Kemenkes: Angka Obesitas Berisiko Naik Pesat pada 2030

Obesitas merupakan masalah global, termasuk di Indonesia

Saat melihat anak-anak yang gemuk, tidak jarang orang tua atau orang-orang sekitarnya menganggapnya menggemaskan. Namun, sebetulnya ada bahaya yang mengintai, apalagi jika anak tersebut sebut mengalami obesitas.

Jika tidak ditangani, obesitas selama anak-anak bisa diteruskan hingga dewasa. Dan, bukan rahasia, obesitas bisa menyebabkan komplikasi pada masa depan. Setiap 6 Maret, dunia memperingati Hari Obesitas Sedunia. Apa yang harus kita lakukan?

Tahun 2030, obesitas bisa naik pesat

Dalam pernyataan resmi, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mendefinisikan obesitas sebagai penimbunan jaringan lemak tubuh berlebihan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan energi dan keluaran energi. Akibatnya, energi berlebih ini tersimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Beberapa gejala klinis obesitas yang umum dijumpai antara lain:

  • Kepala wajah bulat.
  • Pipi tembam.
  • Dagu rangkap.
  • Leher tampak pendek dan terdapat bercak kehitaman di belakang leher.
  • Perut membuncit, disertai dinding perut yang berlipat-lipat.

Dalam konferensi pers "Hari Obesitas Sedunia" pada 6 Maret 2023, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS, menekankan bahwa obesitas adalah faktor risiko penyakit tak menular dengan risiko kematian tertinggi, dari diabetes, hipertensi, kanker, hingga penyakit metabolik dan non metabolik lainnya.

“Obesitas merupakan masalah global, sekitar 2 miliar penduduk dunia dan mengancam kesehatan masyarakat termasuk di Indonesia. Pada tahun 2030 itu diperkirakan 1 dari 5 perempuan dan 1 dari 7 laki-laki akan hidup dengan obesitas,” ujar Dr. Maxi.

Kemenkes: Angka Obesitas Berisiko Naik Pesat pada 2030ilustrasi obesitas (freepik.com/jcomp)

Selain itu, perwakilan Himpunan Studi Obesitas (Hisobi), dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, mengatakan bahwa obesitas bisa memengaruhi kesuburan di kalangan orang dewasa. Mengapa bisa begitu?

Hormon estrogen tubuh menyimpan massa lemak tubuh, dan tubuh manusia menyimpan lemak dalam jumlah tak terbatas. Jika terjadi penyimpanan lemak berlebih dalam tubuh, hormon estrogen pun dipaksa untuk bekerja lebih keras, dan hal ini bisa memengaruhi kesuburan.

“Lemak yang terlalu tinggi mengeluarkan sisa-sisa negatif bagi tubuh yang akan memengaruhi proses mekanisme endokrin atau proses hormonal dalam tubuh sehingga memengaruhi siklus menstruasi, siklus kesuburannya juga terpengaruh,” ujar dr. Nurul.

Selain memengaruhi siklus menstruasi, dr. Nurul mengatakan bahwa jumlah akumulasi lemak perut juga bisa mempersempit rahim. Akibatnya, proses fertilisasi perempuan akan terganggu akibat obesitas.

Baca Juga: Mengurangi Kalori dan Meningkatkan Aktivitas, Kunci Atasi Obesitas

Apa yang bisa dilakukan untuk cegah obesitas?

Karena tingginya potensi obesitas pada 2030, maka perlu intervensi yang komprehensif demi mencegah kerugian ekonomi yang signifikan. Dari sisi pemerintah, Kemenkes telah mengatur kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam produk makanan dan minuman, yaitu:

  • Gula: 50 gram/orang/hari (4 sendok makan).
  • Garam: 5 gram/orang/hari (1 sendok teh).
  • Lemak: 67 gram/orang/hari (5 sendok makan).

Tidak hanya dari pemerintah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes, mengatakan bahwa permasalahan obesitas harus melibatkan semua pihak. Jika pemerintah sudah memberi aturan dan para ahli medis sudah memberitahu, maka tugas masyarakat adalah mematuhinya.

“Sudah ada Perpres tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di mana kita perlu mengupayakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat sehat dan berdaya guna,” ucap dr. Eva.

Sekadar mengingatkan, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau Germas meliputi:

  • Melakukan aktivitas fisik.
  • Makan buah dan sayur.
  • Tidak merokok.
  • Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
  • Melakukan cek kesehatan berkala.
  • Menjaga kebersihan lingkungan.
  • Menggunakan jamban.
Kemenkes: Angka Obesitas Berisiko Naik Pesat pada 2030ilustrasi olahraga (IDN Times/Mardya Shakti)

Tidak hanya di kalangan orang dewasa, obesitas bisa terjadi di semua golongan usia, termasuk anak-anak hingga remaja. Di kalangan anak-anak, obesitas bisa dideteksi melalui antropometri, yaitu penimbangan berat badan, pengukuran panjang/tinggi badan, dan indeks massa tubuh (IMT).

Perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), SpA(K), menekankan bahwa obesitas bisa dicegah sedari dini. Ini bisa dilakukan dengan memberi asupan makanan sehat dengan protein, lemak, vitamin, mineral, dan karbohidrat seimbang, serta mengurangi konsumsi gula.

"... lebih mengutamakan minum air putih dibanding minum minuman-minuman kemasan yang mengandung gula yang tinggi. Disamping itu diiringi dengan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, untuk anak bisa dengan cara mengajak bermain,” ucap dr. Winra.

Selain olahraga, dr. Winra menekankan pentingnya tidur cukup untuk anak-anak, terutama karena jam tidur anak-anak bisa berbeda seiring bertambahnya usia. Lalu, jika sudah obesitas, ia mengatakan bahwa pasien obesitas, dari anak hingga dewasa, perlu dipantau agar bisa cepat kembali ke berat ideal dan mencegah komplikasi.

Baca Juga: Setengah Populasi Dunia Diprediksi Bakal Obesitas Pada 2035

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya