7 dari 10 Rumah Tangga Indonesia Konsumsi Air Minum Tercemar Tinja

Air yang terkontaminasi berkaitan dengan penularan penyakit

Air merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Selain untuk keperluan rumah tangga, air juga dikonsumsi agar tubuh dapat berfungsi dengan normal. Air minum yang baik tidak hanya terlihat bersih atau bening saja, melainkan juga harus bebas dari kontaminan, seperti kuman.

Studi terbaru menunjukkan bahwa 70 persen rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum yang terkontaminasi bakteri yang biasa ditemukan dalam tinja. Berikut ini penjelasannya.

1. Studi menunjukkan 70 persen rumah tangga Indonesia konsumsi air minum yang tercemar limbah tinja

7 dari 10 Rumah Tangga Indonesia Konsumsi Air Minum Tercemar Tinjailustrasi minum air (pexels.com/cottonbro)

Mengutip penjelasan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), keberadaan mata air dan air tanah makin berkurang. Di sisi lain, pemakaian air tanah juga harus dibatasi karena masalah penurunan tanah. Permasalahan air tidak hanya dari sisi kuantitas saja melainkan juga dari sisi kualitas air. 

Berdasarkan hasil Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) di Indonesia tahun 2020, diperkirakan 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengonsumsi air minum yang tercemar bakteri E. coli. Studi tersebut dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.

Penurunan kualitas air bisa disebabkan adanya pencemaran, salah satunya berkaitan dengan akses sanitasi yang belum layak dan perilaku buang air besar sembarangan.

2. Sebanyak 21 persen populasi dunia tidak memiliki sanitasi dasar

7 dari 10 Rumah Tangga Indonesia Konsumsi Air Minum Tercemar Tinjailustrasi toilet (unsplash.com/ Giorgio Trovato)

Sanitasi dan higiene sangat penting untuk kesehatan, kelangsungan hidup, dan pembangunan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) memperkirakan, sebanyak 1,7 miliar orang di seluruh dunia, atau sekitar 21 persen dari populasi dunia, tidak memiliki sanitasi dasar, seperti toilet pribadi. Dari jumlah tersebut, 494 juta orang buang air besar di tempat terbuka, misalnya di semak-semak atau sungai.

Sanitasi dasar merupakan akses ke fasilitas pembuangan feses dan urine yang aman serta mampu menjaga kondisi higiene melalui pengumpulan sampah dan pengolahan dan pembuangan air limbah. Sementara itu, sekitar 2,3 miliar orang di seluruh dunia atau sekitar 29 persen populasi dunia tidak memiliki akses higiene dasar, seperti tempat cuci tangan dengan air dan sabun di rumah.

Baca Juga: 16 Penyebab Tinja Pucat, Kadang Disebabkan oleh Penyakit Serius

3. Tinja yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan dan air

7 dari 10 Rumah Tangga Indonesia Konsumsi Air Minum Tercemar Tinjailustrasi sumber air (pexels.com/Pixabay)

Meski Indonesia telah mengalami kemajuan terkait sanitasi dasar, tetapi pengelolaan limbah tinja yang aman bisa dibilang rendah. Mengutip penjelasan UNICEF, rumah tangga yang memiliki toilet dengan sambungan tangki septik atau septic tank tertutup dan tangkinya rutin dibersihkan minimal satu kali dalam 5 tahun masih rendah, yaitu kurang dari 8 persen.

Ini berakibat limbah tinja tidak dikelola dengan baik sehingga mencemari lingkungan serta air sekitarnya. Rendahnya kesadaran tentang risiko kesehatan akibat pengelolaan tangki septik dan pengurasan yang tidak memadai menjadi salah satu tantangan utama dalam meningkatkan akses sanitasi.

4. Air yang tercemar dan sanitasi yang buruk berkaitan dengan penularan penyakit

7 dari 10 Rumah Tangga Indonesia Konsumsi Air Minum Tercemar Tinjailustrasi anak diare (pexels.com/William Fortunato)

Air yang tidak aman bisa mengandung kuman, parasit, atau bahan kimia beracun. Kuman penyebab penyakit, parasit, dan bahan kimia dapat masuk melalui berbagai sumber, termasuk berasal dari tinja, pestisida, dan bahan kimia lainnya.

Air yang terkontaminasi dan sanitasi yang buruk berkaitan dengan penularan beberapa penyakit, di antaranya kolera, tipes, dan polio.

Diare menjadi salah satu penyebab kematian pada anak balita. Faktor risiko utama diare pada usia tersebut termasuk mengonsumsi air yang tidak aman dan sanitasi yang buruk. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja.

5. Pentingnya mengelola air limbah dan memperbaiki sanitasi

7 dari 10 Rumah Tangga Indonesia Konsumsi Air Minum Tercemar Tinjailustrasi air bersih (freepik.com/jcomp)

Pengelolaan air limbah dan sistem saluran pembuangan yang memadai berperan penting dalam sanitasi dan pencegahan penyakit. Sebab, air limbah dengan tinja dapat mencemari lingkungan dan suplai air minum sehingga berisiko membawa kuman penyakit.

Terdapat berbagai manfaat dari memperbaiki sanitasi, selain menurunkan risiko diare. Berbagai manfaat tersebut antara lain:

  • Menurunkan penularan infeksi cacingan.
  • Menurunkan keparahan malnutrisi.
  • Mengurangi penyebaran resistansi antimikroba.

Kualitas air minum dapat dipengaruhi oleh pengelolaan air limbah tinja yang tidak memadai sehingga mencemari lingkungan termasuk air. Air yang tercemar dan sanitasi yang buruk berkaitan dengan penularan penyakit. Pengelolaan air limbah tinja yang baik dapat mencegah kontaminasi tinja ke lingkungan sekitar.

Baca Juga: Studi: Virus Corona Terdeteksi pada Tinja Bayi Baru Lahir

Dewi Purwati Photo Verified Writer Dewi Purwati

Health enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya