi tersebut, dan akhirnya menyebabkan lonjakan gula darah.

"Padahal tubuh sudah sehat karena berpuasa. Nah, perut yang cukup terbiasa kosong tersebut tiba-tiba diisi dengan makanan tinggi kalori, itu membuat tubuh kaget. Ini bisa menyebabkan resistansi insulin, meningkatkan risiko terkena diabetes melitus, jelasnya.

Baca Juga: 7 Penyebab Berat Badan Tetap Naik walaupun Puasa Sebulan Penuh 

3. Kondisi tubuh yang kaget bisa diperparah jika jumlah makanan yang masuk juga banyak

Puasa sebagai Detoksifikasi, Ini 5 Alasan Pentingnya untuk Dibiasakanilustrasi makanan di mejaga makan (nytimes.com)

Yang akan lebih bikin tubuh kaget adalah bila jumlah makanan yang disantap, baik saat buka puasa maupun Lebaran, cukup besar. Risikonya terhadap kesehatan akan meningkat berkali-kali lipat akibat jumlah kalori yang masuk melebihi dari jumlah yang dibutuhkan tubuh.

"Sudah kalorinya tinggi, jumlah konsumsinya juga tinggi!" kata Prof. Ari.

4. Kita perlu membiasakan diri untuk menghitung kalori demi mengurangi kadar racun dalam tubuh

Puasa sebagai Detoksifikasi, Ini 5 Alasan Pentingnya untuk Dibiasakanilustrasi menghitung kalori saat makan (healthifyme.com)

Prof. Ari mengingatkan agar kita tahu dan paham akan pentingnya jumlah asupan kalori. Ia mengatakan bahwa tubuh kita setidaknya memerlukan asupan sekitar 1.200 hingga 1.800 kalori per harinya, tergantung bobot dan tinggi badan. Katanya, satu kali makan kita setidaknya sudah memenuhi 600-700 kalori.

Memahami asupan kalori ini juga penting, mengingat itu artinya kita bisa menghitung dan mengontrol apa yang kita makan.

“Contoh saja, kue-kue dan gorengan itu punya nilai sekitar 80 kalori per unitnya, sedangkan lima buah kurma sudah mengandung 130 kalori. Jadi ketika kamu makan makanan tersebut, baiknya kamu makan 300 sampai 400 kalori lagi,” ucap prof. Ari memberikan contoh hitung-hitungan kalori.

“Dari pemisalan hitungan ini, kamu bisa mengira-ngira, 'apakah aku perlu makan lagi atau tidak?’”

Akan jauh lebih baik bila makanan yang masuk ke tubuhmu tersebut adalah makanan bernutrisi.

“Jangan lupa makan buah dan sayur serta minum air secukupnya. Semuanya itu bisa menghambat penyerapan kalori, membuatmu tidak mudah lapar, hingga menyaring racun lebih baik,” tambahnya.

5. Mengatur kembali jadwal makan dan rutin melakukan aktivitas fisik bisa menjadi cara detoks yang baik

Puasa sebagai Detoksifikasi, Ini 5 Alasan Pentingnya untuk Dibiasakanilustrasi minum jus (skinnyms.com)

Prof. Ari mengingatkan kita untuk melatih tubuh dalam membatasi kalori serta melakukan detoksifikasi. Ada banyak caranya. Mulai dari membiasakan diri untuk puasa Senin Kamis, berjalan 6.000 langkah atau 30 menit setiap hari, bersepeda selama 1 jam, dan sebagainya.

“Jangan berpuasa hanya di kala bulan Ramadan saja, tetapi juga seterusnya,” ucap Prof. Ari.

“Untuk olahraga, tubuh jangan dipaksa melakukan olahraga berat. Yang terjadi pada akhirnya adalah overtraining dan jantung bekerja terlalu keras, meninggikan risiko terkena pembengkakan jantung.”

Selain itu, mendapatkan tidur yang baik dan berkualitas akan membantu tubuh lebih baik dalam melakukan proses detoksifikasi.

“Ada proses bernama autophagy yang terjadi waktu tidur. Itu adalah proses tubuh 'memakan' sel yang buruk dan tanpa tidur yang berkualitas, proses autophagy tersebut tidak berjalan dengan efektif.”

Bagaimana, apakah kamu akan membiasakan diri untuk rutin berpuasa dan menerapkan pola hidup sehat?

Baca Juga: Bulan Puasa Usai, Ini 7 Tips Mengembalikan Jam Biologis Normal

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya