Survivor’s Guilt: Gejala, Penyebab, dan Penanganan

Rasa bersalah yang dialami saat selamat dari bencana

Pernahkah kamu merasa bersalah ketika selamat dari situasi yang mengancam jiwa, sementara teman, orang terdekatmu, atau orang lain tidak selamat? Kamu terus terganggu dengan pikiran-pikiran, seperti:

“Seandainya aku bergerak lebih cepat, mungkin bisa menyelamatkan mereka”
"Seandainya mereka tidak sibuk menyelamatkan aku, mungkin mereka akan selamat”
“Seandainya aku tidak melakukan suatu hal bodoh, mereka mungkin masih hidup”

Dalam dunia psikologi, fenomena ini dikenal dengan survivor’s guilt (juga dikenal sebagai survivor syndome) atau rasa bersalah yang dirasakan penyintas. Meskipun reaksi ini umum dan normal, tetapi jika terjadi secara berulang dapat berdampak buruk bagi yang mengalaminya.

Seperti apa fakta survivor’s guilt? Mengapa seseorang dapat mengembangkan rasa bersalah ini? Yuk, simak ulasan lengkapnya!

1. Apa itu survivor’s guilt?

Survivor’s Guilt: Gejala, Penyebab, dan Penangananilustrasi merasa bersalah (pexels.com/Liza Summer)

Survivor’s guilt adalah jenis rasa bersalah yang berkembang ketika seseorang selamat dari suatu peristiwa yang traumatis atau mengancam jiwa, sedangkan yang lainnya tidak. Ini bisa terjadi pada beberapa situasi, seperti perang, bencana alam, kecelakaan, ataupun serangan penyakit (misalnya pandemik COVID-19).

Seseorang yang mengalami survivor’s guilt biasanya merasa menyesal atau bersalah atas peristiwa tersebut, meskipun mereka tidak melakukan kesalahan. Mereka mungkin merenungkan atau memikirkan hal-hal yang dapat atau seharusnya dilakukan untuk mengubah keadaan.

Dalam panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5) yang dirilis oleh American Psychiatric Associationsurvivor’s guilt merupakan gejala gangguan stres pascatrauma (PTSD) yang berhubungan dengan kognitif dan suasana hati, yang meliputi perasaan bersalah yang terdistorsi dan pikiran negatif tentang diri sendiri.

2. Gejala

Survivor’s Guilt: Gejala, Penyebab, dan Penangananilustrasi gejala survivor's guilt (pixabay.com/geralt)

Fenomena survivor’s guilt dapat memengaruhi seseorang secara psikologis maupun fisik, yang mana gejalanya sering kali mirip PTSD. Gejala yang mungkin ditunjukkan dapat meliputi:

  • Mengalami kilas balik dari peristiwa traumatis.
  • Merasa mudah tersinggung, mudah marah.
  • Perubahan suasana hati yang tiba-tiba.
  • Pikiran obsesif terhadap suatu peristiwa.
  • Merasa tidak bisa bergerak, mati rasa, dan/atau terlepas dari orang lain.
  • Menjadi tidak termotivasi dan tak berdaya.
  • Isolasi sosial.
  • Memiliki rasa takut yang kuat dan kebingungan.
  • Mengalami gejala fisik seperti susah tidur, sakit kepala, sakit perut atau mual, dan jantung berdebar.
  • Memiliki pikiran untuk bunuh diri.

Tak hanya itu, fenomena ini juga dapat menyebabkan seseorang memiliki keyakinan negatif tentang dirinya maupun dunia. Misalnya, mereka bisa menganggap diri mereka orang jahat atau melihat dunia sebagai tempat yang tidak adil dan tidak nyaman. 

Baca Juga: Dampak Pelecehan Seksual pada Kesehatan Fisik dan Psikis Korbannya

3. Penyebab

Survivor’s Guilt: Gejala, Penyebab, dan Penangananilustrasi trauma (pexels.com/Nothing Ahead)

Survivor’s guilt bisa dialami oleh orang-orang yang pernah mengalami peristiwa traumatis. Namun, tidak semua yang mengalami peristiwa traumatis akan mengembangkannya.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengembangkan survivor’s guilt, termasuk:

  • Riwayat trauma, misalnya kecelakaan mobil, pelecehan masa kanak-kanak.
  • Riwayat kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan.
  • Harga diri yang rendah, yang memungkinkan seseorang kurang menghargai kesejahteraan diri sendiri. Ini dapat memicu pemikiran seperti, “Aku tidak pantas berada di sini”, “Ini semua salahku”, “Mengapa aku bertahan?”, dan lain sebagainya.
  • Kurangnya dukungan sosial sebelum dan setelah peristiwa traumatis, baik dari teman maupun keluarga.
  • Keterampilan coping mechanism yang buruk, seperti penggunaan alkohol atau narkoba.
  • Keyakinan yang salah tentang peran mereka dalam suatu peristiwa, seperti kemampuan untuk mencegah kejadian atau menyebabkan hasil negatif.

4. Penanganan

Survivor’s Guilt: Gejala, Penyebab, dan Penangananilustrasi terapi kognitif (pexels.com/Charlotte May)

Saat mengalami gejala survivor’s guilt, sangat penting untuk segera menanganinya. Bila tidak, ini tak hanya akan memengaruhi kesejahteraan mental atau kualitas hidup, tetapi juga dapat berdampak lebih serius, seperti bunuh diri.

Dilansir Verywell Mind, terapi perilaku kognitif adalah salah satu pendekatan yang bisa efektif mengatasi survivor’s guilt. Dalam metode ini, terapis akan memeriksa pikiran negatif dan tidak realistis dan menggantinya dengan yang lebih realistis. Cara ini bisa membantu mengubah cara berpikir sekaligus meringankan perasaan bersalah.

Beberapa metode lain yang juga dapat membantu mengatasi survivor’s guilt meliputi:

  • Membiarkan diri bersedih.
  • Melakukan hal yang positif, entah untuk diri sendiri atau orang lain.
  • Fokus pada faktor luar yang menyebabkan peristiwa.
  • Belajar memaafkan diri sendiri.

5. Perlukah mengunjungi dokter?

Survivor’s Guilt: Gejala, Penyebab, dan Penangananilustrasi konsultasi psikologis (pexels.com/Alex Green)

Seseorang dengan survivor’s guilt yang intens, mengalami kilas balik, dan mengalami gejala PTSD harus mempertimbangkan untuk menemui dokter atau profesional dengan spesialisasi trauma. Perawatan dapat membantu penderitanya dalam mendapatkan kembali kendali atas hidupnya.

Bicaralah dengan tenaga profesional jika kamu mengalami gejala yang parah atau perasaan bersalah yang semakin sulit dikelola dan mengganggu kehidupan secara normal.

Nah, itulah informasi menarik mengenai survivor’s guilt. Meski ini umum terjadi, tetapi tidak bisa dianggap remeh, ya!

Baca Juga: Memahami Fenomena COVID Shame, saat Terkena COVID-19 Menjadi Aib

Dwi wahyu intani Photo Verified Writer Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya